Perlunya Dosen Berserikat untuk Menyuarakan Umat

Opini252 Views

 

 

Oleh : Siti Jubaidah, M.Pd, Dosen STIKES Samarinda

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Di momen peringatan Hari Buruh Internasional lalu yang jatuh tanggal 1 Mei 2023 Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul memaparkan ada tiga alasan mengapa Dosen harus berserikat. Terbitnya Permenpan RB Nomor 1 tahun 2023 menjadi fenomena gunung es yang akhirnya muncul ke permukaan.

Ada tiga alasan mengapa dosen harus berserikat untuk melindungi hak-hak dasar tenaga kerja di perguruan tinggi. Alasan pertama adalah kesadaran kolektif bahwa dosen adalah buruh. Alasan kedua, yakni karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa situasi dan kondisi ketenagakerjaan semakin beragam. Ketiga, dosen harus bersatu untuk mengatasi setumpuk persoalan yang kerap dihadapi karena dengan serikat, persatuan dosen bisa dibangun. (news.republika.co.id).

Pandangan KIKA dosen perlu berserikat karena merupakan bagian dari buruh tidak semua sependapat. Tidak dapat disangkal bahwa sistem pengelolaan perguruan tinggi di Indonesia mengikuti sistem kapitalisme yang memprioritaskan kepentingan pasar atau market driven.

Dalam konteks ini, pengelolaan perguruan tinggi bertujuan menghasilkan output yang dapat memenuhi permintaan pasar, yaitu lulusan dan inovasi.

Universitas sebagai pabrik dan tak ayal jika dosen dikatakan sebagai buruhnya. Kondisi ini tidak lepas juga dengan kesejahteraan dengan beban yang tinggi untuk para dosen.

Selain diasumsikan sebagai buruh masih banyak dosen pun terutama honorer dan swasta tidak sejahtera, apalagi ditambah beban kerja dan administrasi. Seruan organisasi profesi seharusnya tidak sama dengan organisasi buruh yang bisa menekan majikan/ penguasa melalui UU ketenagakerjaan.

Kesejahteraan untuk para dosen hanya ilusi dalam sistem kapitalisme. Meski ada upaya untuk menyejahterakan tetapi realitas anggaran pendidikan minim dipangkas. Kelompok dosen dengan berbagai macam status kepegawaian, institusi tempat mengajar, lama mengajar ditambah dampak kapitalisme.

Pendidikan kampus berusaha memperbesar jumlah mahasiswa yang diterima, karena student body pendapatan utama kampus hari ini.

Di sisi lain sulit mendapatkan dana riset yang layak, padahal dosen tersebut wajib melakukan penelitian setiap semester untuk pengakuan kinerjanya. Ada juga ditemui dosen dikriminalisasi karena gagasannya. Akhirnya dosen pun tak luput menderita dan terhina. Padahal, dosenlah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan nasib anak bangsa terutama mahasiswa.

Dosen Sejahtera dalam Sistem Islam

Islam menyejahterakan masyarakat termasuk dosen dan guru dengan menjamin kesejahteraan mereka. Peran guru atau dosen untuk menyuarakan umat dan muhasabah penguasa. Itulah sejatinya dalam berserikat.

Perjuangan para dosen semestinya selaras dengan arah perjuangan umat secara keseluruhan, yakni menegakkan semua aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Aturan inilah yang pasti mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki dan mengundang keberkahan.

Sungguh, berkutat pada isu-isu pragmatis dan parsial tanpa menyentuh akar persoalan hanya akan memperpanjang umur kerusakan dan mengukuhkan hegemoni kapitalisme global. Sedangkan jalan perjuangan kaum buruh juga sudah banyak memakan korban tidak akan berujung pada kemenangan. Generasi yang akan datang sangat ditentukan oleh peran guru dan para dosen dalam mendidik mereka.

Seandainya pemerintah memperhatikan peran strategis ini, pemerintah tidak akan abai dan membuat regulasi yang serius untuk menyejahterakan para pencetak generasi.

Sudah semestinya pemerintah peduli dan bertanggung jawab terhadap nasib para guru, dosen dan tenaga pendidik lainnya yang tidak mendapatkan hasil sepadan dengan jasa yang sudah tercurahkan. Ini semua membuktikan gagalnya sistem kapitalisme sekuler memberikan perhatian dan jaminan kesejahteraan bagi para pendidik.

Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, negara menetapkan regulasi terkait kurikulum, akreditasi sekolah dan Universitas, metode pengajaran, bahan-bahan ajar, termasuk penggajian tenaga pengajarnya dengan regulasi yang manusiawi, bahkan memuaskan.

Kepala negara semaksimal mungkin memenuhi kepentingan rakyatnya, termasuk pada para pegawai yang telah berjasa bagi negara.

Berkenaan hal ini, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkaam menjelaskan bahwa seorang Khalifah berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan mendapati betapa besarnya perhatian khulafa terhadap pendidikan rakyat, demikian pula terhadap nasib para pendidiknya. Islam memuliakan guru, tidak ada kasta pegawai negeri atau honorer dengan perlakuan beda.

Gaji guru melebihi kebutuhannya bahkan karyanya dihargai timbangan berupa emas. Sebagai gambaran, pada masa Shalahuddin al-Ayyubi, gaji guru lebih besar lagi. Di dua madrasah yang didirikannya, yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah, gaji guru berkisar antara 11-40 dinar. Artinya, apabila dikurs dengan nilai saat ini, gaji guru adalah Rp. 42-153 juta.

Dalam sistem Islam para pendidik begitu terjamin kesejahteraannya dengan mendapatkan gaji yang sangat besar. Mereka juga mendapatkan kemudahan dalam mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.

Hal ini menjadikan para pendidik bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai guru dan pencetak SDM yang dibutuhkan negara demi membangun peradaban agung dan mulia, tanpa harus bekerja sampingan dalam rangka mendapatkan tambahan pendapatan.

Inilah regulasi Islam yang sangat visioner. Hanya dengan sistem Islam problematik pendidikan (termasuk kesejahteraan pendidik) dapat terselesaikan dan terlaksana dengan paripurna. Wallahu’alam Bisawab.[]

Comment