Oleh : Arini Faaiza*
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Generasi muda adalah masa depan bangsa. Maju atau mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari para pemudanya. Persoalan pemuda sangat erat kaitannya dengan pendidikan.
Untuk menyediakan pendidikan berkualitas serta kesempatan seluas-luasnya dalam mengembangkan potensi generasi muda, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggandeng Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka untuk menyelenggarakan program Bangun Kualitas Manusia indonesia (Bangkit) 2021.
Ini merupakan program pembinaan yang ditawarkan pada mahasiswa di semua perguruan tinggi Indonesia. Setidaknya ada 3.000 talenta digital terampil yang dijaring untuk mendapatkan kompetensi dalam bidang machine learning, mobile development, dan cloud computing.
Pada akhir program mereka dibekali keahlian teknologi dan soft skill sebagai bekal untuk dapat bekerja di perusahaan terkemuka. (kompas.com, 08/01/2021)
Keseriusan pemerintah dalam menyediakan pendidikan yang bersinergi dengan dunia usaha tak hanya dilakukan pada perguruan tinggi, pendidikan menengah pun tak luput dari perhatian pemerintah.
Ditjen Vokasi Kemendikbud melakukan penyesuaian kurikulum Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) guna mendukung link dan match untuk menyelaraskan pendidikan dengan dunia industri.
Mata pelajaran teori akan dikontektualisasikan menjadi vokasional, misalnya matematika menjadi matematika terapan. Praktek kerja industri minimal satu semester atau lebih, terdapat pelajaran base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama tiga semester, dan penyediaan mata pelajaran pilihan selama tiga semester. Misalnya, siswa jurusan tehnik mesin boleh mengambil mata pelajaran jurusan marketing.
Skema pendidikan vokasi dibuat agar lulusan pendidikan menengah dan tinggi dapat terserap lebih banyak ke dunia usaha.
Hal ini dapat dilihat dari kurikulum yang dibuat demi memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam sektor industri. Sekilas kebijakan ini tampak sangat membantu lulusan SMK untuk mendapatkan pekerjaan, akan tetapi bila dilihat lebih jauh kurikulum pendidikan di negeri ini hanya sebatas mencetak lulusan yang siap kerja.
Tidak sedikit perusahaan swasta yang telah membina dan bekerja sama dengan SMK, sehingga lulusan terbaik dari SMK tersebut dapat langsung bekerja dan mengabdikan diri pada perusahaan. Kondisi ini menunjukkan lemahnya peran negara, akibatnya perusahaan swasta lah yang lebih berperan aktif dalam mengentaskan pengangguran di negeri ini.
Maka pendidikan yang lahir dari sistem kapitalis ini mendidik siswa untuk menjadi tenaga kerja dan buruh industri, sehingga pada akhirnya mental yang terbentuk adalah mental sebagai pekerja bukan mental pelopor industri.
Akibatnya generasi ini mulai lupa dan tak menyadari hakikat dirinya sebagai agen perubahan dan pemimpin peradaban bangsa. Kesehariannya hanya disibukkan dengan pekerjaan agar mampu bertahan di alam kapitalis yang notabene segalanya dinilai dari materi.
Negara tidak boleh lepas tangan terhadap esensi dan tujuan pendidikan nasional dan dengan suka rela menyerahkan potensi unggul generasi penerus bangsa ini untuk mengabdi pada korporasi semata.
Pendidikan menjadi instrumen penyokong kapitalisme global melalui investasi dan revolusi industri. Alhasil generasi ini tak dapat mengembangkan potensi dan kemampuannya untuk mandiri dan menciptakan lapangan kerja, apalagi menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.
Jika kapitalisme hanya mencetak generasi yang siap kerja, maka Islam tidak demikian. Sistem ini mampu melahirkan generasi unggul yang memiliki visi dan misi membangun peradaban bangsa dan mengerahkan segenap kemampuan dan potensinya semata-mata demi kemaslahatan umat.
Generasi muslim di masa lalu dididik dengan tsaqofah Islam, sehingga memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan tuntunan hukum syariat. Mereka adalah generasi muslimin yang di banggakan oleh Rasulullah saw. Seperti dalam sabda Beliau:
“…sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu).” (HR. Abu dawud, Nasa’i, dan Ibnu Hibban)
Maka tidak lah mengherankan pada masa kejayaan Islam banyak terlahir generasi-generasi hebat, selain piawai dalam ilmu pengetahuan, kesalihannya pun tidak diragukan. Seperti Muhammad Al Fatih sang penakluk Konstatinopel, Ibnu Al-Haitham yang menciptakan teknologi optik yang digunakan pada perangkat kamera, Abbas bin Firnas yang membuat konstruksi dasar alat terbang bersayap yang menyerupai burung dan berhasil menerbangkannya di Spanyol.
Masih banyak lagi profil ilmuwan lainnya yang dihasilkan dari sistem pendidikan Islam yang diterapkan oleh Islam pada masa keemasannya.
Pendidikan di dalam Islam merupakan kebutuhan pokok yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Oleh karenanya negara wajib memberikan pendidikan gratis dan berkualitas bagi setiap warganya.
Ketersediaan lapangan kerja juga dibebankan pada penguasa, bukan malah diserahkan kepada korporasi swasta seperti yang lazim terjadi dalam sistem kapitalis.
Untuk mencetak agen perubahan bangsa yang unggul dan mumpuni, menguasai ilmu pengetahuan saja tidak lah cukup, dibutuhkan kurikulum pendidikan yang berbasis pada syariat Islam agar generasi ini mampu menorehkan sejarah seperti para pendahulunya.
Hal tersebut hanya dapat terwujud jika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan umat. Wallahu a’lam bi ash shawab.[]
*Pegiat Literasi, Member AMK
_____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang
Comment