Oleh : Risma Febrianti, Mahasiswi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Secara bahasa pengertian pemuda adalah seorang laki–laki atau perempuan yang sudah mencapai tahap dewasa. Frase paling sering didengar kepada seorang pemuda adalah harapan bangsa. Hal ini sejalan dengan pendapat Taufik Abdullah (1974) yaitu pemuda adalah generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2022 sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori pemuda. Angka tersebut porsinya mencapai 24% dari total penduduk.
Seyogyanya, hal ini menjadi harapan untuk Indonesia dengan presentase besar pemuda itu artinya juga sebagai agen perubahan bagi negara.
Ironi hal ini malah menjadi bumerang bagi Indonesia. Karena pada faktanya pemuda di Indonesia begitu banyak melakukan penyimpangan, baik secara norma, agama, dan penyimpangan seksual.
Seperti pada kasus ratusan pelajar SMP dan SMA di Ponorogo hamil di luar nikah, karena usia di bawah 19 tahun mereka mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama Ponorogo.
Sesuai Undang-Undang Nomor 1/1974, diubah dengan UU Nomor 16/2019 tentang pernikahan bahwa, boleh menikah minimal usia 19 tahun. Jika usinya masih kurang, maka harus mendapat putusan dispensasi nikah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama.
Dilansir dari iNews.Purwokerto.id, dispensasi pun direalisasikan karena disebut keadaan mendesak, di mana kondisi siswi atau pelajar ini dalam keadaan hamil.
“Semuanya dikabulkan karena semuanya sudah memenuhi unsur mendesak. 7 orang itu semuanya anak sekolah. Anak kelas 2 SMP dan 2 SMA,” kata Humas Pengadilan Agama Ponorogo, Ruhana Faried seperti ditulis laman iNews, Selasa (10/1/2023).
Jumlah dispensasi nikah di Pengadilan Agama Ponorogo sangat banyak. Tahun 2021 sebanyak 266 pemohon, tahun 2022 191 pemohon, bahkan minggu pertama 2023 sebanyak 7 orang memohon dispensasi nikah, yang semuanya siswa kelas 2 SMP dan SMA.
Terungkap bahwa kasus ini bermuara dari kegiatan pacaran dan melakukan hubungan suami istri lebih dari satu kali hingga akhirnya hamil.
Bila ditelisik bahwa pada kasus ini pernikahan bukanlah sebuah solusi. Karena dampak domino dari kasus ini begitu besar, mulai dari ketidaksiapan anak usia dibawah 19 tahun sebagai orangtua, pengasuhan yang tidak maksimal bagi sang anak, dan karena tidak adanya efek jera. Kasus ini bisa menjadi contoh bagi remaja lain untuk melakukan hal yang sama, yaitu mereka tidak takut pacaran dan berhubungan bak suami istri.
Tentu saja, hal ini tidaklah tanpa sebab. Kapitalis-sekuler adalah penyumbang besarnya kasus-kasus kriminal yang terjadi. Dibuktikan dengan pola hidup hedonisme yang meningkat di jiwa para pemuda, mengikuti budaya liberal, dan norma agama tidak lagi diperhatikan, akhirnya pergaulan bebas tak terelakan.
Masih banyak kasus serupa di Indonesia, seharusnya ini menjadi alarm bagi masyarakat untuk mengkontrol sekitarnya, bagi keluarga untuk menjaga anak-anak dari pergaulan bebas, dan bagi negara untuk menata keberlangsungan hidup yang sejahtera dan jauh dari penyimpangan bagi remaja khususnya.
Bila berbicara pemuda dalam Islam maka hal ini tak akan terjadi, bahkan pada masa kejayaan Islam, tumbuh pemuda hebat dari segala bidang seperti Muhammad Al Fatih (22 tahun) yang menaklukkan Konstantinopel ibu kota Byzantium.
Ada pula Abdurrahman An Nashir (21 tahun). Pada masanya Andalusia mencapai puncak keemasannya. Dia mampu menganulir berbagai pertikaian dan membuat kebangkitan sains yang tiada duanya.
Pemuda Islam tidak disibukkan dengan kemewahan dunia dengan segala hedonisme di dalamnya. Mereka sibuk belajar dan beribadah kepada Allah saja. Hingga akhirnya menjadikan mereka pemuda cerdas yang taat pada Tuhan-nya.
Maka, sudah menjadi jawaban bahwa dengan islam semua akan terjaga dari kasus-kasus yang sudah di luar nalar kini. Karena sungguh Islam adalah rahmatan Lil Alamin, rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.[]
Comment