Pembunuhan oleh Remaja, Bukti Gagalnya Sistem Kapitalis

Opini285 Views

 

Penulis: Hamsina Halik | Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Begitu miris melihat kondisi generasi muda saat ini, jauh dari kata baik. Kekerasan hingga pembunuhan mewarnai kehidupan sebagian generasi muda, termasuk remaja. Rela melakukan apa saja, tak peduli benar atau salah, halal atau haram.

Terbaru, kabar mengejutkan datang dari seorang remaja yang masih duduk di kelas 3 SMK tega menghabisi nyawa satu keluarga dengan parang. Kasus ini terjadi di salah satu daerah Kalimantan Timur.

Kepolisian Resor Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, menduga motif pembunuhan yang terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu ini karena persoalan asmara antar remaja dan dendam pelaku terhadap korban. Diketahui, pelaku dan korban saling bertetangga. (news.republika.co.id, 8/2/2024)

Tak hanya melakukan pembunuhan, pelaku juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya berinisial SW. Setelah melakukan pemerkosaan terhadap jasad korban RJS pelaku juga mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp 363 ribu dan pulang ke rumah dan berganti pakaian.

Pengaruh Sistem yang Diterapkan

Kasus ini hanyalah satu diantara berbagai potret buram generasi saat ini dalam sistem kapitalisme. Tak sekali ini saja kasus pembunuhan dilakukan oleh remaja. Berulangnya kasus pembunuhan menunjukkan gagalnya sistem pendidikan di negeri ini untuk mewujudkan anak didik yang berkepribadian baik dan terpuji.

Terlebih, sistem pendidikan kapitalisme sekuler hanya mencetak generasi yang tidak memahami tujuan hidupnya yang benar. Generasi jauh dari agamanya, akidah dan keimanannya sedemikan rapuhnya, mengakibatkan lemahnya kontrol diri. Hingga mudah terpengaruh. Sehingga melahirkan generasi yang minim akhlak, nirempati, dan tega.

Di satu sisi, keluarga sebagai pendidik utama dan sekolah pertama bagi anak, tak menjalankan fungsinya dengan benar. Anak tak dididik dengan penanaman akidah yang kokoh sejak dini. Apalagi jika kedua orangtuanya disibukkan di luar untuk mencari nafkah, hingga tak punya waktu yang cukup buat berkumpul dengan anak-anaknya dan memberi perhatian lebih kepada mereka.

Masyarakat dan lingkungan tempat tumbuh kembang anak pun sangat mempengaruhi. Jika lingkungan itu adalah lingkungan yang buruk, kemaksiatan didalamnya adalah hal yang dianggap biasa dan individu masyarakatnya pun bisa hidup berdampingan dengan kemaksiatan itu, maka karakter anak yang terbentuk pun akan seperti itu.

Apatah lagi dalam lingkup negara, baik buruknya generasi dipengaruhi oleh sistem yang diterapkan. Saat ini, di negeri ini sistem kapitalisme menjadi asas kehidupan. Dibangun diatas empat pilar kebebasan yang dikemas cantik atas nama HAM dan feminisme. Membuat remaja serba bebas dalam berbuat.

Selain itu, berulangnya kasus pembunuhan menunjukkan sistem sanksi yang diterapkan tidak efektif dalam menjaga masyarakat. Hukum yang ada tidak mampu memberi efek jera. Hal ini wajar karena sistem sanksi hari ini tidak bersumber dari Sang Pencipta, Allah Swt melainkan dari akal buatan manusia yang sifatnya terbatas – tak luput dari kesalahan dan kelemahan.

Namun, beda halnya dengan Islam. Dalam sistem Islam, hukum yang diterapkan bersumber dari Allah Swt. Maka penyelesaian kejahatan atau tindak kriminal harus disandarkan kepada hukum syariat-Nya. Islam memandang semua adalah kejahatan yang layak diberi sanksi. Sanksi diberikan kepada mukallaf, yakni orang yang sudah akil (berakal), baligh (dewasa) dan melakukan perbuatan atas dasar pilihan sadar. Bukan karena dipaksa atau berbuat di luar kuasanya.

Sanksi dengan Efek Jera

Untuk kasus remaja SMK ini, ada empat kejahatan yang dilakukan, yaitu minum minuman keras, membunuh, memperkosa dan mengambil harta korban atau mencuri. Maka untuk menindak kasus tersebut negara dalam dengan sistem Islamnya akan menerapkan sistem sanksi Islam atau uqubat.

Minum minuman keras atau khamr, akan dikenai sanksi hudud. Yaitu, dicamcuk 80 kali di tempat umum. Hukuman ini dijatuhkan pengadilan setelah adanya dua saksi yang adil atau pengakuan dari pihak pelaku. Dengan syarat peminum khamr tersebut adalah muslim, baligh, berakal, tidak dipaksa, mengerti hukum keharamannya, sehat dan tidak sedang sakit. Jika sedang sakit, hukumannya harus ditangguhkan hingga sembuh. Jika sedang mabuk harus ditangguhkan hingga sadar.

Adapun pembunuhan yang dilakukannya, ada beberapa sanksi diantaranya; (1) hukuman mati (qishas), (2) Membayar diyat kepada keluarga korban ketika keluarga korban memaafkan pelaku. Diyatnya adalah memberikan 100 ekor unta, 40 ekor diantaranya dalam keadaan bunting (hamil). Bagi yang mempunyai dinar atau dirham, diyat tersebut senilai 1.000 dinar atau 12.000 dirham, dan (3) Memaafkan, ketika keluarga korban tidak menuntut hukuman mati dan tebusan dari pembunuh.

Adapun tindak pemerkosaan yang dilakukan dihukumi had Zina Ghairu Muhsan (belum menikah) yakni dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun.

Sementara perbuatan mengambil harta korban (mencuri) bisa dihukumi sanksi hudud mencuri ketika telah sampai nishab harta curian. Atau dihukumi sanksi ta’zir ketika harta yang diambil dibawah nisab harta curian.

Dengan penerapan sanksi hukum di atas, tidak lain berfungsi sebagai Yaitu efek jawabir (penebus dosa) bagi si pelaku di akhirat. Dan efek zawajir (pencegah) agar masyarakat tidak melakukan kejahatan serupa.

Dengan demikian setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Semua ini hanya akan terwujud manakala kembali menjadikan hukum-hukum Allah sebagai pengatur kehidupan manusia. Wallahu a’lam. []

Comment