Pani Wulansary*: Kemana Arah Pendidikan Di Indonesia?

Opini778 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencanangkan dua kompetensi baru dalam sistem pembelajaran anak Indonesia. Dua kompetensi tambahan itu adalah Computational Thinking dan Compassion. Kurikulum 2013 pun akan dikaji kembali.

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Awaluddin Tjalla bahwa kedua kompetensi tersebut diperlukan untuk anak bangsa. Pengkajian juga dilakukan dengan memformulasikan metode yang bisa mendekatkan dunia pendidikan dengan dunia kerja.

Terkait dua komoetensi ini, dalam kesempatan event Grow with Google di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2020), Awaluddin mengatakan akan melakukan kajian pada kurikulum yaitu pembangunan SDM dan pendidikan salah satu core.

Perlu diketahui bahwa Computational Thinking merupakan aktivitas ekstra kulikuler yang mengedukasi anak untuk memiliki kemampuan problem solving dalam era digital.

Hal ini dirasa mampu untuk meningkatkan kualitas SDM yang dibutuhkan di era digital.

Tak dapat dipungkiri bahwa negara membutuhkan output yang mampu mencetak SDM yang dapat berguna bagi kemajuan pembangunan negara, namun kita juga tak dapat menutup mata bahwa masih banyak pekerjaan dari segi sistem pendidikan negara kita.

Pendidikan kini hanya difokuskan untuk mencetak kesuksesan SDM sebagai para pekerja.

Ini sejalan dengan kondisi Indonesia yang menganut manajemen korporatokrasi yakni kombinasi antara birokrasi dan korporasi atau pengusaha, baik swasta atau individu bahkan bisa juga asing.

Ini adalah model  ideologi kapitalisme yang saat ini diterapkan, termasuk dalam bidang pendidikan.

Pendidikan dalam suatu negara membutuhkan biaya, para korporat memberikan modal kepada pemerintah, sebagai timbal baliknya kemungkinan besar program-program pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan korporasi.

Keuntungan atau profit menjadi orientasi pendidikan dan membuat semua kebijakan pendidikan yang seharusnya mensejahterakan siswa dan mencetaknya menjadi generasi yang mampu berkarya seakan disetir untuk menguntungkan korporat.

Siswa yang harusnya mendapat ilmu yang dapat merubah hidupnya menjadi lebih baik  justru berorientasi mengejar pundi-pundi dan menjadi pekerja para memiliki perusahaan elit di negeri ini.

Outputnya menjadi pekerja dan  hal ini tentu hanya membuat para korporat semakin diuntungkan.

Moral anak bangsa menjadi sorotan dengan segala penyimpangan namun di sisi lain pendidikan taidak membekali dan membentengi mereka dari jeratan pergaulan bebas.

Beginilah  nasib pendidikan sebuah negeri yang mempertahankan manajemen korporatokrasi buatan manusia.

Dalam Islam menuntut ilmu itu wajib, seperti halnya dalam hadits riwayat Ibnu Abdil Barr: ” Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan.”

Kewajiban ini sekaligus menjadi hak bagi semua warga negara dalam pemerintahan Islam (Khilafah) dan untuk mendapatkannya dengan mudah dan berkualitas.

Dengan standar tinggi Islam yang menempatkan Ilmu adalah cahaya “Al Ilmu An-Nur” yang berarti setiap orang yang berilmu akan semakin terang jalannya untuk taat kepada Allah SWT.

Al hasil tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah agar semakin berprestasi di dunia dan akhirat, seperti hal nya output yang dihasilkan oleh pendidikan di era Khilafah.

Sebutlah ia Ibnu Sina, seorang bapak kedokteran juga seorang sastrawan dan seorang yang ahli ilmu agama. Begitu pula seorang muslimah jenius seperti Maryam Al-Asturlabi, penemu kompas, selain menghasilkan karya, mereka juga taat pada RabbNya.

Tujuan akhirnya adalah mendapat ridha Allah SWT.

Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan yang ada pada sistem yang menganut manajemen korporatokrasi saat ini.

Kini hanya menempatkan tujuan pendidikan sebagai sarana untuk melanggengkan cengkraman korporasi semata dan mengabaikan ibadah kepada Allah SWT.

Hal ini sangat berbahaya bila tak di tuntaskan, sebab masa depan negara ini tergantung pada generasi penerus.

Apabila generasi penerus dicetak menjadi para pelayan  korporat, lalu sampai kapan negeri ini akan terbebas dari kepentingan dan cengkraman kapitalis?

Kondisi ini tidak akan pernah usai manakala sistem yang diimplementasikan masih berbau aroma demokrasi kapitalis.

Hanya dengan mengadopsi sistem Islam sebagaimana yang pernah dibuktikan pada masa kejayaan selama 13 abad lalu yang mampu mecetak generasi penerus yang mampu memajukan bangsa ini. Wallahu’alam Bishawab.[]

*Mahasiswi Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Siliwangi Bandung

Comment