Pekik Takbir Menggelora, Semangat Jihad Membahana

Opini837 Views

 

Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, Lingkar Studi Muslimah Bali

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– “Dan kita yakin saudara-saudara. Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!” seru Bung Tomo saat pidato di depan rakyat Surabaya.

Tepat 10 November 1945, yang saat ini ditetapkan sebagai Hari Pahlawan, Bung Tomo memimpin pergerakan rakyat Surabaya untuk mengusir pasukan Inggris. Terjadi pertempuran di Surabaya yang menyita perhatian seluruh warganya. Seluruh elemen bahu-membahu dan berjuang bersama.

Terlebih lagi ada seruan jihad dari para ulama kepada seluruh santrinya untuk ikut serta mempertahankan Negara dari usaha pencamplokan kembali oleh Belanda dan sekutunya. Adanya seruan jihad ini, umat Islam berbondong-bondong menyatakan dirinya siap berjihad.

Pekikan takbir menggelora dimana-mana. Menambah semangat mereka untuk berjuang dan menang. Pekikan takbir bukan sekadar ucapan lantang tanpa makna. Justru takbir ini adalah kalimat agung permohonan pertolongan kepada Allah. Mengesakan Allah dan membenarkan kekuasaannya.

Di setiap pertempuran pastilah dibutuhkan semangat juang yang tinggi. Ditambah rasa optimis, ikhlas, kerja sama, dan kepekaan yang luar biasa. Oleh karenanya, perlu memilih sosok yang tangguh dan tegas untuk mengomandoi seluruh pasukan yang ada.

Bung Tomo telah membuktikannya. Dia menjadi sosok yang dipercaya oleh rakyat Surabaya untuk memimpin pertempuran. Dia juga berhasil mengembalikan semangat arek Suroboyo yang mulai berkurang. Menumbuhkan rasa optimis yang tinggi sehingga semangat jihad itu membahana kembali.

Pekik takbir itu sungguh luar biasa pengaruhnya. Entah apapun yang akan terjadi, seolah-olah bayangan kemenangan itu ada. Malaikat-malaikat yang tak kasat mata telah dikirim untuk membantu pasukan melawan penjajah. Kaum muslimin yang mendengar pidato Bung Karno yakin bahwa mereka akan ditolong oleh Allah karena berada pada jalan yang benar. Inilah yang menambah semangat jihad mereka.

Bukan hanya pertempuran di Surabaya saja yang seruan takbirnya menggelora. Hampir setiap pertempuran yang disana ada ulama atau pejuang Islam, maka seruan takbir akan digelorakan dan dipekikkan dengan lantang. Pekikan takbir memicu semangat jihad yang luar biasa. Ada transfer energi yang disalurkan. Inilah makna yang tersirat dari Allah Akbar, Allah Maha Besar. Meski jumlah musuh dalam skala besar, masih ada Allah yang Maha Besar.

Kaum muslimin pasti ingat kisah perang Badar. Perang yang harus dihadapi kaum muslim dengan perbandingan jumlah pasukan serta persenjataan yang tidak seimbang.

Rasulullah Muhammad dan para sahabat hanya berjumlah sekitar 313 orang muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, dan 2 ekor kuda. Sementara pasukan Quraisy memiliki 1000 orang pasukan, 600 persenjataan, 700 ekor unta, dan 300 ekor kuda. Sungguh perbandingan yang fantastis, satu banding tiga.

Jika dilihat dari kuantitasnya, pasukan muslim pasti akan kalah. Ditambah kondisi pada saat itu kaum muslimin sedang berpuasa Ramadhan. Namun, kehendak Allah tidak ada yang bisa mengubah. Allah mengirimkan ribuan malaikat sebagai tambahan bala tentara kaum muslimin.

Pekikan takbir tetap menggema selama peperangan. Hingga Allah memberikan kemenangan pada kaum muslimin. Sungguh, perang Badar adalah perang penting bagi kaum muslimin untuk membedakan yang haq dan bathil.

Perang Badar ini telah Allah kisahkan di dalam al-Quran surah Ali Imran: 123- 126. Kaum muslimin diperintahkan untuk bertawakkal dan bersabar dengan kondisinya seraya selalu mengingat Allah. Dengan tawakkal itulah supaya kaum muslimin bisa mensyukuri nikmat-Nya dan tenteram hatinya.

Oleh karena itu, jika masih saja ada yang sinis terhadap pekikan takbir, sugguh keterlaluan. Apalagi jika takbir diplesetkan menjadi “take a bir”, naudzubillah min dzalik.

Ada juga oknum yang mempermasalahkan pekikan takbir yang disuarakan oleh masyarakat, hingga dicap sebagai bibit terorisme. Masih banyak kasus serupa yang merendahkan kalimat ini, seolah tak pantas untuk digelorakan. Allahu a’lam bish showab.[]

Comment