Oleh: Reka Nurul Purnama, Ibu Pendidik Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA- Miris, menjelang Ramadhan konser salah satu grup wanita K-Pop atau GirlBand Korea malah digelar di Jakarta. Tepatnya di Stadion Utama Gelora Bung Karno tanggal 11-12 Maret dengan sangat sukses.
Bagaimana tidak sukses, official penyelenggara konser Blackpink ini berhasil mendatangkan Blink – sebutan untuk penggemar Blackpink- sebanyak lebih dari 70.000 penonton sebagaimana ditulis liputan6.com (13/03/2023).
Mulai dari kalangan pemuda masyarakat biasa sampai selebritis yang terkenal tajir, semua ikut berjingkrak menonton konser ini, merasa terhibur dengan kecantikan dan kelihaian dance dari empat personel Blackpink. Sampai-sampai instagram dibanjiri postingan artis dan selebram yang menggambarkan kepuasan dan kebanggaan karena sudah menonton konser Blackpink.
Mengenai jumlah rupiah yang harus dikeluarkan untuk konser ini, ternyata ada cerita dari salah satu fans Blackpink di mana dia bercerita fans Blackpink harus bersusah payah mendapatkan tiket, Lisda menyampaikan saat pembukaan tiket BLACKPINK November lalu, fans hanya diberi waktu membeli tiket selama 15 menit, seketika itu tiket habis dan banyak dari fans yang tidak mendapatkan tiket.
Ia mengatakan calo yang berkeliaran justru menjual harga dua kali lipat harga asli. Sebetulnya harga tiket termurah konser Blackpink adalah Rp.1.385.000 sampai tiket termahal Rp.3.835.000, namun ketika membeli tiket di calo saat di lokasi, harga tiket bisa mencapai Rp. 10 juta seperti ditulis kompas (11/03/2023).
Ini sangat fantastis dan mengejutkan. Para pemuda berani mengeluarkan uang puluhan juta hanya untuk menonton konser Blackpink? Tentu yang harus fans siapkan bukan hanya uang tiket tapi juga akomodasi menuju ke GBK Jakarta, makan dan minum, belum penginapan dan aksesoris Blackpink. Apakah ini prestasi atau menunjukkan kemunduran pemuda saat ini?
Mari kita bahas. Di negeri mayoritas muslim ini kita tidak bisa lepas dari nilai atau norma agama terkhusus ajaran-ajaran Islam, pun kita adalah seorang hamba Allah yang harus mentaati seluruh perintah-Nya. Konser ini sudah jelas menabrak beberapa ajaran Islam, seperti menampakan aurat, jadwal konser yang dekat dengan waktu shalat magrib -yang waktunya sempit- penonton yang bercampur baur laki-laki dan perempuan, belum lagi lenggak lenggok personil Blackpink yang mengundang teriakan penonton.
Maka beberapa point itu sudah menggambarkan betapa konser Blackpink ini tidak seharusnya diperjuangkan oleh sosok pemuda muslim. Sudahlah jauh dari ajaran Islam, dan itu hanya sekedar hiburan yang melenakan.
Pengamat geopolitik sekaligus Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika mengingatkan, K-pop tidak lebih sekadar alat penjajahan Barat berkedok wajah ketimuran.
”Penjajahan yang berlangsung lebih halus, mengeksploitasi kelabilan jiwa anak muda, menguras kantong mereka, dan membuat mereka memiliki loyalitas patologis pada “berhala-berhala” idola mereka,” ungkapnya. (14/03/2023 Muslimah news).
Karakter pemuda muslim lebih cenderung berjuang untuk mendapatkan tiket konser daripada berjuang untuk pergi ke mesjid -seperti shalat berjamaah dan menuntut ilmu. Kecendrungan ini merupakan karakter yang ditularkan Barat.
Pedoman hidup Barat itu bebas dalam segala hal dan cenderung tidak ingin diatur (liberal). Pedoman Barat lainnya dalam kehidupan adalah tidak melibatkan agama dalam kehidupan (sekuler).
Antusiasme pemuda terhadap konser ini sudah mencerminkan bahwa pemuda muslim saat ini sudah berkarakter sebagaimana orang-orang barat memiliki karakter, yaitu liberal dan sekuler. Sehingga munculah karakter pemuda muslim dengan mengidolakan yang tidak seharusnya diidolakan seperti contoh mengidolakan grup wanita K-pop Blackpink apalagi sampai rela melakukan apapun untuk bertemu idolanya.
Lalu yang paling menyedihkan adalah hilang dibenaknya idola yang seharusnya diidolakan seperti mengidolakan Rasulullah dan ajarannya -Islam-, sehingga malas mengkaji ilmu Islam dan pergi ke mesjid.
Karakter pemuda muslim yang seharusnya adalah yang seperti disampaikan sebuah hadist, yaitu ada tujuh golongan yang mendapat naungan Allah SWT kelak pada hari kiamat.
Tujuh golongan ini termaktub dalam sejumlah kitab hadits shahih dan turut disebutkan dalam Thaharah al-Qulub wa al-Khudhu’ li ‘Allam al-Ghuyub karya Syaikh Abdul Aziz ad-Dirini. Mereka adalah imam atau pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya bergantung ke masjid, dua orang yang saling mencintai dan berpisah karena Allah SWT, laki-laki yang menolak diajak berzina, orang yang sedekah sembunyi-sembunyi, dan orang yang berzikir dalam keadaan sepi hingga meneteskan air mata. (27/12/2022 detik.com).
Apabila realita pemuda muslim saat ini tidak seperti hadits di atas maka betapa sudah jauhnya pemuda kita hari ini dari prinsip-prinsip Islam yang seharusnya nampak di dalam pola sikap dan pola pikir mereka. Itupun sekaligus menampakan betapa karakter Barat sudah menjadi lifestyle pemuda kita saat ini.
Krisis karakter pemuda muslim saat ini adalah tanggung jawab semua pihak. Baik orangtua di rumah, masyarakat di lingkungan, guru di sekolah, juga negara sebagai pemegang regulasi. Jangan sampai pemuda kita semakin jauh dari nilai Islam dan semakin dekat dengan ide barat yaitu liberal dan sekuler.
Sebagai seorang ibu tentu yang saya harapkan adalah anak-anak muslim saat ini memiliki karakter yang sesuai dengan tuntunan Islam menjadi anak sholeh dan shalihah. Namun hal inii pada prakteknya sama sekali tidak diprioritaskan oleh negara sebagai pemegang kebijakan.
Terbukti ada salah satu menteri yang kenyatakan konser ini adalah berkah karena meningkatkan UMKM masyarakat, padahal dampak buruknya jauh lebih besar dari aspek ekonomi yaitu bobroknya moral pemuda. Visi orangtua dengan visi negara terlihat tidak sinkron, orangtua ingin anaknya shalih shalihah namun regulasi masih mempersilahkan paham liberal dan sukuler masuk ke negeri kita dengan konser-konser artis luar negeri salah satunya.
Maka haruslah negara itu memiliki visi yang sesuai dengan Islam untuk para pemudanya, namun hal itu rasanya mustahil ketika negara tidak menjadikan Islam sebagai landasan dalam konstitusi.
Maka adalah suatu kebutuhan bagi negara menjadikan Islam sebagai landasan dalam bernegara untuk membangun pemuda berkualitas gemilang, di rindu syurga.
Terlebih di momen Ramadhan saat ini harus menjadi momentum perubahan kepada perubahan menuju Islam di baik individunya, masyarakat secara menyeluruh dan juga negara. Wallahu’alam.[]
Comment