Nur Azizah*: Bullying, Problematika Pelik Dalam Sistem Sekuler

Opini612 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Bullying. Satu kata yang sering menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, terutama dunia pendidikan. Bullying terdiri dari kata ‘bully’, yaitu suatu kata berupa hinaan bahkan sampai menjuru ke ancaman yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki kekuatan kepada orang lain yang lebih lemah tentunya dengan tujuan untuk menyakiti tentunya.

Fenomena bully, yang marak di kalangan masyarakat kini begitu liar dan tidak terkendali. Menyakiti secara verbal dan fisik seolah hal yang biasa dan lumrah dilakukan pada orang lain.

Sadar atau tidak, kasus semacam ini kerap kali terjadi di dunia pendidikan yang bahkan sampai detik ini belum juga ada tindakan nyata untuk mencegahnya. Miris sekali, ranah pendidikan justru dijadikan sebagai tempat kekuatan untuk menjatuhkan yang lemah.

Belakangan ini, KPAI mencatat dalam kurun waktu 9 tahun dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan. Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media mencapai 2.473 laporan.

Bahkan Januari sampai Februari 2020, setiap hari publik kerap disuguhi berita fenomena kekerasan anak. Seperti siswa yang jarinya harus diamputasi, kemudian siswa yang ditemukan meninggal di gorong gorong sekolah, serta siswa yang ditendang lalu meninggal.

Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengatakan, tentunya ini sangat disadari dan menjadi keprihatinan bersama.
Kalau melihat skala dampak yang disebabkan dari 3 peristiwa diatas, memperlihatkan gangguan perilaku yang dialami anak. Gangguan perilaku tersebut perlu diantisipasi sejak awal.

Menurutnya pemicu dari adegan kekerasan yang kerap terjadi dilingkungan sekitar baik itu sekolah ataupun diluar terjadi karena maraknya tontonan tentang kekerasan, dampak negatif gawai, dan penghakiman melalui media sosial.

Di era sekarang ‘Bullying’ kerap terjadi bukan hanya di dunia nyata. Bahkan di dunia Maya pun kerap terjadi. Mirisnya pelaku-pelaku ‘Bullying’ terus bertingkat bak air laut yang sedang mengalami pasang.

Jika laut bisa pasang-surut nyatanya tidak dengan ‘Bullying’ karena trend yang semakin besar menyebabkan sipelaku semakin agresif.

Berapa banyak anak-anak sekolah yang trauma gegara perilaku ini. Juga sudah tidak terhitung yang sakit, cacat, dan meninggal. Fenomenanya ada di sekolah biasa, ada juga di sekolah yang menerapkan gaya semi militer.

Akar dari masalah bullying yang bahkan nyerempet sampai pada kekerasan yang melanda generasi umat saat ini adalah persoalan sistemik. Penyebab pertamanya adalah kebebasan.

Mengingat sistem kapitalis yang selalu menjunjung tinggi nilai kebebasan membuat generasi umat saat ini mengikuti arus prinsip tersebut. Membuat yang kuat besar kepala untuk semakin menindas yang lemah.

Kedua, lemahnya peran keluarga terutama orang tua. Dimana seharusnya keluarga menjadi tempat tercurahnya kasih sayang dan perhatian ternyata tidak berlaku di sitem kapitalis.

Terdesaknya ekonomi, membuat mereka para orang tua menghabiskan waktunya untuk bekerja daripada meluangkan waktu untuk anak-anaknya.

Ketiga, lemahnya dunia pendidikan dan lingkungan sekitar. Seharusnya ketika sudah terdeteksi gejala yang tidak baik pada pergaulan anak-anak bisa di cegah terlebih dahulu sebelum adanya tindak kekerasan yang berawal dari bullying.

Terakhir, abainya peran pemerintah juga berpengaruh buruk pada generasi milenial. Pasalnya budaya kekerasan tanpa sungkan ke dalam negeri melalui tontonan televisi, film, komik dan video games. Pemerintah seakan dan tidak perduli dengan segala jenis tontonan yang dapat merusak pikiran anak-anak karena minimnya pengawasan dan keberpihakan.

Pemerintah lalai dalam melindungi anak-anak dari media yang menampilkan genre kekerasan.

Pandangan Islam tentang ‘Bullying’

Islam diturunkan justru untuk memberantas segala bentuk kekerasan. Contoh kecilnya adalah ‘bullying’ yang dilakukan si pelaku dengan berbagai macam bentuk kekerasannya.

Dahulupun saat pra-islam bahkan sampai ke zaman kuno pun ‘bullying’ kerap terjadi. Dimana posisi yang paling kuat akan menindas yang paling lemah. Begitulah bahasa kerennya.

Sistem perbudakan pada zaman Jahiliyah berjalan di semua lini kehidupan. Siapa yang kuat maka dia berhak mendapatkan hamba sahaya yang bisa diperjual-belikan seperti barang dagangan.

Bisa dikawinin, dijadikan buruh kasar, asisten pribadi, atau lainnya. Harta dan martabat kemanusiaannya hilang. Status kehambaannya begitu hina, sering mendapatkan cemoohan, perlakuan kasar, dan perilaku tidak adil lainnya.

Karenanya, Islam datang dengan misi yang sangat baik. Sistem ajarannya mengarahkan pada penghapusan perbudakan secara gradual (bertahap), tidak frontal. Contohnya adalah pelaksanaan hukum kafarat bagi orang yang melanggar sumpah.

Sumpah mun’aqidah yaitu sumpah yang dilakukan seseorang bahwa ia akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang atau tidak melakukan sesuatu, namun sumpah itu dilanggarnya. Bentuk sumpah ini dikenai hukum kafarat sumpah sebagaimana difirmankan dalam QS: Al-Maidah: 89, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberi pakaian mereka, atau memerdekakan budak.

Perintah memerdekakan budak adalah cara Islam menghapus ketidakadilan di dunia ini. Dalam Islam, manusia ditempatkan sebagai makhluk yang tercipta paling mulia (laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim). Karenanya, hukum Islam lahir didasarkan pada spirit mengagungkan Tuhan dan memuliakan sesama dengan menjunjung tinggi akhlak.

Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi: “innamaa bu’itstu liutammima makaarimal akhlaaq” (HR. Bukhari), artinya: sesungguhnya aku diutus (di muka bumi) untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. Pesan utama hadits ini adalah bagaimana Islam datang untuk membimbing umat manusia untuk berpegang teguh pada etika kemanusiaan.

Islam datang membawa keteraturan, ketertiban, menghormati harkat dan martabat manusia dengan saling menghargai antara satu dengan yang lain, menjunjung tinggi kehormatan, dan perilaku mulia lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (QS. Al-Hujuraat/49: 11).

Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok.

Jadi, sudah jelas disini bahwa hukum bullying adalah haram, karena termasuk sikap dan perilaku menyakiti orang lain yang dapat merusak nama baik (citra) atau harkat kemanusiaan. Dengan alasan apapun, bullying tetap dilarang oleh Islam.

Bagi para pelaku yang terlanjur melakukannya harus meminta maaf kepada korban agar dosanya diampuni oleh Allah Azza Wajalla.
Wallahu a’lam bishawab

Sumber :

https://www.inilahkoran.com/berita/41733/9-tahun-kpai-terima-37381-pengaduan-bullying

https://islamic-center.or.id/pandangan-islam-terhadap-bullying/

https://www.kompasiana.com/amp/lusi_sun/tragedi-kekerasan-buah-kegagalan-sistem-pendidikan-sekuler_58c26be5337b6148198f2b68

*Aktivis Muslimah Jakarta Utara

Comment