Pelaksanaan Ibadah Haji, Di Mana Peran Negara?

Opini660 Views

 

 

Penuliss : Pipit Ayu S.Pd, Ibu Rumah Tangga

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Keputusan pemerintah membatalkan keberangkatan Jamaah haji tahun 2021 sudah didengar oleh masyarakat.

Kementerian Agama RI menyebutkan ada sejumlah pertimbangan yang dijadikan alasan keputusan ini diantaranya alasan Kesehatan dan keselamatan jiwa jamaah lebih utama. Hal ini pun dilakukan guna menjaga dan melindungi WNI, baik di dalam maupun luar negeri.

Kebijakan ini juga dianggap sebagai bentuk upaya pemerintah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 yang sempat mengalami lonjakan pasca libur lebaran kemarin.

Dengan adanya kebijakan ini, maka jemaah haji asal Indonesia batal berangkat untuk kedua kalinya setelah larangan pertama diberikan pada 2020 lalu.

Dikutip dari https://www.cnbcindonesia.com/ 6 juni 2021, Yaqut mengatakan, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 perihal Pembatalan Keberangkatan Haji tersebut.

“Kami, pemerintah melalui Kemenag menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Pemberangkatan Ibadah Haji 1442 H/2021 M,” kata Yaqut dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (3/6/2021).

Meski pertimbangan-pertimbangan itu sudah dijabarkan, namun pertanyaan-pertanyaan muncul ditengah masyarakat soal alasan pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji 2021. Dikutip dari https://news.detik.com/ 5 juni 2021 ada beberapa issu yang beredar ditengah masyarakat , mulai dari isu soal dana haji 2021, minim nya lobi pemerintah Indonesia ke Arab Saudi, sampai pada Isu Haji 2021 batal karena utang RI ke Saudi. Ada juga yang menganggap keputusan pembatalan ini terburu-buru.

Dilansir dari Republika.co.id sabtu 5 juni 2021 Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah haji tahun ini sudah melalui kajian mendalam dan tidak dilakukan dengan terburu-buru.

“Semua upaya kita lakukan, meski faktanya, sampai 23 Syawal 1442 H, Kerajaan Arab Saudi belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 M,” tegas dia.

Keputusan pemerintah ini pun patut dipertanyakan. Jika alasannya adalah melindungi jamaah dari bahaya virus covid 19 dan waktu persiapan penyelenggaraan ibadah haji terlalu singkat sedangkan jumlah kuota belum dapat difinalisasi, pemerintah masih bisa melakukan upaya persiapan layanan dalam negeri.

Pemerintah bisa mempersiapkan misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji, penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas dan pelaksanaan bimbingan manasik. Sehingga pemerintah bisa mengeksekusi layanan haji Ketika pemerintah Saudi sudah memberikan keputusan.

Melihat hal ini, Imam Besar Islamic Centre New York, Shamsi Ali juga mengungkapkan kekecewaannya. Shamsi Ali pun mempertanyakan alasan di balik pembatalan tersebut, apakah masalahnya dari pemerintah Arab Saudi atau Indonesia.

Shamsi menambahkan, jika memang tidak bisa mengirimkan terlalu banyak jamaah, seharusnya pemerintah Indonesia mengusahakan mengirimkan perwakilan jamaah.

Menurut Shamsi, pemerintah seharusnya mengerahkan seluruh upaya terbaiknya agar para jamaah bisa berangkat Haji. Namun, bila masalahnya ada di pihak Indonesia, kata Shamsi, ini adalah hal yang rumit. (https://www.indozone.id/Jumat, 04 Juni 2021).

Haji adalah sebuah kewajiban seorang hamba. Maka bentuk pengaturan negara untuk penyelenggaraan haji semata-mata untuk memfasilitasi seseorang untuk beribadah. Selain sarana dan prasarana yang sangat diperhatikan pemerintah dalam rangka mengoptimalkan ibadah haji, pemerintah pun harus mempertimbangkan pengaturan kuota haji dan umroh.

Sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jamaah haji dan umroh. Pengaturan kuota bisa berdasarkan dalil kewajiban bahwa haji dan umroh hanya sekali seumur hidup. Negara bisa memprioritaskan jamaah yang belum pernah pergi ke Makkah.

Rasulullah SAW pernah berkhutbah dihadapan kami dan berkata, “Allah telah mewajibkan haji pada kalian”. Lantas Al-Aqro bin habis, ia berkata, “Apakah haji tersebut wajib setiap tahun?”beliau bersabda,”Seandainya ia, maka akan ku katakana wajib (setiap tahun). Namun haji Cuma wajib sekali. Siapa saja yang lebih dari sekali maka itu hanyalah haji yang sunnah.” (HR.Abu Daud,Ibnu Majah,An Nasai,Ahmad. Alhafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadist ini shahih).

Selanjutnya kuota pun bisa berdasarkan hadist bahwa kewajiban haji hanya berlaku bagi mereka yang mampu. Sehingga yang belum mampu tidak usah mendaftar karena belum terkena taklif hukum. Pengaturan seperti ini akan meminimalisasi potensi antrean yang Panjang. Sebagaimana disebutkan dalam QS.Ali Imran : 97.

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam”.

Penyelenggaraan haji lebih dilihat dari aspek persiapan diranah ekonomi saja. Bukan pelayanan penguasa dalam memfasilitasi warganya dalam beribadah.

Lebih dari itu adanya keputusan penundaan atau penghentian ibadah haji dikhawatirkan terhapusnya syiar-syiar Allah.

Lebih dari itu, ibadah haji adalah salah satu ibadah yang menjadi bagian dari syiar agama Islam. Maka dari itu pengelolaannya pun didasarkan pada asas bahwa pemerintah adalah pengurus bagi rakyat nya. Sehingga mereka dapat beribadah dengan nyaman.

Misalnya saja pada masa Utsmaniyah, khalifah Abdul Hamid II saat itu khilafah membangun transportasi massal di Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji.

Pembuatan sarana transportasi bukan bersumber dari jamaah haji melainkan dari pos pemasukan negara yaitu fai, pengelolaan kepemilikan umum dan sedekah. Inilah bentuk tanggungjawab negara terhadap rakyatnya.

Bentuk tanggungjawab negara yang seperti ini dalam rangka memberikan layanan yang terbaik agar mereka dapat beribadah sekaligus menyiarkan agama Allah. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh penguasa ber-mindset Syariah islam kaffah yakni khilafah islam. Wallahu’alam Bisshawab.[]

Comment