Penetapan Harga Jual Minyak Goreng, Solusikah?

Opini525 Views

 

 

Oleh: Cindy Y.Muthmainnah, Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sebelumnya harga minyak goreng mencapai Rp 20.000/liter. Hal ini naik drastis dari sebelumnya berkisar rata-rata Rp 14.000/liter. Dengan tujuan menstabilkan harga di pasaran, pemerintah mengeluarkan aturan untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga seragam Rp 14.000/liter per 19 Januari 2022 pukul 00.01 waktu setempat.

Ini berlaku di seluruh toko ritel anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Sementara itu, bagi pedagang di pasar, Kemendag memberi waktu satu minggu sejak keputusan ditetapkan untuk mereka menyesuaikan harga jual.

Turunnya harga minyak ini dikarenakan pemerintah menambah alokasi anggaran serta volume minyak goreng bersubsidi. Pada mulanya direncanakan 200 juta liter per bulan kemudian ditambah menjadi 250 juta liter per bulan. Alokasi anggaran pun meningkat jadi Rp 7,6 Triliun.

Dalam kenyataannya, kebijakan pematokan satu harga ini justru berimbas bagi para pedagang yang sudah terlanjur menyetok minyak goreng saat harganya melonjak sebelumnya. Ketika saat ini minyak goreng murah beredar, pilihannya hanya dua yaitu mereka terpaksa mengikuti satu harga tersebut yang otomatis akan merugikan mereka atau pilihan kedua adalah tetap menjual sesuai harga jual saat harganya mahal, dengan resiko barang sulit laku karena prinsipnya pembeli mencari barang yang murah.

Melihat hal tersebut, maka sejatinya pemerintah mengkaji akar masalah melonjaknya harga minyak goreng yang  terjadi sebelumnya.

Kemungkinan kenaikan harga tersebut ada di faktor produksi dan distribusi barang. Faktor produksi yaitu ketika barang langka disebabkan bahan pokoknya sedang langka atau menurun. Bila itu masalahnya, seharusnya dilakukan inovasi di bidang pertanian agar hasil bahan baku bisa berlimpah. Faktor selanjutnya yaitu faktor distribusi, pemerintah harus meneliti apakah ada para pelaku usaha yang “nakal” seperti menimbun barang atau tindakan lain yang menjadikan barang langka sehingga harga meningkat tajam.

Dua faktor tersebut nampaknya belum dikaji dengan baik dan proporsional, sehingga solusi penetapan harga yang diberikan berakibat tambal sulam. Menambal satu masalah tapi menimbulkan masalah lain.

Sementara itu, islam memandang bahwa solusi penetapan harga barang oleh penguasa merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan.

Pada zaman Rasulullah SAW, ketika harga barang-barang naik, Rasulullah diminta untuk menetapkan harga barang. Namun Rasulullah SAW menolak dan bersabda:

“…Aku tidak berharap akan berjumpa dengan (menghadap) Allah SWT, sementara ada orang yang menuntut ku karena suatu kezaliman yang telah aku perbuat kepadanya, baik dalam masalah yang berkaitan dengan darah maupun harta. (HR Ahmad dari jalan Anas).

Demikianlah, Islam melarang adanya pematokan harga disebabkan barang dagangan adalah milik pedagangnya. Tidak satupun orang boleh memaksanya menjual barang dengan harga tertentu, termasuk penguasa sekalipun.

Dalam islam, produksi dan distribusi barang sangat diperhatikan. Mekanisme kontrol keseimbangan harga juga dijamin dalam islam. Misalnya islam melarang adanya penimbunan barang yang dapat menyebabkan barang langka dengan harga melambung.

Demikianlah islam sebagai agama yang sempurna juga turut andil dalam mengatur permasalahan jual beli. Islam bukan sekedar agama ritual yang hanya mengatur ibadah kepada Allah, namun juga mengatur bagaimana manusia seharusnya menjalani hidup. Karena islam adalah pandangan hidup universal.[]

Comment