Pemilu Antara Demokrasi dan Berbagai Kepentingan

Opini166 Views

 

 

Penulis: Milda, S.Pd | Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap aliran dana sebesar Rp195 miliar dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai politik atau parpol.

Kepala Biro Humas PPAT, Natsir Kongah mengatakan langkah PPATK mengungkap aliran dana luar negeri ke parpol sebagai bentuk kepedulian untuk menjaga demokrasi di tanah air.

Temuan ini merupakan hasil dari pantauan Tim Khusus PPATK sejak awal tahun 2023 yang dipantau dari aliran International Fund Transfer Instruction Report dari perbankan.

Seperti apa temuan PPATK terhadap aliran dana luar negeri ke parpol? Selengkapnya simak dialog Shafinaz Nachiar dengan Kepala Biro Humas PPAT, Natsir Kongah dalam Profit, CNBCIndonesia Jum’at (12/01/2024).

Pemilu yang tinggal menghitung hari kian panas. Parpol sibuk mendata rakyat untuk dapat memenangkan calon pilihannya.

Pesta rakyat yang diadakan 5 tahunan juga melahirkan berbagai polemik, salah satunya adalah adannya aliran dana dari pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari calon penguasa terpilih.

Adanya aliran dana ini mengundang masalah baru yang bisa merugikan negara bahkan menjadi penyebab hilangnya kedaulatan negara. Hal ini niscaya terjadi dalam sistem politik demokrasi liberal. Mereka rela menyodorkan dana sebesar-besarnya dan ini tentu seperti pepatah yang lazim kita dengar, “Tidak ada makan siang gratis” atau “Ada udang di balik batu.”

Semua menjadi keniscayaan mengingat politik dalam sistem demokrasi liberal ini berbiaya tinggi, sehingga rawan adanya kucuran dana berbagai pihak yang ingin mendapatkan bagian dalam pemerintahan. Akibatnya Parpol dalam sistem demokrasi liberal kehilangan nilai nilai idealisme dan rawan dibajak oleh kepentingan pemodal. Bahkan siapapun yang terpilih kelak tetap oligarkilah pemenangnya.

Demokrasi liberal yang dianut Barat melahirkan sikap moral yang rusak dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Saat kemenangan diraih, semua kebijakan pada akhirnya akan diintervensi oleh para pemilik modal yang telah mendukung dan memberikan dana pada parpol yang memenangkan pemilu tersebut.

Pemilu yang dijalankan dalam sistem demokrasi liberal sangat berbeda dengan sistem Islam. Demokrasi liberal ala Barat yang kapitalistik melahirkan para politikus oligarki yang menyetir segala bentuk kebijakan berdasarkan asas manfaat.

Islam bukan sekedar mengatur tentang aktivitas ibadah namun juga memiliki seperangkat aturan mengenai sistem politik. Jika aturan tersebut diterapkan maka akan memberikan rahmat bagi seluruh alam. Politik Islam merupakan jalan yang mampu mengantarkan manusia pada penyelesaian segala problem yang dihadapi rakyat secara umum. Dengan pelaksanaan politik Islam maka rakyat akan mendapatkan keadilan dan kesejahteraan.

Dalam Islam pemilihan pemimpin dilakukan dengan sederhana, efektif, efisien dan hemat biaya. Proses pemilihan kholifah Utsman Bin Affan berlangsung sederhana, jauh dari intervensi dan aluran dana pihak luar. Para calon juga jelas, mereka yang punya rasa takut kepada Allah SWT sehingga jauh dari usaha dan upaya pencitraan yang sarat janji-janji manis sebagai lips service.

Dalam politik Islam seorang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin sadar benar tentang amanah yang diberikan. Maka yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang mampu membawa perubahan dan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi seluruh umat.

Bagi kholifah, tugas utama dalam pemerintahannya adalah menerapkan Islam secara kaffah berdasarkan Al-Qur’an. Seorang kholifah harus memahami bahwa segala tugas mereka hanya mengabdi kepada Allah SWT yang akan dipertanggung-jawabkan kelak.

Dalam mengangkat dan menentukan seorang kholifah islam menempuh cara yang simpel, efektif,  efisien dan ekonomis yakni musyawarah dan bai’t. Ini berbeda dengan model pemilu dalam demokrasi liberal yang sangat mahal biaya.

Namun demikian dalam bai’at ini tidak menepikan integritas pemimpin. Dalam bai’at tersebut terdapat perjanjian untuk menerapkan hukum-hukum Allah SWT melalui kebijakan yang berkaitan dengan masalah kaum muslim dan masyarakat umum.

Pemilihan kholifah (Pemimpin)  bisa juga dengan melalui musyawarah oleh para wakil rakyat seperti Abu Bakar yang dibai’at in’iqad. Pergantian khalifah tidak seperti sistem demokrasi liberal ala Barat yang diadakan 5 tahunan melainkan penunjukan sebagaimana dalam pemilihan Umar Bin Khattab menjelang wafatnya Abu Bakar.

Dengan Islam, maka tidak akan didapatkan aliran dana dari pihak asing yang mengantarkan mudharat. Maka, sudah saatnya kembali pada politik Islam sebagai solusi atas masalah dan jalan untuk meraih kekuasaan dan seorang pemimpin yang tepercaya. Wallahu a’lam Bishowab.[]

Comment