Oleh : Ika Mayasari, S.ST, Pemerhati Remaja
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kala generasi bablas bergaul tanpa berpikir, fenomena Married By Accident (MBA) pun terus bergulir seakan tiada akhir. Ini menjadi pertanda sebuah kegagalan pendidikan yang kembali terukir. Agama dan moral pun kian jauh tersingkir.
Begitulah rasa kecewa yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas tatkala menanggapi kabar ratusan pelajar yang masih berusia anak-anak hamil di luar nikah di Ponorogo.
Anwar merefleksikan fenomena ini sebagai kondisi yang memalukan dan sebagai tanda gagalnya mendidik anak-anak Indonesia untuk memiliki akhlak dan budi pekerti baik. Kesalahan ini tidak bisa dipikul sendirian oleh pihak sekolah dan orang tua, melainkan kepada masyarakat dan pemerintah.
“Karena selama ini semua kita hanya sibuk memikirkan masalah ekonomi dan politik saja dan abai terhadap masalah agama dan budaya yang harus ditanamkan dengan baik kepada anak-anak kita,” kata dia sebagaimana dittulis laman media cnnindonesia
Di laman timesindonesia.co.id, Rektor IAIN Ponorogo Evi Muafiyah juga angkat bicara terkait fenomena yang menampar dunia pendidikan itu.
“Kasus tersebut bukan pure kesalahan anak, melainkan orang-orang dewasa terkhusus orang tua ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya yang kurang meningkatkan komunikasi dan pengawasan sehingga anak-anaknya terlibat dalam pergaulan bebas dan membiarkan putra-putrinya terjerumus dalam gaya pacaran yang kebablasan dan berujung pada kecelakaan,”
Menurutnya, selain peram keluarga, peran sekolah juga sangat penting dan wajib menciptakan lingkungan yang nyaman dalam belajar.
Hal paling penting adalah adanya lingkungan yang ramah anak. “Kami merasa prihatin di kalangan masyarakat masih enggan menegur jika melihat pasangan muda-mudi yang melanggar batas norma agama karena merasa bukan jadi tanggung jawabnya,” jelas Evi Muawiyah.
Tidak hanya di Ponorogo, Solopos (12-9-2022) memberitakan selama Januari—September, ada 149 permohonan dispensasi nikah diajukan ke Pengadilan Agama (PA) Karanganyar. Tahun lalu, PA mencatat permohonan penerbitan dispensasi nikah sebanyak 269 berkas.
Di Kabupaten Gresik , MUI Gresik mencatat dari 2018 sampai Juli 2022 terdapat 958 pemohon dispensasi nikah ke kantor PA Gersik.
Di Tuban, sebagaimana diberitakan BlokTuban, sampai akhir Juli 2022 kantor PA telah menerima kurang lebih 313 kasus permohonan dispensasi nikah dini.
Begitu in yang terjadi di Sulsel sebagaimana ditulis Sulsel.Kemenag (02-06-2022) memberitakan hal yang sama. Berdasarkan data yang didapat dari Pengadilan Agama Kabupaten Luwu Timur pada 2022 terdapat lebih dari 150 pemohon dispensasi.
Dilansir media CNN Indonesia, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati mengatakan viralnya kasus ratusan anak atau siswi Ponorogo yang hamil sebelum menikah merupakan fenomena gunung es.
Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diska) di Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai 15.212 kasus
Bahkan Erna mengatakan dari 15.212 permohonan diksa itu, 80 persen di antaranya karena para pemohon telah hamil.
Memang benar, bahwa ada banyak alasan siswa mengajukan dispensasi pernikahan. Namun jumlah mayoritas pemohon dikarenakan hamil duluan seperti di Jawa Timur tidak bisa dipandang ringan. Generasi sedang dilanda krisis moral dan darurat kehinaan.
Kasus remaja hamil di luar nikah adalah fenomena rusak yang secara masif terus bermunculan di tengah kehidupan sekular liberal, di mana kebebasan dijunjung tinggi dan agama dianggap mati.
Dengan memisahkan agama dari kehidupan, generasi tumbuh tanpa pijakan dan arah tujuan. Mereka hanya tahu bersenang-senang, mengejar sebanyak-banyaknya cuan, dan memuaskan syahwat dengan berbuat sesukanya, semisal berpacaran hingga perzinaan.
Untuk mencegah terjadinya pernikahan usia dini, Pemerintah telah merumuskan kebijakan pendewasaan usia perkawinan (PUP). Merujuk kebijakan tersebut, usia ideal bagi laki-laki untuk menikah adalah minimal 25 tahun dan perempuan minimal 20 tahun.
