Pemuda dalam Pusaran Fitnah Syahwat

Opini270 Views

Penulis: Rizki Utami Handayani, S.ST | Pengajar di Ma’had Pengkaderan Da’i

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pemuda adalah harapan masa depan. Begitulah seharusnya. Karena waktu akan terus berlalu, zaman akan berganti dan merekalah yang akan mengisi peradaban di masa yang akan datang. Tentunya kita berharap kehidupan itu adalah kehidupan yang jauh lebih baik dan berkualitas daripada kita hari ini.

Masa muda adalah masa di antara dua kelemahan, kelemahan masa kanak-kanak dan masa lanjut usia. Tapi ternyata segudang masalah ada pada mereka.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.

Hal itu diungkapkan BKKBN berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017. (Sumber : www.bkkbn.go.id)

Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur. Dengan kata lain semakin banyak terjadi seks di luar nikah. Fenomena dari maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan dari beberapa faktor. Dimulai dari adanya perubahan pada tubuh wanita yang setiap tahunnya mengalami kemajuan masa pubertas sekaligus masa-masa menstruasi.

Fakta lainnya terletak pada pengaruh media sosial. Sistem pendidikan di Indonesia belum memasukkan bahaya seksualitas dalam kurikulum pendidikan. Lalu didukung dengan gaya masyarakat yang malas membaca sehingga pengetahuan mengenai seks dan reproduksinya tidak maju, akan tetapi hasrat seksualnya yang semakin maju. (Sumber : www.liputan6.com)

Hal ini dinilai berdampak kepada tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga kasus penjualan atau pembuangan bayi. Selain itu, remaja yang sudah berhubungan seksual akan berdampak kepada moralitasnya. Akibatnya, tidak fokus melanjutkan pendidikan hingga menentukan masa depan karena mementingkan kesenangan sesaat saja.

Tingginya angka anak melakukan hubungan seksual ini harus menjadi perhatian orang tua. Orang tua diminta untuk menguatkan pendidikan karakter dan pendidikan agama anak. Orang tua memiliki peran besar. Sekolah atau guru juga harus berperan memberikan edukasi kepada anak. (Sumber: www.metro.batampos.co.id)

BKKBN mendorong Kemenristekdikbud ataupun Dinas Pendidikan agar memasukkan pendidikan bahaya seks bebas dalam kurikulum. Pengetahuan yang kurang mengenai dampak seks bebas disinyalir menjadi salah satu penyebabnya.

Seks bebas diakibatkan oleh masalah mental dan ekonomi. Mereka ingin mendapatkan uang dengan instan. Kurang pengawasan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Ketidakharmonisan dalam keluarga turut andil dalam kasus remaja yang telah melakukan seksual menjadi tinggi.

Sebagai upaya penyelesaian masalah remaja, sudah dilakukan juga forum GENRE (GENerasi beREncana) hingga tingkat kelurahan, GENRE merupakan program yang dikembangkan oleh BKKBN dengan kelompok sasaran program remaja yang berusia 10-24 tahun tapi belum menikah.

Mengajak remaja menyongsong masa depan sehingga terbebas dari pergaulan seks bebas dan pernikahan dini. Karena salah satu penyebab stunting ialah pernikahan dini, jadi jika mereka tidak dibekali akibatnya bisa terjadi kasus stunting (Sumber : www.batampos.jawapos.com)

Kurangnya kasih sayang orang tua dalam bentuk quality time dan komunikasi dua arah menyebabkan anak seringkali mencari kasih sayang di luar rumah. Anak yang memiliki kemarahan dan dendam pada orang atau ketidakpuasan pada situasi tertentu serta tidak memiliki nilai spiritual juga lebih mudah melakukan hubungan seksual di usia remaja.

