Penulis: Nirwana Delfianti | Mahasiswi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Jika membahas perihal pemuda bayangan kita pasti terpusat pada manusia berprestasi yang sedang menempuh pendidikan dari umur belia hingga ke jenjang teratas. Atau sosok pembebas negara yang sempat menyandera bapak presiden pertama di zaman penjajahan dulu? Atau sang penakluk Konstantinopel, kota yang sangat terkenal dan susah ditembus musuh pada beberapa abad silam?
Apapun itu, pemuda ialah seseorang yang memiliki banyak potensi di dalam dirinya, dan potensi itu mampu mengantarkan kehidupannya dan menentukan nasib masa depannya kelak.
Untuk mengasah dan mengimplementasikan potensi itu sendiri tentulah dibutuhkan wadah agar dapat tertampung dan tersalurkan, dan lembaga pendidikan menjadi sarana dan fasilitas para pemuda generasi bangsa untuk menyalurkan segala potensi yang ia miliki, dan mendapat didikan ilmu pengetahuan.
Namun, apakah sarana pendidikan sekarang seperti sekolah sudah tersebar rata dan menjalankan fungsinya sebagai wadah pencetak generasi muda? Faktanya, masih banyak saudara kita di luar sana, terlebih lagi yang tergolong kurang mampu belum dapat merasakan fasilitas tersebut.
pembangunan sekolah-sekolah juga belum dilakukan secara merata terutama di bagian wilayah-wilayah pelosok yang belum terlalu mengenal dunia luar (modern). Ada juga sekolah yang didirikan di wilayah pelosok namun fasilitas yang dimiliki masih jauh dari kata sempurna dan jumlah yang masih bisa dihitung jari sehingga banyak masyarakat yang ingin belajar namun terhalang sarana transportasi ke sekolah itu.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 kemarin menunjukkan angka putus sekolah pada jenjang SD mencapai 0,13%, SMP 1,06 %, dan SMA 1,38 % (Kompas.id, 26/6/2023), dengan total murid SD mencapai 24.035.934 orang, SMP 9.970.737 orang, dan SMA 5.317.975 orang. Hal ini belum terhitung sekolah jenjang PAUD/TK dan sekolah kejuruan.
Tak hanya itu, ada beberapa sekolah yang menetapkan beban biaya bulanan (SPP) kepada masyarakat yang ingin bersekolah ditempat tersebut.
Adanya biaya tambahan seperti biaya seragam, buku ajar dan alat-alat tulis juga menjadi salah satu alasan para pemuda generasi berpikir dua kali untuk menempuh pendidikan di bangku sekolah.
Belum lagi jika sudah memasuki pendidikan jenjang perkuliahan. Para pelajar mahasiswa lebih dibebankan lagi dengan biaya UKT serta kebutuhan sampingan yang mirisnya membuat para pemuda sekarang lebih memilih menganggur atau bekerja dibanding menuntut ilmu yang menjadi kewajiban para pencetak generasi muda.
Sehingga hasil dari banyaknya beban pikiran dan pengeluaran, banyak pelajar mahasiswa melakukan pelanggaran fatal dan merugikan. Tak sedikit yang terlibat jeratan pinjol atau bahkan melakukan pekerjaan haram yaitu open BO dengan alasan kekurangan ekonomi dan memuaskan keinginannya dalam hal material.
“Itu bukan solusi. Harusnya ada pembiayaan bantuan pemerintah untuk pendidikan. Bukan justru memakai platform pinjol, ini kan jebakan.” Kata Prof Ridha, Rabu (31/1) seperti ditulis situs Analisa.daily.
Tidak cukup dengan kurangnya sekolah, fasilitas tak layak, bahkan biaya tinggi, kurikulum membebani pelajar serta masalah lingkungan yang terjadi dalam bangku pendidikan seperti bullying, tawuran, maupun penyimpangan lain pun tak jarang ditemui.
Lantas apa tindakan negara akan hal ini? Sebagaimana dipaparkan Prof.Ridha – hal ini sudah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah untuk meringankan masalah rakyat yang dinaunginya terutama dalam hal pendidikan. Dengan program beasiswa bagi pelajar tak mampu atau pelajar berprestasi?
Hal ini memang solusi, tetapi hanya solusi jangka pendek. Solusi ini lagi-lagi tak tersebar rata dan kadang salah sasaran dalam memilih kandidat beasiswa. Jadi intinya, program ini tak ampuh jika dijadikan solusi.
Hasil dari cueknya penguasa dalam problem pendidikan yang terjadi saat ini ialah, banyak pemuda pencetak generasi yang melakukan pelanggan. Mereka yang pada hakikatnya menempuh ilmu pengetahuan dengan tenang, aman dan damai terganggu akibat banyaknya hambatan.
Tetapi, inilah wajah dan tujuan sebenarnya dari sistem kapitalisme yang diterapkan negara dan seluruh dunia saat ini. Lagi-lagi hanya pihak yang memiliki modal yang berkuasa dan menjadi pengendali, sehingga orang bawah tak dapat berkutik. Rasa tidak peduli pada masyarakat bawah benar-benar sudah mendarah daging.
Selain itu sistem yang diemban oleh dunia sekarang ini mendorong para pemuda untuk berjiwa material. Menerapkan metode setelah lulus menuntut ilmu, harus lanjut bekerja di perusahaan atau lembaga-lembaga.
Efeknya, para pemuda saat ini berlomba-lomba menghasilkan cuan dan melupakan kewajiban lain. Dengan sarana pekerjaan yang disediakan lebih luas dan mudah. Sehingga banyak pemuda saat ini lebih mengutamakan menuntut materi dan memuaskan hidup dengan bergelimang duniawi dibanding menuntut ilmu untuk memuaskan akal serta memperkuat potensi.
Rata-rata pemuda bangsa yang sedang menempuh pendidikan juga dibebani dengan biaya yang terkadang sulit di mumpuni. Sehingga jalan untuk tetap mempertahankan diri dalam dunia pendidikan ialah dengan bekerja sampingan sebagai modal untuk pembayaran, atau bahkan ada yang berhenti karena tak mampu.
Sangat berbanding terbalik dengan sistem pendidikan pada masa pemerintahan Islam dahulu. Di masa itu lembaga pendidikan disediakan secara gratis namun pelayanan dan fasilitas yang diberikan sangat lengkap dan memuaskan para pelajar untuk mewujudkan mimpinya.
Pada masa daulah Abbasiyah, ilmu pengetahuan berkembang pesat. Banyak ilmuwan yang lahir pada masa itu. Seperti bapak kedokteran modern Ibnu Sina, ilmuwan matematika Al-Khawarizmi, para 4 imam madzhab yang paling berpengaruh di dunia yakni imam Hambali, Maliki, Syafi’i, dan Hanafi.
Masih banyak lagi para tokoh muslim yang ilmu pengetahuannya bisa kita rasakan saat ini. Bahkan saking luar biasanya pendidikan berkembang di era peradaban Islam, banyak pelajar dari luar yang ingin menuntut ilmu di sana.
Dari hal ini sudah tergambar jika sistem pendisikan Islam diterapkan di masa sekarang ini, percayalah tak ada lagi generasi yang miskin ilmu. Seluruh sarana dan fasilitas digratiskan tanpa pandang bulu. Sebab, Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sehingga seluruh umat yang ada dalam naungan-Nya harus dapat tersentuh dengan ilmu.
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim). Wallahu ‘alam.[]
Comment