Nelly, M.Pd*: Hikmah Ramadan Raih Ketaatan

Opini863 Views

RADARINDONESIANEWD.COM, JAKARTA – Ramadan adalah bulan dimana diturunkannya kitab suci Al-Qur’an. Ramadan merupakan bulan yang di dalamnya banyak peluang emas untuk kita sebagai hamba bertaubat dengan kerendahan hati kepada Allah Swt. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam berpuasa di bulan ini, maka Allah akan mengampuni segenap dosanya sehingga dia seperti baru terlahir kembali. Setiap bayi yang baru lahir dalam ajaran Islam dipandang sebagai suci, murni tanpa dosa.

Rasululah Saw bersabda, “Sesungguhnya Ramadan adalah bulan di mana Allah ta’aala wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (sholat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan dan mengharap Ridha Allah ta’aala, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya.” (HR Ahmad 1596)

Marilah kita manfaatkan kesempatan emas ini untuk bertaubat. Sebab tidak ada seorangpun di antara manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan. Setiap hari ada saja dosa dan kesalahan yang dikerjakan, baik sadar maupun tidak.

Alangkah baiknya di bulan pengampunan ini, kita semua berburu ampunan Allah ta’aala. Terlebih pada masa pendemi saat ini, bisa jadi wabah ini Allah turunkan sebagai buah dari maksiat serta dosa kita yang telah jauh dari tuntunan agama.

Maka sebaiknya kita ikuti contoh teladan kita, Nabi Muhammad Saw. Beliau dikabarkan tidak kurang dalam sehari semalam mengucapkan kalimat istighfar seratus kali.

Padahal beliau telah dijanjikan oleh Allah akan dihapuskan segenap dosanya yang lalu maupun yang akan datang. Bahkan dalam satu riwayat beliau dikabarkan dalam sekali duduk bersama majelis para sahabat beristighfar seratus kali. Masya Allah…!

Ibadah puasa Ramadan ditujukan untuk membentuk muttaqin (orang bertaqwa). Sedangkan di antara karakter orang bertaqwa ialah sibuk bersegera memburu ampunan Allah ta’aala dan surga seluas langit dan bumi. Allah berfirman:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)

Lebih jauh, mari kita semua introspeksi diri dengan menjadikan momentum Ramadan tahun ini sebagai titik tolak taubat bersama atas kemaksiatan kita terhadap pengabaian hukum Allah baik skala mikro dan makro.

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan pencipta-Nya, dirinya dan sesamanya. Syariah Islam yang terkait pengaturan manusia dengan Tuhannya (seperti ibadah ritual) dan dirinya sendiri (seperti akhlak) ini bisa dilaksanakan oleh individu.

Meski demikian, untuk kesempurnaannya harus ada peran negara di dalamnya. Adapun syariah yang terkait pengaturan hubungan manusia dengan sesamanya (muamalah dan ‘uqûbât/sanksi hukum) harus dilaksanakan oleh negara.

Misalnya muamalah yang terkait pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik, keamanan dan sebagainya. Hanya sebagian kecil aktivitas muamalah yang bisa dilaksanakan tanpa peran negara. Syariah Islam yang mengatur masalah ‘uqubat (sanksi hukum) seperti hukum hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat, mutlak harus dilaksanakan oleh negara, tidak boleh dilaksanakan oleh kelompok apalagi individu.

Faktanya, walau sebagai negeri muslim terbesar di dunia, namun rangkaian proses sekularisasi yang di adopsi oleh bangsa ini. Penyebaran ide sekularisme itu berjalan seiring dengan penyebaran ide pluralisme dan liberalisme (kebebasan) serta menjadi bagian penting dari demokratisasi di negeri ini. Perlu dicatat, sekularisasi di negeri ini dan di negeri-negeri Muslim lainnya didukung oleh negara-negara Barat, mereka berkepentingan untuk melanggengkan ideologi Kapitalisme di negeri-negeri Muslim, sekaligus menyingkirkan ideologi Islam sebagai rival dan ancaman utamanya.

