Perbedaan Cara Pandang Antara Politik Islam dan Sekularisme

Opini183 Views

 

 

Penulis:  Sutiani, A. Md | Aktivis Dakwah Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Jelang tahun politik 2024, seorang pejabat di negeri ini mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Ia juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.

Dari pernyataan pejabat tersebut, agama seakan menjadi alat politik sehingga memunculkan pola pikir di benak umat bahwa islam tidak mengajarkan politik.

Islam dan politik bukanlah hal yang terpisah. Islam dan politik adalah bagian integral dari syariah islam. Allah Swt menganugerahkan islam kepada manusia sebagai petunjuk yang menjelaskan segala persoalan kehidupan sebagaimana tercantum dalam Qs. An-Nahl Ayat 89:

“Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).

Urusan politik juga tidak lepas dari ajaran islam. Politik dalam islam dikenal dengan istilah as siyasah yang berasal dari kata sasa – yasusu – siyasat (an) yang berarti mengatur, memimpin, memlihara dan mengurus suatu urusan. Hal ini diperkuat dengan hadits Rasululah saw dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu.

“Dahulu Bani Is’rail dipimpin oleh para Nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia akan digantikan oleh Nabi (lain). Namun sungguh tidak ada Nabi lagi sesudahku dan sepeninggalku akan ada para Khalifah lalu jumlah mereka akan banyak”.

Dalam shahih muslim Bisyarah an Nawawi menjelaskan arti “tasusuhum al-anbiyaa” adalah mengatur urusan mereka sebagaimana yang dilakukan oleh para pemimpin dan wali terhadap rakyatnya. Bahkan lebih terperinci lagi seorang mujtahid, Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya “Daulah Islam” menjelaskan bahwa politik adalah mengurus urusan umat dengan menerapkan hukum islam baik di dalam maupun di luar negeri.

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘ulumuddin juz 1 hal 17  mengatakan bahwa kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan fondasi dan penguasa adalah penjaganya.

Apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Ia mengatakan bahwa perumpaan antara islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya”.

Dengan begitu politik dan islam tidak terpisahkan tapi saling melengkapi satu sama lain. Agama tidak boleh dipakai sebagai alat untuk merebut kekuasaan. Politik dalam pandangan islam adalah mengurusi umat tanpa pandang bulu – baik kalangan ulama maupun orang awam sekalipun. Politik islam mampu menyatukan wilayah-wilayah kekuasaan islam selama 1300 tahun lamanya.

Era kejayaan islam terkait pengelolaan urusan warga negara ini diakui oleh salah seorang penulis Barat, Will Durant dalam bukunya The Story Of Civilization States (1885-1981). Ia menyatakan bahwa para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka.

Para khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapa saja yang memerlukan dan mendistribusikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatat fenomena seperti itu setelah masa mereka.

Jika ada yang mengatakan berpolitik jangan membawa agama itu adalah sebuah kesesatan yang nyata karena sejatinya dari pernyataan ini lahir dari pandangan sekularisme.

Sekularisme adalah sebuah sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama hanya diterapkan dalam ibadah ritual semata seperti salat, zakat, puasa, haji dan zikir. Sedangkan terkait urusan kehidupan manusia dalam upaya menyelesaikan problematika hidup menggunakan aturan buatan manusia sehingga politik menjadi kotor karena terobsesi kekuasaan memperkaya diri.

Maka sudah seharusnya kita memperjuangkan politik islam yang berasal dari Allah bukan dari sekularisme. Wallahualam bissawab.[]

Comment