Nur Fitriyah Asri |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi mengatakan, salah satu prestasi yang berhasil dicapai pada 2018 lalu, yakni rampungnya jalan tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Dalam sambutannya saat menghadiri tersebut merupakan capaian yang luar biasa.
Selain berbicara soal pembangunan infrastruktur jalan tol, Jokowi juga ingin memaksimalkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar jalan tol. Hal itu salah satunya dilakukan dengan memanfaatkan rest area jalan tol sebagai tempat bagi masyarakat untuk mengembangkan UMKM.
Pembangunan infrastruktur sejatinya bukan untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan kapitalis sang konglomerat. Bukti nyata adanya pembangunan jalan kereta api cepat Bandung-Jakarta. Sebenarnya proyek tersebut mubazir karena sudah ada jalan tol, sudah ada jalan kereta api. Bahkan Menteri Perhubungan Ignatius Johan, saat itu menolak proyek tersebut karena dengan memberikan solusi membangun double track dengan biaya yang sangat murah dan bisa memperlancar arus transportasi Jakarta Bandung.
Namun, usulan itu ditolak oleh Jokowi karena sebenarnya yang diincar dan dimaui oleh para konglomerat kapitalis adalah puluhan ribu hektar tanah PT Perkebunan (PTPN) yang akan dijadikan area bisnis dan komplek perumahan atau kota baru untuk kepentingan para kapitalis. Begitu juga proyek pembangunan pelabuhan dan bandara serta bendungan seperti Bendungan Jati Gede yang baru diresmikan tahun lalu di Jawa Barat. Semuanya tidak memiliki dampak signifikan terhadap rakyat. Bahkan rakyat hanya jadi korban.
Justru infrastruktur yang dibutuhkan rakyat seperti gedung sekolah yang hampir ambruk, jembatan yang sangat dibutuhkan dan jalan-jalan rusak penghubung antar desa, antar kota dan propinsi yang merupakan kebutuhan rakyat banyak justru diabaikan.
Belum lagi terkait masalah tarif tol dari Jakarta-Surabaya, yang mencapai Rp600.000 benar-benar sangat fantastis, kalau memang infrastruktur itu diperuntukkan bagi rakyat mestinya harus digratiskan bukan justru berbayar. Hal tersebut bisa menimbulkan efek domino yang mempengaruhi harga-harga pangan dan barang sehingga jatuhnya harga ke konsumen akan menjadi tinggi.
Belum terbukti kalau pembangunan infrastruktur akan memaksimalkan pertumbuhan ekonomi masyarakat disekitar jalan tol. Mana mungkin? Bukankah area jalan tol itu jauh dari pemukiman penduduk dan harus steril supaya tidak terjadi rawan kecelakaan.
Dengan menganut sistem ekonomi kapitalis semua kekayaan yang dimiliki tidak masuk ke kas negara, tetapi masuk ke kantong swasta baik domestik maupun asing. Negara hanya mendapatkan jatah10 persen (kasus PT Freeport). Sehingga untuk pendapatan negara diperoleh dari pajak yang mencapai 80 persen. Untuk membiayai biaya penyelenggaraan negara saja tidak cukup dan harus ngutang, apalagi untuk membangun infrastruktur. Oleh sebab itu infrastruktur diserahkan kepada para investor, baik asing maupun domestik.
Selama negara menganut sistem ekonomi kapitalis liberal, maka tidak akan bisa menyejahterakan rakyatnya, justru akan menjadikan rakyat sebagai sapi perah untuk menanggung hutang beserta ribanya. Tidak ada istilah makan siang gratis. Utang luar negeri itu berbahaya karena bisa saja dijadikan sebagai alat untuk menguasai dan menjajah sebuah negara, dengan ditetapkan berbagai syarat yang mengikat negara penerima utang. Akibatnya negara tidak berdaulat.
Terbukti infrastruktur dari investasi Cina yang mengajukan syarat lengkap dengan tenaga manusianya. Jangan heran jika lapangan kerja dipenuhi oleh tenaga asing dan aseng di sisi lain rakyat banyak yang menjadi pengangguran. Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan tulang punggung pendapatan negara secara permanen dan berkelanjutan yang berdampak pada kesenjangan ekonomi. Rakyat miskin semakin terperosok ke dalam kubangan ekonomi yang sempit sementara yang kaya tetap kaya dan terus kaya.
Infrastruktur dalam perspektif Islam.
Infrastruktur merupakan bangunan fisik yang berfungsi untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat. Terdapat empat aturan umum terkait pembangunan infrastruktur publik dalam Islam.
Pertama, pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara.
Kedua, adanya kejelasan terkait kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat, juga kepastian jalannya politik ekonomi secara benar.
Ketiga, rancangan tata kelola ruang dan wilayah dalam negara khilafah didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi.
Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur khilafah berasal dari dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat.
Hal itu sangat memungkinkan karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara.
Alokasi dana infrastruktur dalam sistem ekonomi Islam meniscayakan sebuah negara mengelola seluruh kekayaan yang dimilikinya sehingga mampu membangun infrastuktur yang dibutuhkan untuk kemaslahatan publik. Dengan pengelolaan kekayaan umum (milkiyyah ‘ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) yang benar berdasarkan Islam, menjadikan sebuah negara mampu membiayai penyelenggaraan negara tanpa harus ngutang, termasuk untuk membangun infrastruktur transportasinya.
Dengan demikian jelaslah hanya sistem ekonomi dan politik Islam lah yang menjamin pembangunan infrastruktur negara bagi rakyatnya, dan sistem ekonomi dan politik Islam ini hanya dapat terlaksana secara paripurna dalam bingkai Khilafah Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam, para khulafaur rasyidin hingga khilafah utsmaniyyah. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Penulis kini aktif di Ormas Islam BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim Jember) sebagai Koordinator Bidang Dakwah, m ember Akademi Menulis Kreatif dan Penulis buku ” Senja di Jalan Dakwah”
Footnote:
Tribunnews.com, www.voa-islam.com.
Comment