Oleh karena itu pada bulan Ramadhan ini, selain perlu dibahas masalah ibadah dan akhlak, perlu pula disampaikan dan dikampanyekan secara gencar penerapan syariah Islam yang bersifat menyeluruh.

Hal ini sebagai upaya membersihkan pemikiran umat dari ide sekularisme, sekaligus menyelamatkan umat dari bahaya propaganda sekularisme yang bermuara pada kepentingan negara-negara kapitalis, penjajah di negeri-negeri Muslim.

Islam tidak memisahkan urusan spritual dengan politik karena keduanya diatur dalam syariah Islam.

Politik Islam adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri menurut Islam. Karena itu dalam Islam politik merupakan perkara yang mulia. Politik dilaksanakan oleh negara dan umat. Negara secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi negara dalam pengaturan tersebut.

Pengaturan urusan umat di dalam negeri dilakukan oleh negara dengan menerapkan ideologi Islam dengan syariahnya secara kaaffah. Pengaturan urusan umat di luar negeri dilakukan dengan cara mengadakan hubungan dengan berbagai negara, bangsa dan umat lain dalam rangka menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia.

Politik Islam, yakni pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri dengan hukum Islam, tidak dapat dipisahkan dengan aspek ritual spiritual Islam.

Islam dan politik merupakan satu kesatuan dalam struktur sistem Islam. Pengertian politik seperti itu disandarkan pada hadis-hadis yang menunjukkan aktivitas penguasa, kewajiban mengoreksi penguasa serta pentingnya mengurus kepentingan kaum Muslim.

Politik Islam itu dijalankan langsung oleh para nabi, termasuk Nabi Muhammad Saw. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw., politik Islam secara praktis dijalankan oleh para khalifah.

Karena itu realisasi politik Islam pasca Nabi Muhammad Saw. itu terkait erat dengan keberadan para khalifah seperti yang tampak sejak masa Khulafaur Rasyidin. Hal itulah yang diisyaratkan oleh Rasul Saw. dalam sabda beliau:

“Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, dia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudah aku. Yang ada adalah para khalifah yang banyak. (HR Muslim).

Demikianlah pengertian politik yang syar’i karena diambil dari dalil-dalil syariah. Karena itu kaum Muslim semestinya tidak memisahkan urusan spiritual dengan politik Islam. Maka besar harapannya, Ramadan kali ini dapat menjadi momentum penting yaitu untuk, meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt secara total. Baik dalam aspek ibadah spiritual maupun aspek politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

Allah Swt telah menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna (QS al-Maidah : 3) dan mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia (QS an-Nahl : 89).

Allah Swt berfirman: “ Jika kalian berlainan pendapat tentang suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan hari akhir (TQS an-Nisa’ : 59).

Sangat jelas, ayat ini memerintahkan kaum muslim untuk mengimplementadikanajaran al-Quran dan as-Sunnah. Artinya, kaum Muslim diperintahkan untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Karena itu ketakwaan harus diwujudkan melalui ketundukan pada syariah Islam secara menyeluruh.

Pada bulan Ramadan ini juga seharusnya mampu memperkuat persatuan umat muslim dengan kembali pada hukum aturan Islam yang sempurna. Karena hanya sistem aturan yang berasal dari Allah Swt yang pasti akan menjadi solusi kehidupan. Ini sudah pernah terbukti selama 1300 tahun sejarah peradaban Islam begitu mulia, mencapai puncak keemasannya, di rasakan oleh muslim dan nonmuslim. Dan di akui oleh para cendikiawan, ilmuan barat bagaimana mahsyurnya kepemimpinan Islam memimpin dunia.

Penerapan sistem Islam merupakan keniscayaan untuk mengakhiri berbagai problem dan keburukan yang diderita umat.

Maka, momentum ramadan ini kita jadikan tonggak untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan ke tangan umat Islam dengan kembali pada Islam kaaffah sebagaimana kanjeng Nabi contohkan. Wallahu a’lam bi ash-shawâb.[]

*Aktivis Peduli Negeri, Pegiat Dakwah Medsos

 

Comment