Pahlawan Ekonomi Dalam Perspektif Islam

Opini495 Views

 

 

Oleh : Irohima, Pengajar

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Saat ini penggalian potensi kaum perempuan terkait perekonomian semakin dimassifkan. Hampir dalam setiap aktivitas perekonomian, kaum perempuan selalu dilibatkan. Kita bisa melihat banyaknya perempuan di setiap lini pekerjaan ataupun usaha, mulai dari level pekerjaan kantoran hingga ke pasar tradisional. Pekerjaan mereka beragam, mulai dari seorang direksi sampai kuli bahkan tak sedikit pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki, mereka ambil alih.

Jika dahulu kita mengenal istilah Pahlawan Devisa yaitu kaum perempuan yang bekerja sebagai TKW/TKI di luar negeri, kini muncul Pahlawan Ekonomi yang menjadi program Menteri Sosial Tri Rismaharani di Surabaya. Pahlawan Ekonomi merupakan salah satu program gagasan Mensos Risma sejak tahun 2010 saat beliau masih menjabat walikota Surabaya. Program ini merangkul para ibu rumah tangga dari keluarga miskin untuk kemudian diberi modal mengembangkan UMKM melalui pelatihan dan pendampingan komprehensif.

Pesatnya pertumbuhan UMKM di Surabaya membuat mensos Risma membawa program PE (Pahlawan Ekonomi) menjadi percontohan nasional. Tahun ini para Pahlawan Ekonomi dari Surabaya akan menjadi mentor, berkeliling mengenalkan strategi menjaga bisnis UMKM secara nasional, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur (detikjatim).

Risma juga menambahkan bahwa program PE digagas untuk mengubah nasib rakyat yang tidak mampu. Melalui program ini warga diajarkan berbagai hal seperti produksi, pengemasan, perizinan hingga marketing. Banyak para pengusaha UMKM yang juga merupakan alumni program PE yang berhasil memasarkan produknya hingga keluar negeri bahkan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lain.

UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah. UMKM adalah kegiatan usaha atau bisnis yang dijalankan individu, rumah tangga, maupun badan usaha kecil.

Penggolongannya berdasarkan besaran omzet/ tahun, jumlah aset dan jumlah karyawan. UMKM memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi negeri ini. Menurut informasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada bulan Maret 2021, UMKM memiliki kontribusi besar terhadap PDB (Produk Domestik Bruto yang merupakan salah satu metode menghitung pendapatan nasional) yaitu 61,07% dari total PDB nasional atau setara dengan Rp. 8.573,89 triliun.

UMKM juga berhasil menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar yaitu 97% dari daya serap dunia usaha, jumlah pelaku UMKM mencapai 64,2 juta dan UMKM mampu menghimpun sampai 60,42 % dari total investasi di Indonesia (IDXChannel).

Upaya meningkatkan perekonomian negara dan mensejahterakan perekonomian keluarga melalui sektor UMKM di Indonesia selalu melibatkan peran perempuan. Berdasarkan data, lebih dari 50% bisnis usaha mikro dan kecil Indonesia dijalankan oleh perempuan dengan rincian sebanyak 34% usaha, 56% usaha kecil dan 52% usaha mikro dimiliki perempuan.

Melibatkan UMKM yang pelakunya didominasi perempuan untuk turut meningkatkan perekonomian negara sejatinya ditujukan pada upaya pemberdayaan perempuan, ditambah lagi dengan diangkatnya isu gender dan perlindungan terhadap perempuan terus digaungkan demi mendukung program ini. Pahlawan Ekonomi yang disematkan pada perempuan yang mempunyai produktivitas tinggi seakan sebuah capaian luar biasa yang layak diperjuangkan dan dilombakan oleh para perempuan. Perempuan produktif dan berpenghasilan besar dianggap lebih mulia derajatnya adalah kesan yang coba ditanamkan pada benak setiap perempuan hingga tanpa sadar peran mereka sebagai ummu wa robbatul bayt (ibu dan pengelola rumah tangga) teralihkan. Padahal memulihkan perekonomian negara dan mensejahterakan setiap keluarga merupakan tanggung jawab negara.

Lahirnya berbagai kebijakan terkait program pemberdayaan perempuan merupakan rangkaian pemikiran berbasis kapitalisme yang hanya berorientasi pada materi dan mengukur produktivitas seseorang berdasarkan materi, termasuk perempuan.

Perempuan dianggap mulia dan hebat jika memiliki produktivitas tinggi. Sangat disayangkan bahwa perempuan yang memiliki produktivitas tinggi lebih banyak berada di ranah publik daripada di rumah. Terkadang pekerjaan dan produktivitas tersebut memaksa mereka meninggalkan rumah, anak dan suami yang merupakan tanggung jawab seorang perempuan. Walhasil nasib keluarga menjadi taruhan.

Beralihnya peran perempuan dari Ummu wa rabbatul bayt menjadi wanita pekerja tentu akan menyisakan banyak masalah. Seorang ibu dan atau perempuan ibarat jantung bagi sebuah rumah. Apa jadinya jika sebuah tubuh tanpa jantung, tentu akan berhenti berdetak bukan ? Begitu pula rumah tanpa seorang ibu, anak akan terlantar, suami tak terurus, dan keluarga yang akan kacau.

Maka tak heran bila kemudian marak perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, tawuran, narkoba, seks bebas, kerusakan generasi dan sebagainya.

Program pemberdayaan perempuan tak bisa dijadikan sebagai upaya mengentaskan kemiskinan atau pemulihan ekonomi. Perlu mempertimbangkan dampak dan masalah yang muncul. Program pemberdayaan perempuan berbasis kapitalisme ini bukan satu satunya cara mengentaskan kemiskinan. Tanpa pertimbangan terhadap dampak domino, program ini hanya mampu medatangkan kesuksesan semu dan partial. Kalau masih ada ekses, maka sebuah program tidak dapat dikatakan sebagai langkah solusi. Pertimbangan sebuah program pemberdayaan perempuan sejatinya tidak semata berorientasi pada materi semata.

Pemberdayaan perempuan sepatutnya mempertimbangkan peran dan fitrah perempuan dalam perspektif Islam. Dalam Islam pemberdayaan merupakan upaya mencerdaskan muslimah hingga mampu berperan sebagai ummu wa rabbatul bayt dan masyarakat.

Islam tidak hanya mengatur namun juga menjamin peran perempuan dapat terealisasi secara sempurna melalui serangkaian hukum praktis. Negara dalam konsep Islam menjalankan kewajibannya sebagai periayah dan penjamin hak dan kesejahteraan rakyat sesuai syara bukan membebankan hal tersebut di bahu rakyat apalagi bahu perempuan.

Negara dalam konsep Islam memposisikan peran laki-laki dan perempuan sesuai kodratnya. Kewajiban mencari nafkah keluarga yang dibebankan pada laki-laki tentu akan membuat kaum perempuan bisa menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga secara sempurna dan memperbolehkan perempuan beraktivitas di ranah publik dengan syarat terikat dengan hukum syara.

Pemberdayaan dalam Islam merupakan pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan. Tak hanya perempuan tapi seluruh masyarakat diberdayakan dengan pemahaman tentang Islam hingga setiap orang dapat berperan maksimal sesuai syariat dan tak menyalahi aturan hingga menyebabkan kerusakan.

Bila ditinjau dari perspektif islam, program Pahlawan Ekonomi ini hanya menjadi sebuah dorongan bagi kaum perempuan meninggalkan kewajiban utamanya sebagai pencetak generasi keluarga yang gemilang. Wallahualam bis shawab.[]

Comment