Pendampingan rutin dari guru serta sistem konsekuensi yang jelas dari pihak sekolah terkait siswa yang melakukan seks bebas dan bimbingan konseling di sekolah juga sangat diperlukan. Misalnya dengan membuat program konseling rutin. Selain itu, perlu ada juga perlu adanya program keagamaan yang menarik untuk menanamkan nilai spiritual pada anak. (Sumber: www.ameera.republika.co.id)

Permasalahan remaja ini adalah permasalahan yang kompleks untuk menyelesaikannya tentu membutuhkan langkah terpadu dan menyeluruh. Tidak cukup hanya dengan memberikan edukasi tentang bahaya seks bebas. Bahkan bahaya besar bila yang diberikan adalah pendidikan seks dan reproduksi dalam model budaya Barat seperti yang dipraktekkan saat ini, seperti program CSE (Comprehensif Sexuality Education) yang digagas oleh WHO.

Di dalamnya sarat akan nilai-nilai peradaban Barat yang permisiv (serba boleh), dari mulai penerimaan terhadap LBGTQ dan SOGIE (Sexual Orientation, Gender Identity, Expression, Sex characteristic). Jelas ini bertentangan dengan nilai ketimuran dan nilai-nilai agama yang masyarakat anut, khususnya di Indonesia.

Paradigma Islam dan Barat secara diametral saling bertentangan satu sama lain. Dalam pandangan Barat, yang sekarang menjadi paradigma umum di masyarakat terkait dengan remaja adalah bahwasannya remaja (teenager/murahaqoh) merupakan masa mencari jati diri. Secara bahasa murahaqoh ini bermakna kedunguan, kebodohan, kejahatan, gemar melakukan kesalahan dan kedzaliman.

Tentu berbeda dengan Islam dalam memandang usia – yang sebenarnya adalah usia emas, yang disebut dengan istilah syabab (pemuda).

Fase manusia dalam Islam adalah fase pengasuhan (hadhanah), kemudian fase di mana sudah bisa membedakan baik dan buruk namun belum aqil baligh, semuan fase setelah baligh yaitu syabab/pemuda (tamyiz). Maka, jelaslah bahwa murohaqoh berbeda dengan pemuda.

Dr. Khalid Asy-Syantut menyampaikan dengan tegas bahwasannya sudah waktunya kita membuang istilah murohaqoh dan menegaskan bahwa istilah yang dipakai oleh Nabi Muhammad SAW adalah syabab (pemuda) dalam bahasa arab memiliki akar kata awal segala sesuatu, indah, tumbuh, kekuatan. Ini bukan hanya sekedar pembahasan istilah, tapi ada nilai di balik istilah tersebut.

Menurut Dr. Majid ’Irsan al-Kailani dalam Falsafah At-Tarbiyah Al-Islamiyah beliau menyampaikan bahwa murohaqoh bukan fenomena yang harus terjadi pada perkembangan manusia. Ini merupakan masalah yang mungkin dihindari sama sekali dalam kehidupan setiap pribadi. Murohaqoh adalah merupakan penyakit dari berbagai penyakit masyarakat kapitalis.

Senada dengan yang disampaikan oleh Dr.Abdurrahman Al ’Aisawi dalam Sikolojiyah al Murohiq al Muslim al Mu’ashir, bahwasannya pertumbuhan seksual di usia murohaqoh tidak mesti menyebabkan krisis. Tetapi sistem masyarakat hari inilah (kapitalisme-sekuler) yang bertanggung jawab terhadap krisis murohaqoh. (Sumber: Buku Remaja antara Hijaz dan Amerika karya Ust.Budi Ashari, Lc )

Miris memang, makin muda usia pelaku seks bebas ini sebagai tanda kerusakan perilaku yang sangat parah, yang bersumber dari rusaknya asas kehidupan. Pendidikan seks dan reproduksi yang ditawarkan sebagai solusi, hanya akan menambah parah persoalan karena lahir dari paradigma Barat yang bertentangan dengan Islam. Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, yang memancarkan tata aturan kehidupan yang terpancar darinya. Penerapan konsep syariat Islam dalam kehidupan akan menjaga kemuliaan generasi dan peradaban.

Mari kita mulai dengan belajar secara mendalam tentang Islam yang sebenarnya bisa menjadi penawar atas segala penyakit yang ada di tengah masyarakat.

Sebagai langkah awal mewujudkan pemuda generasi emas sebagai tonggak peradaban mulia. Wallahu’alam bishowab.[]

Comment