Pannindya Surya Rahma Sari Puspita*: PPDB Usia dan Afirmasi Zonasi, Akankah Mimpi Terhenti?

Opini737 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Memasuki tahun ajaran baru kini, hanya tinggal menghitung hari, namun kisruh persoalan PPDB belum juga usai, masyarakat akhirnya tersulut emosi, berbagai penolakan terus disuarakan tanpa henti, seharusnya pemerintah menindaklanjuti, supaya anak bangsa dapat melanjutkan sekolah tanpa harus dibatasi usia dan sistem zonasi.

Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta tahun ini dibatalkan atau diulang. Alasannya, kebijakan batas usia yang diterapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. (vivanews.com).

Permendikbud No 44 tersebut berisi tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2020/2021. Ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 10 Desember 2019. Beberapa bagian yang penting dari Permendikbud ini yaitu:
PPDB 2020 dibagi menjadi 4 jalur penerimaan. Zonasi, Afirmasi. Perpindahan orang tua dan Prestasi.

Jalur Zonasi kuotanya turun menjadi minimum 50%. Sebelumnya 90% (2019).
Jalur prestasi bisa mengisi hingga maksimal 30% daya tampung (sebelumnya hanya 15%).

Jalur afirmasi kurang lebih sama dengan jalur siswa kurang mampu dan inklusi.
Nilai UN bisa dijadikan salah satu kriteria dalam penerimaan lewat jalur prestasi (sebelumnya tidak bisa)
Pemerintah daerah dapat melakukan penyesuaian terhadap persentase masing-masing jalur.

*Analisis*

Terlihat jelas, bagaimana tidak proporsional sistem pemerintahan berbasis kapitalisme. di saat anak-anak bersemangat untuk menempuh pendidikan, pemerintah seolah menyulitkan dengan berbagai keputusan yang begitu memberatkan.

Masyarakat merasa kecewa seolah pendidikan hanya untuk mereka yang terpilih dari segi usia dan jarak tempat tinggal yang dekat dengan sekolah, jika terus mempertahankan aturan seperti ini, akan ada banyak mimpi anak bangsa yang terhenti hanya karena tertolak dari segi usia dan zonasi.

Apa yang salah dengan usia? Bukankah lebih baik jika sejak dini anak-anak sudah diberi hak pendidikan? Pemerintah hanya perlu mengklasifikasi pendidikan anak dari segi usia, bukan justru membatasi pendidikan hanya karena usia. Bukan hanya sistem ekonomi, sosial dan politik yang sudah bobok akibat sistem kapitalisme, tetapi pendidikan pun nasibnya kian merana, bagaimana mampu mencerdaskan anak bangsa?

Jika mereka seolah dipaksa untuk berhenti atau menjeda dalam melanjutkan jenjang pendidikan.
Padahal jika kita melihat pendidikan dalam sistem Islam. Penguasa dalam sistem Islam menganggap pendidikan sebagai tanggung jawab mereka untuk memenuhi kebutuhan umat dalam memperoleh pengetahuan.

Dengan tidak membedakan dalam pelayanan pendidikan antara laki-laki dan perempuan,  terpautnya usia, jauhnya jarak tempuh, sarana prasarana hingga kurikulum semua diperhatikan agar terpenuhi urusan pendidikan rakyatnya.

Bahkan pembiayaan pendidikan ditanggung seluruhnya oleh negara, takkan ada lagi istilah SPP dan dana sekolah lainnya, tak lagi mengutamakan pendidikan dengan melihat kasta, di dalam sistem Islam siapapun boleh mendapatkan ilmu pengetahuan, berapapun usia nya sejauh manapun jarak antara tempat tinggal dan sekolah tak akan menjadi penghalang, karena Islam menjadikan pendidikan sebagai hal yang prioritas sehingga berusaha untuk tetap menjaga kualitas.

Hingga pada akhirnya mimpi mereka dapat berwujud nyata, seperti Ibnu Sina pakar dalam bidang kedokteran, Al-Khawarizmi pakar dalam bidang matematika dan Jabir Ibnu Hayyan pakar dalam bidang sains, masih banyak lagi ilmuwan muslim yang menjadi pakar dalam bidang yang mereka inginkan masing-masing.

Maka dari itu untuk mewujudkan pendidikan dengan sistem Islam, hanya bisa terlaksana jika tegaknya daulah islam.[]

*Mahasiswi UIN SMH Banten

Comment