Pemimpin Baru dalam Sistem Demokrasi, Wujudkan Harapan Rakyat?

Opini19 Views

 

Penulis: Siska Ramadhani, S.Hum | Freelance Writer

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Prabowo telah melewati kekalahan beberapa kali untuk menduduki bangku kekuasaan sebagai presiden. Hingga akhirnya ia berhasil terpilih sebagai Presiden bersama Gibran sebagai Wakil Presiden periode 2024-2029.

Prabowo Subianto merupakan Presiden Republik Indonesia ke delapan dan Gibran Rakabuming Raka merupakan Wakil Presiden Republik Indonesia ke empat belas yang resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 di Senayan, Jakarta.

Pidato pertama beliau sebagai presiden yang disarikan oleh Kompas.com terlihat begitu optimis dan membara. Secara keseluruhan isi pidato beliau menampakkan kesungguhan untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat Indonesia. Parabowo sadar betul bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat, kedaulatan berada ditangan rakyat, maka sudah semestinya berkhidmat kepada seluruh rakyat. [1]

Kenyataan Pahit

“Kedaulatan di tangan rakyat” termasuk azas dari sistem demokrasi. Demokrasi, merupakan sistem politik yang telah lama bertahta di negara ini. Sudah 79 tahun demokrasi ini diterapkan di Indonesia dengan tujuh kali berganti kepemimpinan, namun masih menyisakan kekacauan.

Statement menarik datang dari pemimpin negara AS yang telah menerapkan demokrasi selama ratusan tahun, John Quincy Adam. John meragukan kebertahanan demokrasi di negara Amerika serikat. Keraguannya timbul melihat fakta demokrasi yang semakin jauh dari harapan semestinya.[2]

Berbicara mengenai Demokrasi, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, di mana kedaulatan atau kekuasaan berada di tangan rakyat. Alias rakyat yang berhak membuat dan menentukan peraturan. Dikarenakan jumlah rakyat sangat banyak, maka proses pembuatan aturan diwakilkan kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

Pahitnya, ketika pembuatan sebuah aturan diberikan kepada segelintir orang dalam sistem demokrasi, maka tidak heran akan begitu besar peluang terjadinya praktik kecurangan. Karena, setiap manusia mempunyai banyak akal dan banyak kepentingan. Mementingkan diri sendiri dan orang terdekat adalah sebuah keniscayaan dalam demokrasi.

Sebut saja UU Minerba yang memberi keleluasaan besar kepada korporat untuk menguasai kekayaan alam di Indonesia. Sedangkan rakyat yang tinggal di wilayah yang SDAnya dirampas, hidup bak “ayam mati di lumbung padi”. Kemudian, UU Pilkada yang terbukti telah melumpuhkan integritas Mahkamah Konstitusi demi melanggengkan kekuasaan. Miris!.

Nahasnya, rakyat Indonesia belum menyadari kerusakan demokrasi dengan jernih. Hal ini tampak pada banyak rakyat yang denial, menganggap demokrasi sebagai sistem yang tepat untuk politik di Indonesia. Mengenai kerusakan yang tiada henti, dianggap hasil dari pejabat dan korporat maruk yang berada dalam demokrasi.

Harapan Sesungguhnya

Optimis seharusnya terpatri dengan kokoh pada sistem shahih nan membawa berkah. Sistem ini turun langsung dari pencipta alam semesta, Dzat yang Maha Mengetahui peraturan yang baik bagi manusia. Apabila aturan ini diterapkan dalam semua sistematika kehidupan, maka akan mendatangakn rahmat bagi sekalian alam.

Aturan tersebut ialah sistem Islam yang pernah diterapkan hampir 14 abad lamanya. Di bawah kepemimpin seorang yang takut kepada Rabb, sehingga betul-betul memperhatikan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat. Karena ia sadar bahwa tanggung jawab besar yang dipikul saat berhadapan langsung dengan Allah swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pemimpin yang takut pada Allah dan menerapkan sistem Islam secara holistik sangat begitu realistis untuk mewujudkan harapan rakyat. Sejarah telah membuktikannya, dan telah diabadikan dalam berbagai karya.

Salah satunya karya dari Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki rahimahulLâh, Sayyid berkata “Andai kaum muslim hari ini menerapkan hukum-hukum fikih dan (syariat) agama ini, sebagaimana generasi pendahulu mereka (pada masa lalu), niscaya mereka menjadi umat yang paling maju dan paling bahagia.” (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Syarî’atulLâh al-Khâlidah, hlm. 7).

Berharap pada pemimpin yang berada di bawah sistem demokrasi rusak ibarat “pungguk merindukan bulan”, mustahil!. Sekalipun yang berkuasa adalah orang yang betul-betul ingin mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, tapi sistem demokrasi tidak mendukung tekad mulia tersebut.

Tiada jalan lain untuk mewujudkan harapan rakyat selain menerapkan kembali sistem Islam secara kaffah (menyeluruh) yang adil bagi semua manusia. Seiring dengan itu mencampakkan jauh-jauh sistem rusak demokrasi ala Barat dalam kehidupan. Wallahu’alam bishawab.[]

Referensi:
[1] kompas.com
[2] gmfus.org/news

Comment