Pelangi yang Meresahkan Umat

Opini818 Views

 

 

Oleh: Uthe Setya, Aktivis Muslimah Jembrana-Bali

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Rencana kunjungan utusan Amerika Serikat (AS) ke Indonesia, Jessica Stern untuk urusan HAM LGBTQI+ pada tanggal 7-9 Desember 2022 akhirnya batal karena mendapat penolakan keras dari pihak DPR, sejumlah tokoh, dan MUI.

Awalnya rencana kunjungan tersebut seperti ditulis tribunnews.com (1/12) bertujuan untuk mendiskusikan tentang HAM dan memajukan LGBTQI.

Wakil Ketua Umum MUI mengatakan bahwa kedatangan Jessica Stern dapat merusak nilai luhur agama dan budaya.
Sebenarnya apabila kita lebih jeli, kita dapat melihat bahwa tujuan AS mengirimkan utusannya ke RI adalah mempropagandakan LGBTQI+ ke Negara-negara lain.

AS ingin mendapatkan dukungan untuk eksistensi kaum LGBTQI+ agar diterima di tengah masyarakat dengan dasar demokrasi. Dubes AS menyatakan bahwa diskusi yang awalnya akan digelar karena dua Negara, AS dan RI sama-sama menjunjung tinggi nilai demokrasi, toleransi, HAM serta keragaman.

Pemerintah AS sendiri secara resmi telah menerima keberadaan LGBTQI+ atau yang biasa kita dengar dengan istilah kaum pelangi. Bahkan pada Juli 2022 AS telah meresmikan rancangan undang-undang untuk melindungi kaum pelangi ini.

Jadi, meskipun Jessica Stern batal datang, bukan berarti agenda AS untuk LGBTQI+ ini berhenti begitu saja. Propaganda ini kian massif oleh berbagai pihak termasuk PBB. Contohnya, Antonio Guiteres yang mengecam Negara yang anti LGBTQI+ seperti Brunei Darussalam.

Namun sayangnya, walaupun MUI menolak eksistensi LGBTQI+ karena berlawanan dengan Islam, masih ada umat islam yang menjadi pendukung keberadaan kaum pelangi ini atas dasar toleransi HAM. Padahal sudah jelas penyimpangan orientasi seksual ini diharamkan oleh Allah, maka apa yang sudah diharamkan Allah, tidak ada lagi alasan bagi umat Islam untuk mendukung mereka.

Saat ini, sungguh populasi kaum pelangi ini sudah makin luas. Kita dapat melihat istilah bagi kaum ini makin banyak. Awalnya kita hanya mengenal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), sekarang sudah ada lagi Q (queer) dan I (intersex) yang disertai lambang + (plus) yang mana maknanya masih ada lagi pelaku penyimpangan seksual yang merasa belum memiliki golongan untuk dapat mewakili kelainan orientasi seksualnya.

Menurut informasi, di Indonesia saja jumlah kaum ini sudah mencapai 3% dari total penduduknya 275,36 juta jiwa per Juni 2022, itu pun hanya persentase di RI belum termasuk persentase skala dunia.

Dapat kita bayangkan kerusakan yang diakibatkan oleh LGBTQI+ ini sudah di depan mata. Padahal perlindungan atas eksistensi mereka belum dilegalkan oleh seluruh Negara di dunia. Kerusakan nasab (silsilah) karena akan banyak kelahiran bayi dari sewa rahim, belum lagi penyakit HIV AIDS.

Menurut data Kemenkes tercatat bahwa Bali termasuk dalam ranking 6 tertinggi kasus HIV AIDS tertinggi di Indonesia dengan jumlah 28.376 kasus yang tercatat, tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi kasus yang belum tercatat oleh Kemenkes (baca: detik.com 22/8).

Dari sekian banyak kasus di Indonesia 18,7% penyebabnya adalah hubungan homoseksual.

Islam telah mengatur dengan sebaik-baiknya perkara hubungan antarmanusi terkait perkara naluri seksual yang sudah menjadi fitrah setiap manusia. Maka Islam mengajarkan cara-cara untuk menghindarkan umatnya dari penyimpangan seksual. Karena banyak faktor yang dapat menjadi pendukung penyebab adanya kaum pelangi ini. Contohnya, dari tontonan, pergaulan, efek trauma psikis dalam keluarga dan masih banyak lagi. Mirisnya saat ini semakin majunya zaman justru terjadi kemunduran berpikir manusia yang bisa kita lihat saat ini makin banyak “panggung” yang diberikan kepada  kaum pelangi.

Sistem kapitalisme sekuler seolah menjadi bagian dari kaum tersebut yang semakin memudahkan mereka mendapat penghasilan. Kini banyak pria berpenampilan wanita demi meraup keuntungan dengan berbagai peran.

Sebenarnya, dalam Islam pria boleh menari mengingat hukumnya mubah (boleh), akan tetapi perlu diingat kembali sebagai muslim patutnya tidak tenggelam dalam hal-hal berbau hiburan apalagi hingga melenakan banyak waktunya.

Harapan kaum muslim di Indonesia agar terhindar dari kelompok LGBTQI+ kian jauh, disebabkan oleh RKUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022 tidak terdapat pasal pidana bagi pelaku LGBTQI+ ini. Dengan kata lain, kaum pelangi ini mulai mendapat penerimaan sosial. Sungguh berseberangan dengan Islam yang mana Allah dengan tegas menciptakan manusia hanya dengan 2 gender saja, wanita dan pria.

Seluruh aturan yang Allah turunkan semata-mata sebagai bentuk perlindungan Islam pada umatnya. Menutup aurat secara sempurna bagi wanita di hadapan waria pun adalah salah satu syariat karena waria hakikatnya adalah pria.

Sungguh ironis sekali Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim dan tidak sedikit pula ormas Islam dan ulama di dalamnya namun tidak dapat memberantas kaum LGBTQI+.

Kegagalan ini adalah hasil dari banyak pihak yang mendukung keberadaan mereka. Harusnya sebagai muslim kita kembali mengingat dahsyatnya hukuman yang Allah jatuhkan pada kaum nabi Luth AS. Rakyat, umat islam – sejatinya bersama-sama berupaya kembali pada syariat Islam serta menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi untuk kasus LGBTQI+ ini. Wallahu a’lam bi showab.[]

Comment