Oleh: Bazlina Adani, Mahasiswi UMN AW Medan
________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kepolisian India mengumumkan pada Sabtu (11/6/2022), bentrokan antara umat Hindu dan Muslim di India timur memakan korban dua remaja pada Jumat (10/6/2022). Bentrokan ini buntut dari pernyataan menghina yang dilakukan pejabat Bharatiya Janata Party (BJP) kepada Nabi Muhammad SAW (Republika, 12/06/2022).
Kejadian berulang yang dialami kaum muslimin atas penghinaan Nabi Muhammad SAW mengundang aksi protes di berbagai belahan negeri muslim. Hal wajar terjadi lantaran kaum muslimin sama-sama memiliki sensitivitas ketika Islam dan ajarannya mendapatkan kebencian melalui tendensi negatif.
Namun sayang, ketika serangan tersebut semakin nyata, penguasa negeri-negeri muslim justru tidak memiliki power untuk membela. Selama ini sikap yang diulurkan hanya sekadar kecaman serta seruan boikot. Seperti yang terjadi di Indonesia sendiri misalnya.
Indonesia mengecam India atas pernyataan pejabatnya karena “Islamofobia”. Pernyataan tegas juga disampaikan Kementerian Luar Negeri Indonesia.
“Indonesia mengutuk keras pernyataan yang merendahkan Nabi Muhammad SAW oleh dua politisi India. Pesan ini telah disampaikan kepada Duta Besar India di Jakarta,” cuit akun Twitter resmi Kemenlu, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (7/6/2022).
Sampai kapanpun, kecaman takkan mampu menutup mulut-mulut jahat para pembenci Islam selama tidak ada solusi terang untuk mengakhiri kebencian mereka.
Penghinaan, penistaan, bahkan pelecehan terhadap Islam dan ajarannya akan senantiasa terus berulang. Kini batas-batas nasionalisme telah membuat penguasa negeri-negeri muslim hanya bertumpu pada permasalahan bangsanya sendiri.
Ini terbukti ketika kaum muslimin masih terbelenggu dengan penjajahan atas agamanya. Pelarangan hijab, diskriminasi, tuduhan-tuduhan teroris bahkan sampai pembantaian terhadap kaum muslimin di Myanmar, Suriah, Palestina. Namun para penguasa seolah menutup mata dan telinga atas semua kasus ini.
Derita yang menimpa Islam dan kaum muslimin hari ini akibat dari ketiaadaan pelindung kaum muslim sejak runtuhnya institusi Khilafah Islamiyyah pada 1924.
Sejak saat itulah kaum muslim hidup tanpa perlindungan layaknya seorang anak yang tak memiliki ibu. Sehingga yang berlaku kini hanyalah sistem kehidupan yang ditopang oleh nilai-nilai Barat. Pemimpin di negeri-negeri muslim pun hidup dalam kepentingan kelompoknya.
Aksi bungkam para penguasa ini dampak dari sistem kapitalisme sekuler yang telah meruntuhkan rasa empati manusia.
Sementara kebebasan berpendapat menjadi semakin diagungkan dalam sistem ini. Alhasil tidak sedikit kita melihat ujaran kebencian, stigma negatif juga berkembang atas nama kebebasan berpendapat dengan mengkerdilkan nila-nilai Islam.
Di saat yang sama ketika ujaran kebencian tersebut dialamatkan kepada Islam dan muslimin, pembelaan terhadap mereka tak didapatkan. Betapa hal tersebut telah membuat para penguasa muslim lumpuh total. Tak mampu membela disaat agamanya dihina.
Dari setiap permasalahan yang ada, bahwa mengembalikan lagi kehidupan mulia kaum muslimin menjadi sebuah keharusan. Sebab selama pelindung itu tidak dimiliki oleh kaum muslimin, mereka akan terus menjadi santapan para pembenci Islam, dan Islam menjadi lebih mudah untuk diolok-olok bahkan dibuat sebagai sebuah candaan. Sementara hukum yang berlaku tidak bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya.
Sehingga wajar terjadi bahwa penerapan sistem saat ini tak membawa manusia kepada kehidupan yang sesuai dengan fitrah, dan Islam tak dijaga kemuliannya.
Oleh karena itu, sudah saatnya kaum muslimin diberbagai negeri serta penguasa-penguasa muslim agar senantiasa menyadari kebutuhan terhadap institusi yang mampu menjaga Islam dan kaum muslimin. Perjuangan dalam penegakan kembali institusi Khilafah menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh muslimin tatkala hari ini tidak ada eksistensinya.
Sebab hanya institusi tersebut yang mampu menyatukan seluruh kaum muslimin dalam satu kepemimpinan yang sama. Sehingga dari penerapan tersebut, akan ada hukum yang berlaku ketika ada para pembenci Islam dengan mudahnya menghina, menistakan bahkan mendiskreditkan Islam dan kaum muslimin.
Hal ini tertuang sebagaimana hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang imam (Khalifa) itu laksana perisai (Junnah). Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan ia digunakan sebagai tameng … ” (HR. Bukhrari).
Sesungguhnya pemimpin seperti itulah yang dibutuhkan umat untuk menghentikan segala bentuk kedzoliman, penindasan, diskriminasi, bahkan penghinaan yang dihadapi oleh kaum muslimin saat ini.
Khalifah akan mengambil sikap atas kejadian tersebut. Karena di dalam Islam, orang-orang yang melakukan penghinaan terhadap ajaran Islam akan diberikan hukuman mati bahkan diperangi. Sehingga para pembenci Islam tak lagi mampu dengan kehendak dirinya untuk menghina Islam dan ajarannya. Sebab keberadaan institusi adidaya tersebut yang akan menghentikan perbuatan jahat mereka.
Dengan demikian, ummat membutuhkan persatuan kaum muslimin dalam sebuah institusi politik yang mampu menyatukan umat. Karena hanya dengan itu keberadaan Islam dan ummatnya akan tetap mulia dan kehormatannya senantiasa terjaga.
Inilah pelindung muslimin sesungguhnya. Maka sudah saatnya kita melepaskan gigitan sistem demokrasi hari ini untuk kemudian menggantikannya dengan sistem Islam kaffah. Wallahua’lam.[]
Comment