Pengungsi Rohingya dan Solidaritas Ummat

Opini113 Views

 

 

 

Penulis : Alin lizia Anggraeni, S.E | Muslimah Peduli Umat

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sejak November 2023, gelombang pengungsi Rohingya semakin masif di Indonesia. Hal ini menimbulkan pro kontra di masyarakat, ada yang menolak dan ada pula yang meminta pemerintah untuk membantu secara maksimal.

Kedatangan mereka, para pengungsi Rohingya tidak lepas dari situasi memburuknya keamanan di kamp pengungsi Cox’s Bazar, Bangladesh. Penolakan ini memicu perdebatan publik di media sosial. Masyarakat terbagi menjadi 2 kelompok antara pendukung dan penolak pengungsi Rohingya.

Ulama Aceh, Abi Hasbi Albayuni meminta kepada masyarakat untuk menghentikan suara penolakan terhadap pengungsi Rohingya. Abi Hasbi juga mengajak masyarakat untuk ikut bersama-sama membantu para pengungsi itu atas dasar kemanusiaan dan saudara seiman.

Menurut Abi Hasbi sebagaimana ditulis serambinews, Rabu (10/1/2024) seharusnya masyarakat tidak boleh menolak, apalagi ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah.

Pimpinan Dayah Thalibul Huda itu menambahkan, segala sesuatu isu tentang etnis Rohingya yang beredar di media sosial belum tentu benar. Sehingga ia mengajak masyarakat Aceh untuk tabayyun atau mencari kejelasan saat menerima berita supaya tidak terpengaruh dengan informasi keliru.

Munculnya isu penolakan terhadap pengungsi Rohingya di Aceh bukanya tanpa dasar. Belakangan ini rakyat Aceh mengeluhkan kelakuan pengungsi Rohingya di lapangan. Dilaporkan beberapa warga Rohingya terlihat membuang sejumlah bantuan pangan ke laut. Ada juga yang lari dari pengungsian atau tidak mematuhi kearifan lokal yang ada. Selain itu isu-isu kebencian , hoaks bahkan ujaran kebencian di media sosial ikut berpengaruh besar.

Salah seorang aktivis terkenal Rohingya yang menetap di London, Nay San Lwin, menjelaskan kondisi muslim Rohingya.  Dalam wawancaranya dengan wartawan Tribun Dhaka, ia mengatakan bahwa orang-orang Rohingya telah menjadi subjek diskriminasi rasial sejak kudeta militer 1962.

Pada 1978, dilancarkan operasi besar-besaran ‘Dragon King’ untuk mengusir orang-orang Rohingya, mengakibatkan lebih dari 250 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh. Sejak itu, orang-orang Rohingya kehilangan banyak hak dasar mereka.

Pada tahun 1982, orang-orang Rohingya kehilangan kewarganegaraan mereka di negaranya sendiri setelah pemberlakuan undang-undang kependudukan yang baru. Kemudian pada 1992, junta militer menerapkan pembatasan-pembatasan keras terhadap mereka, memaksa mereka hidup di penjara-penjara terbuka.

Oleh sebab itu, sungguh memprihatinkan ketika kita menyaksikan penolakan terhadap pengungsi Rohingya ini. Pengungsi Rohingya hidup menjadi manusia yang terombang-ambing di lautan, ditolak oleh negeri-negeri muslim lainnya.

Muslim Rohingya akhirnya terpaksa berjuang sendiri. Negara tujuan (negara penerima) pengungsi yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol Pengungsi 1967 pun masih belum menerima Rohingya. Di antaranya Australia, Selandia Baru, Jepang, sejumlah negara Timur Tengah, sedikit negara di Asia Tenggara, negara-negara di Eropa, hingga Kanada.

Nasionalisme telah menjadi tembok tinggi dan kokoh hingga penguasa negeri muslim tidak bisa menolong muslim Rohingya. Nasionalisme pun memandang Rohingya sebagai beban ekonomi dan mengusir mereka yang putus asa dari wilayah pantai setiap negeri muslim.

Lebih mengiris hati lagi, para penguasa muslim seluruh dunia tidak berbuat banyak untuk membantu penderitaan Rohingya. Sudahlah ditindas karena menjadi muslim, demi menyelamatkan agama dan diri, mereka justru dihujat dengan perkataan yang menyakitkan. Sedangkan Rasulullah saw. telah bersabda:

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak (boleh) menzaliminya dan tidak (boleh) mengabaikannya.” (HR Muslim).

