RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dalam rangka antisipasi penularan Covid-19 di lapas dan rutan, Kemenkumhan RI telah mengeluarkan dan membebaskan lebih dari 30 ribu narapidana (napi), termasuk anak binaan melalui program asimilasi dan integrasi. Kemenkumham mengklaim, kebijakan ini telah menghemat anggaran negara untuk kebutuhan Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) hingga Rp260 Milyar (tirto.id, 1/4/2020).
Kebijakan membebaskan napi tidak hanya diterapkan di Indonesia. Komisioner PBB di bidang HAM Michelle Bachelet mengatakan, kelebihan kapasitas di banyak tempat penahanan di berbagai negara membuat tahanan dan para staf rentan terhadap virus covid-19.
Apalagi para tahanan kerap ditempatkan dalam kondisi lingkungan yang kotor dan fasilitas kesehatan yang tidak cukup atau bahkan tidak ada. Karena itu, PBB mendesak pemerintah untuk membebaskan napi beresiko rendah.
Atas arahan tersebut, sejumlah negara seperti di benua Eropa, Amerika, Asia, Australia serta sejumlah negara di kawasan Timur Tengah menerapkan kebijakan pembebasan napi yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dalam negeri masing-masing (katadata.co.id, 9/4/2020).
Presiden RI Joko Widodo sendiri mengaku bahwa kebijakan pembebasan napi di Indonesia meniru kebijakan negara seperti Iran yang telah membebaskan 95.000 napi dan Brazil 34.000 napi di saat pandemi covid-19. Menurut Jokowi, ini salah satu cara yang efektif untuk memutus rantai penularan virus covid-19 (ayobandung.com, 6/4/2020).
Namun timbul masalah baru tatkala muncul wacana pemberian remisi atau pembebasan bersyarat bagi para napi koruptor di tengah pandemi Covid-19.
Hal ini menuai polemik. Sejumlah pihak menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan mencari kesempatan untuk meringankan hukuman para koruptor melalui wacana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 (kompas.com, 5/4/2020). Meskipun belakangan Menkumham Yasonna Laoly memberikan penjelasan atas wacana tersebut (merdeka.com, 5/4/2020).
Pembebasan Narapidana, Solusi Semu. Bukti Abai Pemerintah?
Andi Herman adalah salah satu warga binaan yang mendapat keringanan dari program asimilasi terkait pencegahan penyebaran covid-19 di lingkungan Lapas Balikpapan. Baru bebas usai mendapat asimilasi, Andi Herman kembali mencuri di tiga tempat di Kota Balikpapan (tribunkaltim.co, 10/4/2020)
Di Surabaya, dua orang residivis bernama M Bahri (25) dan Yayan (23) kembali diamankan polisi karena terlibat dalam kasus penjambretan.
Di Bali, salah seorang residivis dari dua pelaku kurir ganja diamankan BNNP Bali (kompas.com, 12/4/2020) serta sederet kasus tindak kejahatan lainnya yang dilakukan oleh para napi yang baru saja bebas melalui program asimilasi terkait pencegahan virus covid-19.
Pembebasan napi dengan pertimbangan mencegah covid-19 di penjara memunculkan masalah baru. Para napi kembali berbuat ulah, memunculkan keresahan dan mengancam keamanan di tengah masyarakat.
Ini adalah sederet kasus napi yang terjadi di Indonesia, bagaimana dengan napi di negara lain?
Inilah dampak nyata akibat penerapan sistem demokrasi-sekuler pada suatu negara. Dampak ini mengglobal karena dunia berada dibawah naungan ideologi kapitalisme yang mengatasi setiap masalah atas dasar materi.
Termasuk dalam menangani pandemi covid-19, kejatuhan ekonomi menjadi masalah yang harus diprioritaskan. Dalam hal ini, peluang menghemat anggaran karena kebijakan membebaskan napi diperhitungkan keuntungannya.
Fakta tersebut sekaligus menunjukkan ketidak hati hatian sikap penguasa kita pada keseriusan mengatasi masalah kesehatan yang terjadi karena pandemi.
Alih-alih memperbaiki layanan kesehatan yang minim APD, dengan setengah hati menerapkan kebijakan jaring pengaman sosial malah membebaskan napi yang nyata-nyata menambah masalah baru ditengah masyarakat.
Kemudian, seruan global oleh PBB ini justru dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan dengan upaya percobaan pembebasan tikus-tikus berdasi. Jika upaya membebaskan napi berusia diatas 60 tahun ini gol, maka napi koruptor kelas kakap semisal Setya Novanto (63) yang telah merugikan negara hingga 2,3 triliun dengan vonis 15 tahun penjara akan dapat dibebaskan. Menyusul 21 nama koruptor lainnya yang siap menikmati keberhasilan revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 (ayobandung.com, 3/4/2020).
Islam: Solusi Tuntas Selesaikan Kriminalitas
Islam dengan aturan yang global meniscayakan ia menjadi sebuah sistem yang sempurna dan paripurna. Syariah Islam menjadi solusi tuntas penyelesaian suatu problem tanpa menimbulkan dampak masalah baru lainnya.
Karena Islam berasal dari Sang Pencipta maka Sang Pencipta langsunglah yang menyelesaikan masalah ciptaanNya.
Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam buku Sistem Sanksi Dalam Islam menjelaskan bahwa pemenjaraan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorang untuk mengatur diri sendiri. Artinya, kebebasan atau kemerdekaan individu benar-benar dibatasi sebatas apa yang dibutuhkannya sebagai seorang manusia.
Dalam Islam, penjara adalah salah satu jenis ta’zir. Ta’zir adalah sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh khalifah. Selain ta’zir, juga ada hudud, jinayat dan uqubat.
Hukuman dijatuhkan berdasarkan jenis dan kadar kejahatannya. Sehingga, negara yang menerapkan syariah Islam tidak menjadikan penjara sebagai prioritas sanksi atau hukuman semata. Apalagi menjadikan penjara sebagai solusi dari segala jenis kejahatan.
Dalam islam–institusi syariat Islam, meniscayakan napi mencukupi kapasitas penjara dengan tetap memperlakukan napi sebagai manusia ciptaan Allah. Tidak seperti model penjara dalam sistem demokrasi-kapitalis saat ini, yang salah dalam penerapan hingga pengaturan sistemnya.
Sangat memungkinkan terjadi over kapasitas dengan memperlakukan para napi jauh dari kelayakan hidup sebagai manusia.
Sanksi atau hukuman penjara dalam sistem demokrasi-kapitalis justru memunculkan masalah baru. Ditengah pandemi, penjara justru menambah keruwetan negara, menjadi sumber masalah lainnya.
Tentu melepas napi dengan alasan mencegah penularan covid-19 dipenjara akan menambah daftar panjang lingkaran masalah negara penganut sistem kufur ini. Inilah wajah buruk rupa ideologi sekuler.
Dan inilah solusi yang ditawarkan Islam dengan segenap pengaturannya yang benar. Solusi ini akan bisa diterapkan hanya ketika pemimpin-pemimpin dunia mengambil Islam secara totalitas dan menyeluruh. Membuang sistem demokrasi-kapitalis yang terbukti nyata membawa manusia pada kesengsaraan. Wallahua’lam.[]
*Aktivis muslimah Kaltim
Comment