Penistaan Agama Di Indonesia, Sampai Kapan?

Opini596 Views

 

 

Oleh: Arrabiatul Adhdawiah Al Hannur, Aktivis Dakwah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belum sebulan memasuki tahun 2022, kita telah dihadapkan dengan kasus penistaan agama. Seorang pegiat sosial media, Ferdinand Hutahaean, baru-baru ini dilaporkan ke kepolisian karena dugaan penistaan agama islam dalam salah satu unggahan di akun twitternya. Ferdinand menuliskan cuitan yang mengundang emosi umat islam.

“Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela.”

Unggahannya pada 4 Januari lalu itu menimbulkan gejolak di tengah kaum muslimin tersebab kalimatnya mengandung unsur penistaan agama. Akibat dari cuitannya ini, tagar #TangkapFerdinand menggema di media sosial di hari berikutnya, Rabu 5 januari kemarin bahkan menjadi trending topic di Indonesia.

Merunut ke belakang, kasus penistaan terhadap agama islam bukanlah hal baru di Indonesia yang notabene merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Tahun lalu, seorang Youtuber Muhammad Kece dilaporkan telah melakukan penistaan terhadap agama Islam tersebab ucapan yang ia lontarkan di akun Youtube-nya. Unggahan tersebut membuat umat islam di Indonesia geram. Dalam unggahan videonya itu, dia mengganti lafal ‘Allah’ dalam ucapan salamnya menjadi ‘Yesus’.

Selain itu, ia juga mengajak umat muslim untuk keluar dari agama islam (murtad). Akibat ulahnya itu, Muhammad Kece kini telah ditetapkan sebagai tersangka penista agama dan telah ditahan oleh polisi di Bali pada 24 Agustus 2021 kemarin.

Selain Muhammad Kece, nama Joseph Suryadi juga ramai diperbincangkan pada akhir tahun kemarin. Joseph diduga melakukan penistaan terhadap agama islam setelah gambar tangkapan layar obrolannya di salah satu grup Whatsapp yang berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW beredar.

Dilansir dari liputan6.com, Joseph kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas tuduhan penistaan agama. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan menerangkan, unsur-unsur pidana pada Pasal yang dipersangkakan kepada Joseph Suryadi telah dipenuhi, Jumat (17/12/2021).

Zulpan menerangkan, Joseph sebelumnya sempat membuat alibi ponsel hilang. Namun, hasil penyelidikan kepolisian bertolak belakang dengan pengakuan Joseph Suryadi. Zulpan menyebut, ponsel itu ternyata disembunyikan di gudang.

Beberapa kasus tadi hanyalah segelintir kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia, sangat banyak kasus penistaan agama di tahun-tahun sebelumnya yang tidak mendapat perhatian masyarakat.

Melihat maraknya kasus penistaan agama di Indonesia, khususnya terhadap agama islam, tentunya membuat miris hati umat muslim. Kebebasan berekspresi yang tidak disertai adab, kesantunan, dan bijak dalam bersosial media digadang menjadi penyebab utama fenomena ini terjadi. Tidak hanya itu, menilik dari kasus-kasus yang terlapor, pelaku penistaan agama islam sebagian besar adalah bagian dari umat islam sendiri. Ini menunjukkan bahwa umat islam belum sepenuhnya memahami agama mereka sendiri. Jumlah umat islam memanglah mayoritas di Indonesia, akan tetapi kita kehilangan eratnya ukhuwah untuk membanggakan diri sebagai muslim. Jauhnya kita dari ajaran syariat islam, mengabaikan kewajiban untuk memahami agama kita, dan bersikap acuh terhadap agama sendiri menjadikan kita lemah dan mudah terombang-ambing, bahkan kehilangan gairah untuk membela agama islam dari musuh-musuh islam.

Padahal, jika kita lihat jejak sejarah peradaban islam di masa lalu, maka tergambar jelaslah bagaimana bangganya umat muslim dalam berislam. Ukhuwah islamiyah yang terjalin, pemahaman umat muslim terhadap agama mereka, menjadikan syariat islam sebagai aturan dalam berkehidupan, membuat umat muslim pada saat itu menjadi teladan dan kiblat umat manusia yang begitu dihargai dan disegani.

Bukan hanya itu, sikap penghargaan terhadap pemeluk agama lain bukanlah omong kosong pada masa itu, maka tidak heran jika pada masa itu terhadap yang berbeda agama kita hidup rukun, aman dan harmonis.

Memahami agama kita dengan benar, menanamkan ghirah perjuangan untuk islam dan merasa bangga menjadi bagian dari umat islam adalah upaya yang tepat untuk menghindari adanya penista agama dari kalangan umat muslim sendiri.

Peran negara dan pemerintah juga memiliki pengaruh besar dalam hal ini. Negara wajib membina dan melindungi ketakwaan umatnya. Dalam islam, para ulama bersepakat bahwa bagi penghina Islam, dihukumi sebagai murtad dan hukumannya adalah mati jika ia tidak mau bertaubat. Akan tetapi jika ia bertaubat maka keputusan dikembalikan kepada Khalifah yang memimpin sesuai dengan tingkat penghinaannya.

Dengan adanya ketegasan dalam pemberian sanksi bagi penista agama, maka akan memberikan efek jera pada pelaku, dan memberikan tekanan kepada umat agar tidak melakukan hal serupa. Dengan adanya penerapan hukum yang tegas dari negara maka tidak akan ada lagi penista-penista agama.

Hukum yang tegas dan adil ini hanya bisa dilahirkan dari sistem islam, syariat yang telah Allah turunkan untuk dijadikan panduan dalam berkehidupan ini tidak ada cela dari segala sisi, sebab diturunkan dari Zat yang Mahabenar.

Maka jelaslah urgensi dari penerapan syariat islam dalam kehidupan bernegara, sebab hukum yang diterapkan akan adil bagi seluruh umat, sehingga terciptalah kehidupan yang rukun dan harmonis antar umat beragama.

Para khalifah terdahulu pun telah memberi contoh dalam menyikapi kasus seperti ini. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq misalnya, yang memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah SAW. (Lihat: Abu Daud r.a dalam sunannya hadis No. 4363)

Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Umar bin Kaththab ra., beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!”. (Diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimahullah)

Khalifah Sultan Hamid II (Khalifah ke 34 masa kehilafahan Utsmani) juga mengikuti jejak para Khulafaurasyidin. Ia pernah marah dengan tindakan pemerintah Prancis. Saat itu, surat kabar Prancis memuat berita tentang pertunjukan teater yang melibatkan Nabi Muhammad SAW. Beliau merasa bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Saat itu, beliau memanggil duta besar Perancis hendak meminta penjelasan atas niat Perancis yang akan menggelar teater tersebut. Dengan sikap tegas dan berani beliau berkata pada duta Perancis, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”

Inilah bukti ketegasan dan keberanian seorang pemimpin muslim dalam menjaga agama Allah, tidak berlemah lembut dan bersikap kompromi terhadap pelaku penista agama. Sikap seperti ini yang sepatutnya menjadi contoh dan teladan bagi pemimpin kita sekarang ini.Wallahu a’lam bishshawab.[]

Comment