Nur Rahmawati, S.H*: Tak Cukup Aksi Tolak Komunis Saja

Opini673 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kurang lebih 5.000 orang yang terdiri dari sejumlah ormas islam, memadati lapangan Ahmad Yani untuk aksi apel siaga ganyang komunis, Jabodetabek kebayoran lama Jakarta selatan pada minggu 5 Juli 2020, yang dikoordinatori Maman Suryadi.

Maman menjelaskan, Apel Siaga dibuka dengan upacara bendera. Setelah itu dilanjutkan dengan gelar pasukan dan pembacaan teks Pancasila.

Kemudian, apel diisi dengan menyanyikan Indonesia Raya dan sambutan dari inspektur upacara. Apel diakhiri dengan pembacaan doa untuk keselamatan bangsa.

“Tidak ada orasi,” tutup Maman. Dikutip dari Liputan6.com, 5 Juli 2020.

Lantas apa yang melatar belakangi aksi tersebut?, Ternyata adanya usulan RUU HIP (Haluan Idiologi Pancasila), yang diusulkan partai pemenang Pemilu tahun lalu, sebagaimana pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, yang menyatakan bahwa Pancasila dapat menjadi Trisila.

Hal ini tentu menuai anggapan bahwa akhirnya akan menjadi Ekasila, yang menghapus makna ketuhanan secara jelas. Itu pula yang menjadi alasan MUI mengecam keras.

Sebagaimana dilansir dari Buletin Kaffah No. 147, (26/6/2020), menurut Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas, “RUU HIP sangat sekular dan ateistik. Selain itu Tap MPRS XXV/1966 yang melarang ajaran Komunisme tidak dimasukkan dalam konsideran RUU ini. Karena itu MUI menolak seluruh isi RUU tersebut”.

Bahaya Laten Komunisme

Point utama dalam aksi protes dan kecaman tersebut adalah bahayanya komunisme, yang jika tidak secara tegas ditolak atau dikecam maka akan benar-benar bangkit kembali di negeri ini.

Bahaya Komunisme, memandang segala sesuatu berasal dari materi, tidak ada pencipta dan yang diciptakan, ini tentu bertolak belakang pada kesepakatan founding father,  selain itu komunisme juga menggunakan kekerasan dalam penyebaran idiologinya, sehingga tak heran jika kita lihat sejarah yang terjadi.

Kapitalisme Tak Kalah Berbahaya

Agaknya, tidak berlebihan kehawatiran yang dirasakan umat Islam yang pernah merasakan kelamnya sejarah ketika PKI (Partai Komunis Indonesia) membantai para ulama dan pejuang di masa lalu. Hanya saja komunisme bukanlah satu-satunya yang membahayakan, idiologi kapitalisme-sekularisme tak kalah berbahaya, yang kini berlaku hampir di belahan dunia yang mayoritas penduduknya muslim.

Bahaya kapitalisme-sekularisme memisahkan agama pada urusan pribadi, bermasyarakat sampai bernegara, sehingga sangat bertentangan dengan Islam, karena meletakan hukum manusia dalam pengurusan di segala lini kehidupan.

Kita ketahui bahwa hukum buatan manusia tidaklah sempurna, bahkan terkadang mendahulukan nafsu, sehingga keberpihakkan pada pemilik modal sangat jelas terlihat.

Islam Idiologi Sempurna

Allah SWT berfirman yang artinya:
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).

Islam adalah agama sempurna, mengatur seluruh urusan manusia sekaligus sebagai solusi problematika umat Islam secara khusus dan umat manusia di muka bumi ini.

Idiologi Islam merupakan satu-satunya harapan umat manusia untuk mendapatkan pengurusan di segala lini kehidupan, yang berasal dari Allah SWT yang maha sempurna.

Maka tak pantas jika dalam pengurusan urusan umat diserahkan pada manusia yang serba lemah dan terbatas.

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi kaum yang yakin?” (TQS al-Maidah [5]: 50).

Cukup jelas, bahwa Allah SWT pencipta manusia memperingatkan kita bahwa hukum Islamlah yang layak mengatur kehidupan kita, sehingga sepantasnyalah kita jadikan pedoman hidup baik individu, bermasyarkat dan bernegara. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.[]

* Praktisi pendidikan

Comment