Ke manakah para penguasa negeri-negeri muslim? Di manakah hati para tentara kaum muslimin ketika saudara seaqidahnya dibantai di belahan bumi yang lain? Apakah atas nama nasionalisme mereka tak mau menolong saudaranya sendiri?

Belum sampaikah kabar Rasulullah saw bahwa seluruh kaum muslimin itu bersaudara?

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari-Muslim).

Tidak tahukah mereka bahwa kaum muslim mempunyai tanggungjawab terhadap kaum muslim yang lain?

“Barang siapa yang bangun di pagi hari dan tidak memperdulikan urusan kaum muslimin maka dia tidak termasuk bagian dari mereka (kaum muslimin).” (HR. Al-Hakim dari ibnu Mas’ud)

Berlarutnya masalah yang menimpa saudara-saudara kita di Rohingya di bulan-bulan terakhir ini telah sangat jelas menunjukkan kondisi sebagian umat Islam sekarang. Sungguh sangat menyedihkan. Tidak hanya korban jiwa yang jatuh, tetapi tanah mereka dirampas dan mereka terusir dari tanah yang sejak dahulu nenek moyang mereka tinggal di sana.

Solusi yang dipakai pun hanya solusi tambal sulam dan tidak menyentuh akar masalah, sehingga tidak akan mampu memecahkan persoalan, bahkan malah akan menjadikannya masalah yang berlarut-larut tanpa ada solusi.

Hal ini terjadi karena banyak di antara kaum muslim yang tidak paham tentang fakta atau sejarah tanah Rohingya yang sesungguhnya. Di sinilah pentingnya memahami fakta sejarah negeri-negeri muslim agar umat Islam tidak salah mengambil kebijakan dan solusi.

Sesungguhnya yang terjadi terhadap muslim Rohingya saat ini adalah  ketiadaan pelindung dan junnah (perisai) bagi umat sehingga umat Islam menderita dan menyebabkan malapetaka. Tidak ada yang menolong umat, bahkan membelanya sekalipun, padahal membela sesama muslim yang teraniaya adalah wajib.

Sudah seharusnya seluruh umat muslim di seluruh dunia memberikan perhatian terhadap permasalahan yang menimpa kaum muslim di mana pun, di Uighur, Rohingya, bahkan di tanah Palestina yang penuh berkah.

Umat Islam seluruh dunia mesti bersatu untuk mengembalikan umat Islam Rohingya ke tanah leluhurnya. Oleh karena itu, solusi tuntas masalah ini tidak cukup hanya dengan mengirimkan donasi, boikot, atau doa. Ini semua memang merupakan amal kebaikan, tetapi masih diperlukan usaha yang lebih keras lagi dari umat Islam, yaitu dengan mewujudkan persatuan hakiki yang akan menghilangkan batas-batas wilayah negeri satu dan negeri lainnya.

Dalam pemerintahan Islam, negara  memberi hak kewarganegaraan yang sama bagi semua orang yang hidup di bawah pemerintahannya, terlepas dari agama, ras, ataupun etnisnya. Islam  menyambut terbuka orang-orang yang mencari suaka ke wilayahnya dan menghukum orang-orang yang menganiaya mereka.

Islam menyatukan dan menciptakan keselarasan antara masyarakat yang beragam melalui kebijakan dalam negerinya. Inilah lambang kemanusiaan yang sebenar-benarnya.

Perlindungan di dalam Kekhilafahan tidak hanya diberikan kepada muslim melainkan pada siapapun yang membutuhkan termasuk nonmuslim.

Al-Qur’an telah memberi contoh bagaimana kaum Anshor merespon dan menyambut kaum Muhajirin Mekah dengan tangan terbuka. Mereka mendahulukan kepentingan para pengungsi tersebut meskipun mereka sendiri masih dalam keadaan sempit. Hubungan antar kedua kelompok tersebut bukan lagi antar tamu dan tuan rumah melainkan saudara yang dipersatukan dalam satu ikatan akidah Islam.

Oleh karena itu, sudah saatnya kaum muslim mempelajari Islam secara menyeluruh dan sempurna. Karena dengan islam itu akan terjawab berbagai problematika kehidupan termasuk apa yang dihadapi muslim Rohingya. Islam-lah solusi paripurna yang mampu membebaskan penderitaan muslim Rohingya.

Dalam pemerintahan islam, kezaliman akan ditekan bahkan dihilangkan. Siapapun pelaku kezaliman tersebut. Islam menjadikan perasaan, peraturan, dan pemikiran seluruh kaum muslimin bersatu dalam ikatan yang kuat. Hanya dengan Islam pula, umat mampu terjaga sempurna. Wallahu ‘alam bishowab.[]

Comment