Penulis: Ns. Ainal Mardhiah, S. Kep, Perawat
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– “Tikus Mati di Lumbung Padi” pribahasa ini sangat pas mengambarkan kondisi Papua sekarang ini. Memiliki kekayaan yang melimpah dengan SDA, tapi warga dan masyarakat Papua sendiri tak dapat menikmati.
Enam orang warga di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah dilaporkan meninggal dunia karena kelaparan. Lima orang di antaranya adalah orang dewasa dan satu orang lainnya merupakan bayi berusia 6 bulan.
Kelaparan itu disebut terjadi akibat musim kemarau panjang yang terjadi sejak bulan Mei hingga Juli 2023 lalu yang mengakibatkan tanaman umbi-umbian milik warga tak bisa dikonsumsi karena membusuk akibat cuaca ekstrem tersebut (Nusantara, 27 Juli 2023).
Selain itu, seperti ditulis viva.co.id (30/7/2023), sebanyak 7.000 warga memilih mengungsi karena bahan makanan tidak bisa didistribusikan lantaran maskapai penerbangan tak ada yang mau terbang ke daerah itu karena gangguan keamanan dari Kelompok Kriminal Bersenjata.
Sungguh miris menyaksikan kondisi yang terjadi dengan saudara-saudara kita di Papua. Inilah yang terjadi ketika negara abai dalam melaksanakan kewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya. Seharusnya pemerintah cepat melakukan antisipasi mengingat Papua yang memiliki problematik yang kompleks. Sehingga sulitnya transportasi ataupun keamanan tidak menjadi alasan terjadinya hal ini.
Selain itu posisi pemerintah dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator yang memuluskan para korporat untuk menguasai sumber daya alam negeri ini. Di samping itu juga toxic economy akibat penerapan sistem kapitalisme menyebabkan global inbalance karena kekayaan dikuasai segelintir orang sehingga menyebabkan ketimpangan ekonomi dan hambatan dalam distribusi kekayaan.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang-orang kaya saja Allah Swt. berfirman:
كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian. (QS al-Hasyr [59]: 7).
Sistem ekonomi Islam mengatur distribusi kekayaan hingga kebutuhan setiap orang dapat terpenuhi dan kekayaan tidak dikuasai oleh segelintir orang. Islam memang tidak mengharuskan persamaan dalam kepemilikan kekayaan, namun Islam juga tidak membiarkan buruknya distribusi kekayaan. Sebab, Islam memandang individu sebagai manusia yang harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya secara menyeluruh.
Hal ini berbeda dengan skapitalisme yang hanya mengandalkan mekanisme pasar sebagai satu-satunya mekanisme distribusi kekayaan telah memunculkan sekelompok kecil orang yang menguasai sebagian besar aset ekonomi.
Di samping itu, negara dalam konteks Islam menjalankan tugasnya hingga jaminan tersebut benar-benar bisa direalisasikan. Negara memenuhi kebutuhan pokok tiap rakyatnya baik berupa pangan, pakaian, dan papan.
Seorang Khalifah (pemimpin) memastikan rahmat bagi seluruh alam itu benar-benar mewujud karena kesadaran penuh bahwa ia memiliki tugas sebagai raa’in (pengatur dan pemelihara) dan junnah (pelindung) sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang imam adalah raa’in (pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Khalifah menyadari penuh bahwa pengurusan dan penjagaan terhadap rakyatnya akan dimintai pertanggung-jawaban di hari akhir kelak. Satu saja rakyatnya yang lapar, maka begitu besar murka Allah kepadanya. Apalagi jika kelaparan itu sampai mengantarkan kepada kematian.
Demikianlah, negara Khilafah akan melahirkan sosok-sosok penguasa yang bertakwa kepada Allah, takut kepada-Nya, dan selalu merasa diawasi oleh-Nya hingga membuatnya bersungguh-sungguh berusaha mengurus seluruh urusan rakyatnya. Kekuasaan dalam pandangan Islam adalah sebuah amanah yang kelak di akherat akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt. Nabi Saw. bersabda, “Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).
Selain itu, sumber daya alam termasuk dalam harta kepemilikan umum di mana pengelolaannya dilakukan negara, yang hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada seluruh rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan publik sehingga semua fasilitas dan layanan pendidikan, kesehatan, juga keamanan bisa didapatkan semua rakyat secara gratis.
Paradigma pengelolaan dilakukan dengan riayah bukan bisnis dan tidak menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam milik umum kepada swasta, baik lokal apalagi asing. Islam mempunyai solusi terkait hal ini mulai dari pengaturan kepemilikan dan berjalannya baitul mal yang akan memastikan distribusi kekayaan di tengah rakyat.
Sudah saatnya umat manusia meninggalkan sistem kapitalisme dan beralih kepada sistem islam -istem sahih yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, dan telah terbukti selama lebih dari 13 abad berkuasa di dunia, melahirkan peradaban unggul nan mulia yaitu peradaban Islam yang membawa kejayaan umat Islam dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Wallahu a’lam bish showab.[]