Perlu Memahami Sejarah Agar Tak Salah Arah

Opini668 Views

 

 

 

Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd, Komunitas Aktif Menulis dan Kontributor Media

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Rencana pemerintah menggunakan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai salah satu nama jalan di daerah ibu kota, sedang hangat diperbincangkan. Siapakah sebenarnya sosok yang namanya akan diabadikan sebagai nama jalan tersebut?

Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh dua negara (kerjasama bilateral), dalam hal ini adalah pemerintah negara Indonesia dan Turki. Sebagai implementasi hubungan timbal balik antara keduanya adalah dengan menggunakan nama tokoh dari masing-masing negara. Di Indonesia, digunakan nama Mustafa Kemal Ataturk. Sedangkan di Turki digunakan nama Ahmet Sukarno, sebagai tokoh proklamasi dan presiden pertama RI.

Sontak, rencana tersebut menuai protes dari beberapa pihak, antara lain dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seperti dilansir dari laman CNNIndonesia (17/10/2021), Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menolak rencana pemerintah terkait penamaan jalan dengan menggunakan nama tokoh sekuler Turki tersebut. Beliau menjelaskan bahwa Mustafa Kemal Ataturk ini, jika dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang mempunyai pemikiran sesat dan menyesatkan.

Senada dengan MUI, HNW (Hidayat Nu Wahid), Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), memberikan dukungan kerjasama dengan Turki. Namun tidak harus mengabadikan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan di ibu kota.
Seperti dilansir dari laman tempo.co (19/10/2021) beliau menjelaskan bahwa sosok Mustafa Kemal adalah tokoh anti demokrasi, Islamophobia, dan bapak sekularisme Turki. Sehingga, tidak cocok dengan karakteristik Jakarta dan Indonesia.

Bicara masalah nama tokoh, sebenarnya tidaklah kurang, tokoh-tokoh pengukir tinta emas sebuah peradaban. Baik Indonesia maupun Turki. Sebagaimana yang disampaikan oleh Anggota DPR RI, dari Fraksi Partai Gerindra.

Dilansir dari laman pikiranRakyat.com (18/10/2021), Fadli Zon mengusulkan nama tokoh Turki yang lain yaitu Fatih Sultan Mehmed atau Sultan Muhammad al-Fatih 1453 yang tidak kalah fenomenal, sang Penakluk Konstantinopel yang terkenal.

Banyaknya penolakan yang muncul dari berbagai kalangan, terkait penamaan jalan, bukanlah sesuatu yang tidak beralasan. Nama Mustafa Kemal Ataturk, bukanlah sekedar nama yang tanpa nilai historis. Di balik nama itu, umat Islam khususnya, memiliki sejarah kelam, yaitu sebuah aksi pengkhianatan yang menyebabkan runtuhnya institusi politik umat Islam yaitu Khilafah Islamiah.

Wajib Ditolak

Kaum Muslimin yang masih mempunyai sisa luka, tidak akan pernah terlupakan sepanjang sejarah dunia. Maka tidak ada langkah yang bisa ditempuh, mengenai wacana pemberian nama jalan, kecuali dengan menolaknya. Ada beberapa alasan, mengapa kaum Muslimin wajib menolak, antara lain :

Pertama, Mustafa Kemal Ataturk bukanlah teladan kebaikan. Gagasan-gagasannya berbahaya dan bertentangan dengan Islam (sekularisasi, modernisasi, kristenisasi dan lain-lain).

Kedua, menghapuskan kesultanan Utsmaniyah dan mendirikan negara yang mengadopsi hukum-hukum Barat. Bukan mengambil sebagian dan membuang sebagian. Namun murni menggunakan hukum buatan Kafir Barat.

Ketiga, menutup seluruh lembaga-lembaga keagamaan serta melarang menulis dengan menggunakan Bahasa Arab.

Keempat, melarang masyarakat berpakaian Islami. Memaksa masyarakat menanggalkan jilbab dan masih banyak lagi yang lain, tidak memungkinkan untuk dituangkan semua dalam tulisan ini.

Potret Buruk Umat Pasca Makar Ataturk

Makar Mustafa Kemal Ataturk yang bersekongkol dengan Barat, berhasil menumbangkan institusi Islam yang agung yaitu Khilafah, yang mengakibatkan kaum muslimin kehilangan junnah (perisai). Jumlah kaum muslimin yang banyak tak akan memiliki arti apa-apa, tak lebih seperti buih di lautan. Tak memiliki kekuatan apapun.

Negeri-negeri muslim hanya menjadi objek penjajahan dan penjarahan. Umat Islam yang makin mundur dan mengalami keterpurukan, terpecah-pecah dengan sekat nasionalisme atau kebangsaan.

Negeri-negeri muslim hanya menjadi pembebek atau pengekor. Sama sekali tidak memiliki posisi tawar (Bargaining Position) dalam kancah politik internasional.

Umat Islam saat ini kehilangan identitas sebagai seorang muslim. Merasa tidak percaya diri dengan ajaran agamanya. Generasi muda islam lebih percaya diri memakai pakaian “you can see” dari pada berhijab syar’i, merasa bergengsi jika merayakan ulang tahun daripada menghadiri acara pengajian.

Mengapa Menuai Kontroversi?

Selama ini, ada upaya untuk mengubur dan mengaburkan sejarah umat Islam, termasuk sepak terjang Attaturk dan hubungannya dengan umat Islam serta hubungan kekhilafahan di Nusantara. Oleh karenanya, mereka para musuh Islam meyakini bahwa kebangkitan sebuah peradaban Islam adalah keniscayaan. Maka dari itu, perang pemikiran akan terus dan senantiasa di abadikan.

Mereka tak akan senang jika umat Islam bangga dengan agamanya sendiri. Bangga dengan sejarah kegemilangan sistem kehidupan yang dicetuskan oleh Rasulullah saw. Mereka lebih senang jika kaum muslim berbangga dengan budaya Barat. Berbangga dengan sistem politik, ekonomi, sosial, dan ideologi dari Barat.

Sederhananya, seolah Barat ingin mengatakan, “Biarlah umat Islam sibuk beribadah: salat, zakat, puasa, mengaji, naik haji, dll. tapi jangan sampai mereka sibuk mencari tahu sejarah agamanya. Jangan sampai mereka tahu bahwa Islam tidak hanya punya aturan dalam beribadah, tapi juga aturan dalam berkehidupan: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan keamanan.”

Sebagai orang yang beriman, tentu yakin dengan janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah, yakni akan kembalinya kejayaan islam yang kedua, yang mengikuti manhaj kenabian.

Oleh karena itu tidak ada cara lain kecuali menyambut janji tersebut dengan terus menyuarakan kebenaran dan menentang kezaliman. Semoga institusi suci itu segera tegak kembali
sebagaimana tertulis dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 111 yang artinya, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu, terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

Al Quran itu, bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” WaAllahu’alam Bishowwab.[]

Comment