Namun sangat disayangkan, derasnya stimulus yang membangkitkan syahwat pada remaja seakan luput dari perhatian. Terlebih pada era digital, sungguh mudah bagi remaja mengakses berbagai informasi maupun konten vulgar yang berujung pada perzinaan. Pada akhirnya, pembatasan usia perkawinan justru menjadi bumerang. lantaran dispensasi perkawinan yang semakin marak akibat hamil duluan.
Pemerintah pun aktif dalam edukasi mengenai generasi berencana (Genre). Hanya saja, aroma liberal dalam program ini justru melahirkan kesan kentalnya gaya hidup bebas. Dengan rumus ABCDE-nya, generasi seolah diarahkan untuk bebas memilih untuk melampiaskan syahwatnya dengan cara yang aman.
Konsep seks aman ini telah menjerat remaja untuk tenggelam dalam seks bebas asalkan tidak berujung kehamilan. Pemikiran liberal seperti ini sama sekali sangat kontras pada upaya mewujudkan generasi sehat dan berkualitas. Generasi justru digiring menuju lembah curam kehancuran.
Jika berbagi upaya yang ditempuh tidak bisa mencegah merebaknya kekejian, maka sudah saatnya manusia kembali kepada aturan Sang Pencipta. Ingat bahwa membiarkan perzinaan ini akan mengundang kemurkaan Allah.
Rasulullah Muhammad Saw bersabda “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri”(HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Hadits ini menjelaskan bahwa jika zina dan riba telah menyebar di tengah masyarakat maka itu akan memancing turunnya adzab Allah. Keberkahan akan dicabut dari masyarakat. Sebaliknya, keburukan dan kerusakan akan terus mendera masyarakat tersebut selama mereka tidak berupaya mencegah tersebarnya zina dan riba dari kehidupan masyarakat.
Adapun adzab karena menyebarnya zina, salah satunya adalah tersebarnya penyakit AIDS dan penyakit seksual lainnya. Selain itu, dengan maraknya zina, nasab menjadi campur-baur, tidak jelas. Nilai-nilai dan institusi keluarga pun menjadi porak-poranda.
Berikutnya akan muncul berbagai permasalahan di tengah masyarakat. Mayarakat akan menjelma menjadi masyarakat rendah yang dipenuhi kekejian. Manusia akhirnya kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Islam dengan tegas mengharamkan segala hal yang mendekati zina dan menilainya sebagai perbuatan keji dan jalan yang buruk (QS. Al Isra’:32). Karenanya, segala hal yang bisa mendekatkan, menjerumuskan dan mengantarkan pada perzinaan harus dijauhkan dari masyarakat.
Masyarakat harus steril dari pornografi dan pornoaksi, sebab hal itu memang diakui berpotensi besar mengantarkan kepada perzinaan seperti yang marak terjadi saat ini.
Islam menutup semua celah menuju terjadinya aktivitas yang mendekati zina, sehingga tidak ada peluang bagi siapapun untuk melakukan perzinaan. Seperti berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi (khalwat), mengumbar aurat, chatting/telpon dengan lawan jenis yang mengarah pada interaksi seksual, berpacaran, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tidak ada hajat syar’i (ikhtilat) dan segala bentuk yang memunculkan dorongan seksual.
Agar pencegahan zina bisa terlaksana, dibutuhkan sistem Islam yang di dalamnya menjamin terbentuknya ketakwaan individu melalui pendidikan baik dalam keluarga maupun sekolah. Juga menjamin berjalannya kontrol masyarakat, sehingga ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang mendekati zina berupa pacaran dan khalwat masyarakat tidak segan untuk menegur, mengingatkan dan menasihati agar tidak sampai terjadi perzinaan.
Selain itu, peran negara sangat penting untuk membuat kebijakan yang menutup semua tempat hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi, melarang iklan yang mengumbar aurat, melarang media baik cetak, elektronik, maupun media sosial menampilkan pornografi atau pornoaksi.
Negara juga harus mengontrol tempat umum seperti taman-taman kota, halte, cafe, dari anak-anak muda yang mengumbar maksiat. Negara pun akan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku zina maupun yang mendekati zina dengan sanksi yang berat.
Dengan Langkah-langkah tersebut Islam menutup rapat semua pintu yang memicu terjadinya perzinaan. Walhasil perzinaan bisa dicegah sedini mungkin serta terwujud generasi berkualitas. Wallahualam.[]
Comment