Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi

Opini272 Views

 

 

Oleh: Moni Mutia Liza, S.pd, Pegiat Literasi Aceh

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) merupakan lembaga negara yang bertujuan untuk memberantas tindak pidana korupsi. Namun alangkah sayangnya lembaga yang di banggakan rakyat ini ternyata banyak melakukan praktik pungli yang mencengangkan. Pungutan liar sendiri merupakan tindakan korupsi dan termasuk kejahatan luar biasa yang harus dicabut hingga ke akar-akarnya. Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron seperrti ditulis detiknews.com (/25/06/2023) menjelaskan bahwa praktik pungli di rutan KPK terjadi selama bulan Desember 2021 – Maret 2022 dengan besaran pungli mencapai Rp 4 miliar.

Ibarat duri dalam daging, korupsi sejatinya musuh bersama yang begitu merugikan negara dan rakyat Indonesia. Akan tetapi mengapa kasus korupsi kian merambah ke berbagai sektor dan lembaga negara? Bahkan lembaga KPK sendiri yang “melibas” koruptor terdapat bibit-bibit koruptor yang mencoreng nama baik KPK selama ini. Ada apa dengan negara ini?

Apakah sudah tidak ada lembaga yang bersih dan bebas dari korupsi?  Lantas ke mana rakyat harus meletakkan kepercayaannya jika semua sektor dan lembaga negara digerogoti “tikus berdasi”?

Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia sebagaimana ditulis kompas.com (01/02/2023) meraih skor 37 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari Transparency International Indonesia (TII) dengan peringkat 102 dari 180 negara, sementara posisi Indonesia di Kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat 7 dari 11 negara.

Dari data dan fakta yang ada menunjukkan bahwa kondisi negeri ini sudah sekarat namun ditutupi dengan berbagai propaganda agar terlihat baik-baik saja.

Akar dari “meroketnya” praktik korupsi adalah adanya kesempatan dan peluang ditambah dengan sanksi yang “jompo” membuat para koruptor tidak jera bahkan “benih-benih” koruptor kian subur menancapkan akarnya dalam praktik ini hingga melibas uang negara dengan nilai fantastis.

Kapitalisme liberal dalam konsep demokrasi merupakan sistem yang rentan terhadap tindak korupsi. Sanksi tegas undang-undang, nyatanya hanya teori belaka. Terbukti dari tahun ke tahun praktik haram ini terus dilakoni di berbagai posisi dan level. Hukum dan sanksi sangat mudah diotak-atik asalkan ada backing yang kuat dan harta yang banyak. Itulah wajah sistem Kapitalisme-liberal ala demokrasi yang mengusung slogan dari, oleh dan untuk rakyat.

Berbeda dengan Islam yang menutup rapat pintu praktik perilaku haram ini. Fatwa MUI pada Musyawarah Nasional tahun 2000 mengaskan bahwa korupsi merupakan tindakan pengambilan sesuatu di bwah kekuasaannya dengan cara yang batil menurut syariat Islam. Al-Quran surah Al-baqarah ayat 188 menegskan: “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil….”.

Adapun praktik pungli atau korupsi masuk dalam bab fiqih jinayah. Dengan demikian korupsi merupakan jarimah taksir yang hukumannya ditentukan oleh penguasa. Salah satu sanksi hukum yang diberikan pada pelaku korupsi atau pungli adalah hukuman mati. Hal ini disebabkan perbuatan tersebut dapat merugikan keuangan negara dan kelangsungan hidup masyarakat.

Meskipun demikian, sistem Islam memiliki cara preventif agar tidak terjadi prkatik pungli atau korupsi dengan cara menanamkan aqidah yang lurus di berbagai kalangan. Islam menerapkan sanksi tegas agar perbuatan tersebut tidak diulangi kembali. Semua ini akan terwujud bila Islam diimplementasikan secara menyeluruh dalam lingkup keluarga, masyarakat bahkan negara. Wallahu’alam.[]

Comment