Penulis: Nurfaidah | Aktivis Mahasiswa
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Seorang warga negara Indonesia (WNI) dilaporkan tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam insiden penembakan di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, pada Jumat dini hari (24/1), sekitar pukul 03.00 waktu setempat.Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), APMM menembaki sebuah kapal yang diduga membawa WNI yang hendak meninggalkan Malaysia secara ilegal.
Di sisi lain, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani, mengecam keras insiden tersebut .
“Kami menyesalkan tindakan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh Otoritas Maritim Malaysia, yang telah menyebabkan satu WNI tewas dan empat lainnya luka-luka,” ucap Christina dikutip Liputan 6 (can.id 27/01/2025).
Belakangan, Kemlu RI memastikan bahwa kala itu, tidak ada perlawanan yang dilakukan para PMI. Keterangan ini didapati Kemlu RI dari pengakuan dua pekerja migran, yakni HA dan MZ, yang menjadi korban penembakan.
Keterangan ini jadi berbeda dengan pernyataan sebelumnya yang disampaikan Direktur Jenderal APMM Laksamana Datuk Mohd Rosli Abdullah, seperti dikutip media Malaysia, New Straits Times, Senin (27/1/2025).
Menurut versi Rosli, petugas APMM mendapatkan perlawanan dari penumpang kapal yang dicurigai petugas.(tirto.id).
LSM Migrant Care mencatat setidaknya 75 pekerja migran Indonesia (PMI) telah meninggal selama 20 tahun terakhir, karena diduga extrajudicial killing atau pembunuhan oleh aparat tanpa proses peradilan di Malaysia.Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo menilai kasus serupa berulang dan menguap tanpa kejelasan.
“Kalau kita merunut peristiwa ini hampir terjadi setiap tahun dan penyelesaiannya enggak pernah tuntas,” kata Wahyu sebagaimana ditulis BBC News Indonesia, Selasa (28/01/25).
Kasus penembakan pekerja migran Indonesia sudah berulang kali terjadi, namun belum ada penanganan yang serius dari pemerintah. Kasus ini menyingkap masalah perlindungan PMI yang tidak pernah terselesaikan.
Banyak pihak dari pemerintah hingga LSM menuntut penyelidikan pada pemeritaan Malaysia tapi mereka lupa akan kelalaian negara dalam memberi perlindungan kepada PMI.
Perlindungan PMI masih menjadi PR besar pemerintah padahal jumlah PMI non prosedural mencapai 5 juta orang (data P2MI November 2024, 1.300 PMI meninggal dalam 3 tahun terakhir). Masalah perlindungan PMI adalah masalah multidemensi yang tidak akan bisa diselesaikan dengan satu kementrian baru.
Ini karena masalah perlindungan PMI menyangkut masalah tata kelola, pengangguran dalam negeri, sindikat perdaganga global, liberalisasi ketenagakerjaan, dan penegakan hukum.
Hal yang masih memungkinkan diperbaiki adalah memperkecil jumlah pekerja migran dengan regulasi yang ketat, dan meningkatkan peluang lapangan kerja di dalam negeri. Sayangnya pemerintah tidak mampu menyusun langkah ke sana karena arah pembangunan yang kapitalistik (mengejar pertumbuhan).
Kesalahan mendasar dari sulitnya memberi perlindungan pada pekerja migran adalah paradigma negara yang keliru, yakni melihat warga negara sebagai tenaga kerja, penghasil remitansi yang menjadi cadangan devisi yang menguntungkan bagi perdagangan internasional dan pembayaran utang negara.
Inilah paradigma kapitalisme, yang menjadikan negara akan selalu lemah dalam memberi perlindungan kepada pekerja migran.
Negara dalam konsep islam melindungi dan memenuhi semua kebutuhan warga negara termasuk dalam hal pekerjaan mereka.
Perbedaan mendasarnya adalah bahwa negara berdiri untuk menerapkan syariat islam sehingga semua kebijakan dan regulasinya bersumber kepada hukum syariat bukan pada nafsu dan kepentingan manusia.
Dalam islam negara wajib hadir sebagai raa’in (pengurus) bagi rakyatnya.Islam memberikan paradigma bahwa warga negara adalah obyek diterapkannya politik ekonomi Islam jadi rakyat adalah pihak yang diurus oleh negara.
Syaikh Abdurrahman al-Maliki Rahimahullah dalam buku Politik Ekonomi Islam halaman 37, juga menjelaskan bahwa negara menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) orang per orang.
Oleh karena itu, setiap warga negara berhak mendapat pelayanan dari negara termasuk kemudahan lapangan pekerjaan.
Negara dalam islam menyediakan lapangan pekerjaan kepada setiap laki-laki karena laki-laki dalam islam diwajibkan dalam mencari nafkah. Penyediaan lapangan pekerjaan ini dipenuhi dengan berbagai mekanisme baik dari sektor ekonomi riil seperti jasa, perdagangan, industri dan pertanian ataupun dari sektor pertambangan yang bisa menyerap banyak tega kerja.
Alhasil warga negara dalam pemerintahan islam tidak harus menjadi PMI hanya untuk mencari pekerjaan dengan kata lain negara dapat memberikan perlindungan terbaik bagi setiap warga negaranya dengan memampukan setiap individu hidup dalam kondisi sejahtera.
Adapun jika ada kasus sindikat perdagangan orang, negara akan menindak tegas dengan sanksi yang menjerakan. Apalagi dalam islam jiwa seorang muslim sangat dijaga dalam Daulah hal ini berdasarkan Dalil Naqli berikut
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muknim tanpa hak” (HR. Nasai dan Tirmidzi)
Inilah konsep islam yang paripurna dalam mengatur urusan manusia dari segala aspek, MasyaALLAH. Wallahu’alam bisshawab.[]
Comment