RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Di tahun 2020 saat ini masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah aja akibat dari pemberlakuan PSBB di musim virus.
Itu sebabnya banyak aktivitas yang seharusnya dikerjakan diluar rumah kini dialihkan dengan cara komunikasi via online, salah satunya yaitu proses belajar mengajar antar guru dan siswa-siswi nya, selama musim virus ini proses belajar online menjadi pilihan utama bagi para tenaga pendidik untuk mengajar agar senantiasa bisa terhubung dengan murid dalam keadaan aman dari jangkauan penularan virus Covid-19.
Namun kebutuhan proses pembelajaran via online dan offline (secara langsung) itu sangat jauh berbeda, ketika hendak belajar online tentunya para murid membutuhkan bantuan berupa fasilitas handphone android, kuota internet dan koneksi jaringan yang bagus. Akibatnya proses pembelajaran online ini sangat sulit bagi murid yang tidak mempunyai fasilitas seperti diatas.
Oleh karena itu, sekolah tatap muka menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dan kini pemerintah berencana untuk membuka kembali proses pembelajaran tatap muka meski ditengah pandemi Covid-19.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelumnya mewacanakan untuk bisa menggelar pembelajaran secara langsung. Namun kebijakan tersebut tidak lantas berlaku untuk semua sekolah di seluruh Indonesia, melainkan ada beberapa syarat-syarat khusus. Satu diantara syaratnya adalah untuk sekolah yang berada di daerah dengan status zona hijau dan kuning Covid-19.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyebutkan akan segera meluncurkan kurikulum darurat bagi SD, SMP, dan SMA ditengah pandemi Covid-19. Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Mata Najwa dikanal YouTube Najwa Shihab. Rabu (5/8/2020)
Nadiem Makarim mengumumkan bahwa SMK dan perguruan tinggi di seluruh zona sudah diperbolehkan melakukan sekolah secara tatap muka. Namun Nadiem tetap menegaskan bahwa protokol kesehatan harus tetap dilakukan secara ketat.
Nadiem juga menegaskan bahwa harus ada kesepakatan dari pihak sekolah dan orang tua murid untuk bisa memberlakukan kembali pembelajaran tatap muka.
Namun disisi lain, KPAI tak setuju dengan kebijakan Kemendikbud yang izinkan sekolah tatap muka. Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPAI) Arist Merdeka Sirait memberikan tanggapan terkait adanya rencana pembelajaran tatap muka di sekolah.
Arist menilai bahwa keputusan dari Kemendikbud tersebut belum tepat waktunya, mengingat resiko untuk tertular masih ada terlebih untuk zona kuning. Dirinya menegaskan bukan karena tidak percaya dengan protokol kesehatan yang digalakkan pemerintah dan pihak sekolah.
Namun menurutnya lebih melihat dari sudut pandang siswa khususnya bagi sekolah dasar yang memiliki sifat kekanak-kanakan. “Siapa yang menjamin ini? Sekali lagi pertimbangannya dunia anak adalah dunia bermain.” Ujar Arist Sirait dalam acara kabar siang, sabtu (8/8/2020).
Menurutnya, seharusnya peran pemerintah di bidang pendidikan dalam kondisi saat ini adalah memikirkan bagaimana cara memudahkan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran online yang tentunya memiliki resiko tertular terbilang rendah.
Termasuk memberikan bantuan sarana pendukung nya internet dibayar, gratis dan sebagainya. Itu yang harus dilakukan pemerintah bukan tatap muka itu. Pungkas Arist Sirait. (TribunWow.com)
Pelaksanaan protokol kesehatan disekolah seperti jaga jarak, memakai masker dan rajin cuci tangan itu tidak ada yang bisa menjamin ketertiban pelaksanaan tersebut terhadap murid terlebih lagi lingkungan sekolah adalah salah satu sarana yang digunakan murid untuk bermain tentulah akan sangat sulit melaksanakan protokol kesehatan secara tertib dan teratur, juga para tenaga pendidik akan kewalahan menghadapi segala tingkah laku para murid yang harus ditertibkan demi mematuhi protokol kesehatan dan tidak melakukan kerumunan alias jaga jarak.
Sekolah tatap muka menjadi harapan banyak pihak agar tercapai pembelajaran dan menghilangkan kendala belajar jarak jauh, sayangnya pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan memadai agar resiko bahaya bisa di minimalisir.
Pemerintah mengijinkan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk keperluan kuota internet sedangkan masalah tidak adanya jaringan internet tidak diberikan solusi bahkan masalah tiap siswa yang tidak memiliki handphone android juga tidak diberikan solusi.
Hal ini meambah beban para orang tua murid untuk senantiasa terhubung dengan gurunya agar tetap bisa belajar online.
Kebijakan pemerintah yang berubah-ubah tentang kebolehan pembelajaran tatap muka dan juga mewacanakan kurikulum darurat selama belajar jarak jauh ini membuat murid dilema karena tidak ada satupun yang membuat nyaman dalam belajar maupun aman dari penularan Covid-19.
Semua fakta di atas menunjukan betapa pemerintahan belum mampu secara signifikan mengatasi masalah dunia pendidikan akibat tersanderanya kebijakan oleh kepentingan ekonomi dan tidak adanya jaminan Pendidikan sebagai kebutuhan publik oleh negara.
Masalah pendidikan bukanlah masalah yang harus ditanggung oleh pihak keluarga atau orang tua melainkan secara keseluruhan harus ditanggung dan dijamin oleh pihak negara. Wallahu alam.[]
*Korda Muslimah KARIM Makassar
Comment