Pasangan Pilih Childfree, Bener Happy?

Opini733 Views

 

 

 

Oleh: Nuryanti, Lingkar Studi Muslimah Bali

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Belakangan ini banyak kalangan  membicarakan isu childfree, pilihan untuk tidak punya anak setelah menikah. Opini childfree datang dari kalangan artis maupun masyarakat biasa. Mereka punya prinsip lebih baik berkarir daripada direpotkan mengasuh anak. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan eksistensi dalam berkarir.

Banyak faktor yang membuat mereka dan pasangan memilih untuk tidak memiliki anak atau childfree.

Faktor lain itu di antaranya seperti, faktor finansial yang dianggap belum mampu untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik, faktor penyakit bawaan/kronis, ketidaksiapan untuk menjadi orang tua, informasi dari orang-orang di sekitarnya yang mendukung untuk menunda memiliki keturunan, trauma masa kecil, dan lain sebagainya. Apalagi didukung dengan masa pandemi saat ini yang tidak ada kepastian kapan berakhir.

Keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak memang harus dipertimbangkan secara mental oleh kedua belah pihak yang memilih untuk childfree. Sehingga tidak ada suami atau istri yang terpaksa.

Namun, seiring berjalannya waktu –  ketiadaan anak dalam sebuah pernikahan dan memutuskan untuk childfree dalam kurun waktu yang lama, pada akhirnya akan memunculkan rasa sepi dan tidak ada suasana tangis dan tawa anak.

Padahal tawa dan tangis merekalah yang membuat perubahan suasana hati pada diri orang tuanya. Kondisi keluarga tanpa anak sangat sepi. No happy.

Hal itu pasti terjadi, karena sudah fitrahnya manusia adalah saling menyayangi. Bentuk penyalurannya melalui hubungan suami-istri yang sah. Inilah bentuk pemenuhan dari gharizah nau’ (melestarikan jenis).

Ditambah lagi bahwa kehadiran anak bisa mendatangkan kebahagiaan. Bahagia ketika berbagi kehidupan untuk orang lain, bercanda bersama, investasi jangka panjang, dan sebagainya. Tentu, bagi orang tua akan merasakan kembalinya energi ketika mencapai titik lelah. Apalagi terbayang ketika sudah tua nanti ada yang mengurus dalam mengerjakan sesuatu yang tidak mampu dilakukan karena lemahnya diri.

Sebagai fitrahnya, manusia pasti memiliki kecenderungan untuk berkasih sayang. Tentu penyalurannya pun disesuaikan dengan aturan Tuhan. Tidak bisa seorang manusia mengelak kehendak Tuhan, sebab ini adalah perkara kausalitas. Ada sebab, ada akibat. Semuanya pasti akan dipertanggung jawabkan.

Jadi gagasan childfree yang melawan kodrat manusia dan kodrat Ilahi merupakan gagasan yang sangat naif. Hal ini bisa menyengsarakan manusia. Anak adalah aset yang membatu orang tuanya menuju surga. Tentu saja anak-anak itu harus dididik agar menjadi anak yang shaleh dan shalehah.

Di sinilah peran anak yang mampu membawa orang tuanya ke surga serta menyelamatkan keluarganya dari siksa api neraka dengan doa-doa yang mereka panjatkan. Tentu, untuk mencapai semua itu orang tua harus berjuang dan tulus dalam mendidik, membesarkan, menumbuh kembangkan sikap dan perilaku anak sesuai akidah Islam.

Dengan demikian, jika sikap manusia hanya berpikir menggunakan akalnya saja dan tidak dengan pemikiran yang cemerlang, maka akan menciptakan solusi yang sempit dan penuh kontroversi.

Padahal akal manusia sifatnya terbatas. Karenanya, Allah SWT mewajibkan manusia terikat pada syariatNya agar bisa menjalani kehidupan di dunia dengan baik dan benar.

Namun, apa yang terjadi ketika masyarakat berada pada sistem sekuler
yang hanya berdasarkan kemanfaatan dan materi tanpa memikirkan pahala dan dosa? Akibatnya, manusia jauh dari aturan-aturan yang sudah Allah tetapkan. Wallahu a’lam bish showab.[]

Comment