Perguruan Tinggi di Indonesia, Antara Mencetak Intelektual Muda Dan Tenaga Kerja

Opini712 Views

 

 

Oleh: Putri Hanifah, CHt., C.NNLP*

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, kewajiban menuntut ilmu tidak boleh absen. Perguruan Tinggi sebagai pabrik pencetak intelektual muda pun dituntut untuk beradaptasi sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dalam menghadapi pandemi.

Hampir sebagian besar kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring. Pandemi memberikan kita peluang besar untuk belajar tanpa harus terpaut jarak. Semua tumpah ruah dalam satu platform online dengan berbagai topik dan bahasan.

Lewat pandemi, seluruh lapisan masyarakat dituntut untuk melek teknologi. Rasa-rasanya hari ini kehadiran start-up dan aplikasi menjadi penyelamat ketika raga tidak bisa bertemu untuk beraktivitas dan bertransaksi secara langsung. Tak heran pertengahan tahun 2020 kemarin CEO Zoom meraih keuntungan hingga Rp. 66 Triliun (pikiranrakyat.com).

Senada dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menyelenggarakan program baru yang diluncurkan Desember kemarin menggandeng Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka.

Program itu bernama Bangun Kualitas Manusia Indonesia atau disebut dengan Bangkit, sebuah program pembinaan 3000 talenta digital terampil yang sejalan dengan program Presiden tetang penyiapan sembilan juta talenta digital terampil pada 2030.

Nizam, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi mengungkapkan Program Bangkit selaras dengan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, utamanya terkait konsep kegiatan belajar mahasiswa, sehingga dengan mengikuti program ini dapat diakui sebagai kegiatan belajar mahasiswa yang setara dengan 20 Satuan Kredit Semester (SKS). Dalam program ini setidaknya ada tiga learning path, yaitu machine learning, mobile development, dan cloud computing.

Wow! 20 SKS? Setara dengan satu semester saya belajar Bahasa Arab dari dasar. Bagi mahasiswa yang semangatnya berapi-api kehadiran program Bangkit ini rasanya jadi angin segar untuk mengobati suntuknya belajar pada mata pelajaran hanya sekedar teori minim implementasi.

Pasalnya selain setara dengan 20 SKS mahasiswa juga masih mendapatkan sertifikasi dari Google, mendapatkan kesempatan untuk menjadi salah satu dari 10 tim yang terpilih untuk menerima dana inkubasi untuk proyek yang dibuat, mendapatkan kesempatan menjadi salah satu dari 40 nomine Bangkit untuk mengikuti program UIF (University Innovation Fellows) red: program inovasi fellowship internasional di Standford University.

Fantastis memang! Benefit yang dijanjikan tadi diperkuat dengan kehadiran drama Korea berjudul Start-Up yang membahas beberapa hal soalan Start-Up dan bagaimana lika-liku seorang Seo-Dal Mi, Nam Dosan dan In Jae yang sukses mendirikan perusahaan rintisannya. Mahasiswa mana yang tidak tertarik dengan program ini? Secara bersanding dengan Start-Up dengan level Unicorn.

Benarkah program ini benar-benar membawa angin segar bagi Mahasiswa Indonesia? Di satu sisi iya, di sisi lain bisa dikatakan tidak. Ya, karena siapa yang tidak mau menimba ilmu dari perusahaan raksasa, tempat file-file tersusun rapi dan menjadi rujukan penjuru negeri? Google.

Namun di sisi lain, bukankah dengan program Bangkit ini secara tidak langsung kita menyerahkan potensi unggul generasi pada korporasi asing? Ma’ruf Amin mengungkapkan, tujuan utama pendidikan bukan lagi membentuk para intelektual-intelektual kampus yang memajukan negeri ini. Namun mengikuti perkembangan RI 4.0 agar tak kalah bersaing dalam mendapatkan pekerjaan (muslimahnews.com).

Dari kebijakan yang dibuat, telah membuka mata kita lebar-lebar bahwa kebijakan ini justru memudahkan para korporasi untuk mengaputasi potensi generasi. Hal ini sangat membahayakan tujuan pendidikan, dari mendidik dan membentuk intelektual muda menjadi sarjana tukang atau tenaga kerja. Sedih bin miris.

Liberalisasi pendidikan hari ini telah berada pada titik sempurna. Kita disibukkan menjadi tenaga kerja. Bagaimanapun caranya yang penting dapat ijazah sebagai bekal melamar kerja. Beginilah karakteristik ideologi sekuler kapitalistik yang menyandarkan apapun kepada materi, tak terkecuali pendidikan. Akibatnya generasi pun akan menjadi korban.

Kebijakan yang kelihatannya menguntungkan ternyata tidak menghasilkan solusi tuntas bagi Perguran Tinggi dan pendidikan di Negeri ini.

Ketika banyak orang menginginkan perubahan atas kondisi pendidikan hari ini, sesunggunya solusi terbaik itu datang dari sang Ilahi Rabbi. Itulah Islam, sistem yang diturunkan oleh Rabb semesta alam. Islam mewajibkan negara menjamin terwujudnya generasi pembangun peradaban Islam. Untuk mendukung visi tersebut kurikulum yang akan dikembangkan oleh Islam adalah kurikulum dalam bentuk yang bisa mengembangkan metode pemikiran, pemikiran analitis dan hasrat pada pengetahuan untuk meraih pahala dan keridhaan Allah.

Dalam sistem Islam, itelektual muda akan mendapatkan tiga materi pendidikan utama (1) Pembentukan kepribadian Islami; (2) Penguasaan tsaqafah Islam (3) Penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian, keterampilan) sehingga generasi muda tidak tersandera intelektualitasnya lantaran menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai A supaya dapat kerja di tempat yang bagus nan luar biasa.

Dengan sistem Islam, Perguruan Tinggi di Indonesia dapat mencetak generasi yang mampu memenuhi kebutuhan umat, menghasilkan penemuan dan karya yang mampu dinikmati secara luas oleh masyarakat. Merekalah abnaul ummah yang rasul banggakan karena jumlah dan kontribusinya bagi Islam. []

*Learning Facilitator, Mahasiswi Universitas Negeri Malang

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment