Pandangan Islam Terhadap Gelaran Kuliner Nonhalal

Opini203 Views

 

Penulis: Rosyida Az-Zahro | Muslimah Ideologis

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Festival kuliner nonhalal tetap digelar di Solo walaupun sebelumnya mendapatkan penolakan dari ormas. Gelaran festival ini sebelumnya juga sempat direncanakan di Mal Solo Paragon. Namum batal diselenggarakan pada bulan Juli 2024 lalu. Sebab, menuai banyak kontroversi.

Melansir dari TEMPO.CO, (13/02/2024) Gelaran Festival Kuliner Cap Go Meh di Mal Solo Paragon, Solo, Jawa Tengah, diselenggarakan mulai Rabu, 12 Februari 2025. Festival kuliner yang menawarkan beragam jenis kuliner halal dan nonhalal tersebut sempat menuai penolakan dari kalangan organisasi masyarakat (ormas).

Sementara Wali Kota Solo, Teguh Prakosa mengatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memberikan jaminan keamanan selama festival kuliner itu digelar. Menurutnya, langkah Pemkot Solo itu bukan berarti melawan agama.

Selain gelaran festival kuliner nonhalal, kota batik ini juga terkenal dengan beragam kuliner nonhalalnya. Seperti olahan daging babi, anjing hingga katak. Tak jarang juga orang muslim salah sangka dan tak sengaja makan. Atau bahkan sengaja makan sekadar tes kriuk mengikuti trend yang sedang viral. Maka untuk umat muslim yang berburu kuliner harus ekstra hati-hati.

Sebenarnya, dalam Islam – orang kafir dibebaskan makan makanan haram dengan syarat. Mereka diizinkan mengolahnya hanya di rumah atau kawasan khusus mereka. Dilarang untuk menjual belikannya. Karena di kehidupan umum mereka harus tunduk kepada hukum Islam. Sebab haram hukumnya menjual belikan hal-hal yang haram. Bagi yang melanggar akan diberikan sanksi tegas.

Negara dalam Islam menjamin hanya makanan halal saja yang beredar di pasaran. Tidak akan ditemui makanan haram beredar bebas. Sebab, pemerintah tidak akan membiarkan syiar bathil tersebar dalam wilayahnya. Syariat juga tidak akan membiarkan umat Islam terbiasa bersinggungan dengan hal-hal haram. Karena hal itu bisa memicu kemurtadan.

Namun saat ini, alih-alih pemerintah menjamin semua makanan serba halal. Pemerintah malah memberi ruang terbuka untuk kuliner nonhalal. Label halal yang kadang tidak ditemukan di beberapa makanan membuat risau warga muslim. Padahal dibanding makanan atau produk haram banyak sekali produk yang halal. Sungguh lebih efisien jika yang haram yang diberi label haram.

Banyak beredarnya makanan nonhalal dan pagelaran festival kuliner nonhalal ini, menunjukkan negara belum dapat melindungi rakyat dari produk haram. Terlebih isu moderasi beragama yang saat ini diaruskan pemerintah seperti membiarkan kemaksiatan dan kemungkaran atas nama toleransi. Padahal toleransi dalam Islam tidak seperti itu.

Islam tidak memaksa orang nonmuslim untuk masuk agama Islam. Islam memberikan kebebasan beribadah bagi mereka sesuai agama mereka. Mereka juga tidak dilarang mengadakan pesta atau merayakan hari raya mereka. Namun dengan syarat melakukannya di kalangan mereka sendiri. Inilah gambaran toleransi beragama dalam Islam. Hal tersebut merupakan penjagaan iman dan akidah oleh syariat.

Tentu, kenyamanan dan ketenangan umat tidak akan tercapai. Jika sistem yang diterapkan negara adalah sistem kapitalis sekuler yang asasnya memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga masyarakat umat jauh dari nilai agama. Agama hanya berlaku ketika beribadah saja sedangkan dalam kepemerintahan mereka membuat hukum sendiri. Peraturan dan hukum yang diterapkan pun berdasarkan akal manusia.

Padahal akal manusia bersifat terbatas. Ada hukum yang lebih baik – dari sang maha Pe dan maha Pengatur, yakni Islam yang Allah sampaikan risalah-Nya melalui Rasulullah Saw. Islam tidak hanya mengatur dalam hal ibadah saja, tapi hingga ranah kepolitikan Islam memiliki aturannya.

“Telah aku tinggalkan padamu dua perkara, kamu tidak akan pernah tersesat selama berpegang teguh pada keduanya yaitu: Kitabullah dan Sunnah Rasulullah” (HR. Imam Malik). Wallahu a’lamu bisshowaab.[]

Comment