Pendidikan Makin Komersil, Apa Kabar Rakyat Kecil?

Opini186 Views

 

 

Penulis: Ninis | Aktivis Muslimah Balikpapan

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pupus sudah harapan anak bangsa yang ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi (PT) karena terkendala biaya. Pasalnya, serentak PTN menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tak ayal hal tersebut menimbulkan protes dari kalangan mahasiswa yang tidak setuju dengan kenaikan UKT. Dengan masifnya penolakan kenaikan akhirnya pemerintah mengurungkan niatnya menaikkan UKT sementara waktu.

Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Ditjen Diktiristek Tjitjik Srie Tjahjandarie pun merespon protes dari mahasiswa. Ia mengatakan bahwa Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) saat ini belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Ia juga menjelaskan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier, tidak masuk ke dalam program wajib belajar selama 12 tahun.

Di kutip dari laman resmi Unmul, bahwasanya Unmul juga telah merilis biaya pendidikan untuk 2024/2025 yang terdiri dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) atau uang pangkal. UKT sejatinya biaya yang dikeluarkan mahasiswa setiap semesternya baik yang masuk lewat jalur SNBP, SNBT, hingga jalur mandiri.

Dalam biaya UKT Unmul 2024 yang terbaru, terlihat rata-rata UKT dibagi menjadi 8 golongan. Namun, ada juga yang 6, 7, bahkan 9 golongan. Biaya kuliah UKT di Unmul tertinggi untuk tahun 2024 yaitu Rp25 juta yaitu S1 kedokteran. Selanjutnya biaya UKT termurah semua jurusan S1 yaitu golongan kelompok 1 Rp500 ribu. (kaltim.tribunnews.com/2024/05/21).

Mencetak generasi cerdas dan berkualitas nampaknya makin jauh panggang dari api. Pasalnya, PT tempat untuk mencetak kaum intelektual dan ahli makin sulit diakses. Lantas apa yang menyebabkan biaya UKT dan IPI kian tak terjangkau?

Pendidikan Dikomersilkan

Jika ditelusuri, biaya kuliah yang terus naik tidak bisa dilepaskan dari Kebijakan pemberian otonomi kampus yang termaktub dalam UU 12/2012. Kebijakan tersebut telah menjadikan PT berlomba-lomba menjadi PTNBH agar bisa mandiri mengelola rumah tangganya. Kebijakan tersebut menjadikan PT bebas bekerja sama dengan industri mana pun, serta berhak membuka atau menutup prodi sesuai keinginannya.

Terlebih, konsep triple helix (kerja sama antara pemerintah, industri dan PT) kian masif. Alhasil, orientasi pendidikan tak lagi pada terciptanya SDM berkualitas yang siap memimpin bangsa. Melainkan lebih banyak demi memenuhi tuntutan dunia industri yakni sebatas tenaga buruh. Tengok saja riset-riset yang terus berkembang akhirnya sekedar memenuhi kebutuhan industri.

Sejak itu, sistem demokrasi membuat berbagai payung hukum yang melegalkan liberalisasi pendidikan. Dengan tetap menjamin pendidikan sebagai komoditas bisnis, pro pasar industri, dan mengebiri peran negara sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan.

Kebijakan di atas, menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan yang diperjual belikan. Hubungan yang dibangun antara negara dan rakyat layaknya pedagang dan pembeli. Selanjutnya posisi penguasa hanyalah sebagai regulator dan fasilitator yang menjadi perpanjangan tangan kepentingan para kapitalis. Inilah wajah buruk dari penerapan pendidikan yang kapitalistik.

Pendidikan Tanggung Jawab Negara

Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap rakyat. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab penuh untuk menyediakan pendidikan terbaik. Konsep pendidikan dalam Islam bersifat merata dan tidak mahal sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar.

Untuk membiayai pendidikan, negara memiliki alokasi tersendiri yakni dari Baitulmal. Pemasukan Baitul Maal diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan umat yakni di sektor pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Selain itu pemasukan Baitulmal didapatkan dari pembayaran jizyah, kharaj, fai’, ghanimah. Namun, jika dana di Baitulmal defisit atau tidak mampu mencukupi kebutuhan pendidikan, maka negara akan mendorong kaum muslim menginfakkan hartanya untuk pendidikan. Jika belum cukup, maka pembiayaan akan dialihkan kepada para aghniya (orang kaya).

Islam melarang keras adanya campur tangan atau bahkan pengalihan pembiayaan pada korporasi. Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu memberikan jaminan pendidikan terbaik kepada seluruh masyarakat. Alhasil, mencetak generasi emas yang memiliki kepribadian Islam dapat diwujudkan oleh negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan (kaffah).

Semua hal tersebut dilakukan negara karena Allah yang memerintahkan wajibnya menuntut ilmu bagi seorang muslim, bahkan menjanjikan akan menaikkan derajatnya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw saw., “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah).

Sebagaimana juga firman Allah Taala dalam ayat, “…Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS Al-Mujadalah [58]: 11).

Demikianlah tanggung jawab negara dalam menyediakan layanan pendidikan yang terbaik dan dapat diakses bagi seluruh rakyatnya. Sebagaimana dulu di masa keemasan islam lahir banyak polimath, tenaga ahli di berbagai bidang karena didukung penuh oleh negara. Wallahu A’llam Bi Showab.[]

Comment