Pengungsi Rohingya Terkatung-katung, Di Mana Engkau Wahai Pelindung?

Opini220 Views

 

 

Penulis: Novita Mayasari, S.Si | Pegiat Literasi

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sungguh malang nasib pengungsi Rohingya akibat pengusiran di negara asalnya. Mereka terkatung-katung tiada arah tujuan dengan menaiki kapal seadanya dan jauh dari kata layak.  Selama 11 hari di tengah lautan lepas, mereka berharap bertemu negara yang mau menolong dan menampungnya. Bago mereka bertahan di negara asalnya adalah suatu kemustahilan karena di sana mereka disiksa dan hendak dibinasakan.

Sebagaimana dilansir dari tirto.id (Kamis, 16/11/2023) Azharul Husna sebagai Koordinator Kontras Aceh menyatakan bahwa imigran etnis Rohingnya berdatangan di kawasan Kabupaten Pidie dan Bireuen, Aceh sejak 14 November 2023. Mereka datang melalui jalur laut menggunakan kapal.

Azharul menyebut jumlah imigran Rohingya sebanyak 346 orang yang berada di Pidie dan 249 lainnya di Bireuen. Warga sekitar telah membantu para imigran Rohingnya yang hendak mengungsi. Namun setelah diberi bantuan, para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal mereka.

Betapa terenyuh dan sedih hati mereka. Harapan bertemu dengan negara yang mau menampungnya pun kandas. Indonesia pun berdalih sebagaimana yang disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal menyampaikan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya.  Hal itu berdasarkan pada aturan Konvensi 1951. Maka dari itu Indonesia tidak bisa menampung pengungsi apalagi harus memberikan solusi bagi para pengungsi Rohingya tersebut.

Walaupun kapal para pengungsi telah diperbaiki dan telah disediakan makanan oleh penduduk setempat tetap saja pada akhirnya para pengungsi Rohingnya hingga hari Sabtu 18 November 2023 terombang ambing di perairan Aceh. Entah bagaimana nasib kaum muslim Rohingnya hari ini.

Nasionalisme Penyebab Lenyapnya Persatuan

Meskipun pengungsi kaum muslim Rohingya datang dalam keadaan yang memprihatinkan akibat menyelamatkan diri dari kekejaman rezim Myanmar namun nyatanya tidak ada satupun negara tetangga yang konon mayoritas penduduknya Islam mau menampung muslim Rohingnya.

Hal ini tidak mengherankan terjadi. Akibat nasionalisme akhirnya negeri-negeri muslim enggan menolong dan menampung para pengungsi lantaran mereka berbeda negara.

Sekat nasionalisme membuat kaum muslimin di berbagai negara tertahan bahkan tidak bisa melakukan apa-apa ketika saudara seiman mereka yang berbeda negara mengalami kesulitan.

Jelaslah sudah bahwa nasionalisme yang berasal dari Barat ini sejatinya bermakna sikap pandang individu bahwa kesetiaan mulia dan pengabdian tertinggi diberikan kepada negara. Cinta tanah air begitulah sebagian orang menyebut nasionalisme ini sehingga tidak heran akhirnya paham kebangsaan ini menimbulkan sikap ashabyah (cinta golongan) dan tentunya menghalangi cintanya terhadap sesama kaum muslimin. Kaum muslimin kemudian memposisikan muslim Rohingya sebagai orang-orang pengungsi semata bukan saudara seakidah yang patut untuk ditolong.

Di tambah lagi dengan diterapkannya sistem kapitalisme yang berpijak pada untung dan rugi ini semakin membuat pemikiran negara tetangga muslim tidak tergerak hati menyelamatkan kaum muslim Rohingya. Mereka sadar bahwa  menolong pengungsi Rohingya tidak akan mendapatkan keuntungan material bahkan malah mendapatkan kerugian.

Islam Menyatukan Seluruh Kaum Muslimin

Suatu hal yang wajar ketika pengungsi Rohingya meminta pertolongan kepada Indonesia mengingat penduduk mayoritas di Indonesia adalah muslim dan merupakan negara muslim terbesar di Dunia. Pengungsi Rohingya adalah muslim juga. Di dalam islam sudah seharusnya umat islam di manapun berada adalah saudara. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

Perumpamaan kaum mukmin dalam hal cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, seluruh anggota tubuhnya yang lain merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam (HR Bukhori no.6011, Muslim No.2586 dan Ahmad IV/270).

Maka sudah selayaknya ketika saudara muslim meminta tolong hendaknya saudara yang lain segera menolong tanpa syarat. Namun sayang negara dengan payung kapitalisme enggan menolong para pengungsi tersebut mengingat akan banyaknya uang yang digelontorkan untuk aksi penyelamatan tersebut.

Dalam islam, negara jutru yang berada di garda terdepan dalam upaya menyelamatkan siapapun yang membutuhkan pertolongan. Negara yang akan menampung para pengungsi dan menjadikan mereka sebagai warga negaranya.

Negara dalam Islam tidak akan berpikir ribuan kali untuk mengeluarkan uang yang sangat banyak demi menolong saudara seiman. Kepala negara di dalam islam tidak akan perhitungan terkait biaya ekonomi yang akan digunakan untuk saudara seiman.  Justru itu adalah hal yang tidak seberapa dibandingkan dengan nyawa saudaranya yang harus segera ditolong.

Begitulah di dalam Islam, negara fokus dan meriayah (mengurusi) warga negaranya. Negara dengan segenap kemampuan akan memenuhi sandang, pangan dan papan serta menyiapkan lapangan pekerjan dengan memotivasi para lelaki untuk giat bekerja demi memenuhi nafkah keluarganya.

Negara juga menjamin terkait kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi warga negaranya. Karena hal itu merupakan hal pokok yang seharusnya dipenuhi oleh Negara dalam rangka meriayah rakyatnya agar terlaksana kesejahteraan dalam hidup.

Semoga sang pelindung umat segera Allah hadirkan untuk menolong kaum yang terzalimi di manapun mereka. Wallau ‘alam bisshowab.[]

Comment