Oleh : Sri Maulia Ningsih, S.Pd, Anggota Muslimah Media Konawe
__________
RADARINDINESIANEWS.COM, JAKARTA — Sejak beberapa pekan ini masyarakat Indonesia terutama dari kalangan pedagang kuliner dan sejenisnya hingga dikalangan ibu rumah tangga digemparkan dengan kenaikan harga minyak goreng.
Lagi, Masyarakat kembali dibuat geleng-geleng dengan isu penimbunan minyak goreng yang oleh Tim Satgas Pangan Sumatera Utara mengungkap keberadaan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang diduga ditimbun di sebuah gudang salah satu produsen di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (18/2/2022).
Temuan ini bermula dari sidak yang dilakukan oleh Satgas Pangan karena sejak sepekan terakhir terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran, terutama di wilayah Sumatera Utara. Saat sidak, 1,1 juta kilogram minyak yang ditemukan di Deli Serdang ternyata minyak yang siap edar. Padahal saat ini kondisi masyarakat tengah kesulitan mendapatkan minyak goreng karena langka di pasaran. Hasil sidak itu langsung disampaikan ke Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.
Belakangan diketahui, pemilik dari timbunan minyak goreng di gudang tersebut adalah anak perusahaan dari Grup Salim milik konglomerat Anthony Salim, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). Saat dikonfirmasi, pihaknya mengklarifikasi secara tertulis bahwa minyak tersebut untuk kebutuhan minyak goreng mie instan grup perusahaan tersebut. (Kompas.com, 20/02/22).
Diketahui bahwa pada Januari 2022 lalu, pemerintah mengklaim bahwa telah melakukan mitigasi permasalahan minyak goreng dan memastikan pasokan minyak tersedia sampai enam bulan kedepan, pemerintah pun memastikan tersedianya minyak goreng dengan harga terjangkau yakni 14.000 rupiah perliter.
Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan upaya selisih harga minyak goreng demi memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri mikro atau industri kecil. Namun ditemukannya penimbunan minyak goreng dalam jumlah besar mengindikasikan bahwa dalam kebijakan pemerintah atas Domestik Market Obligation (DMO) minyak goreng diabaikan oleh korporasi produsen demi keuntungan sendiri dan mengesampingkan kebutuhan dan kemaslahatan publik. (IndustriKontan.co.id, 20/02/22)
Hal ini menegaskan bahwa negeri ini berada dibawah kendali korporasi atau korporatokrasi kebijakan pemerintah amat mudah dikendalikan ataupun dilanggar oleh para pemilik modal yaitu pengusaha, tak heran penimbunan seringkali terjadi sebab dalam sistem ekonomi kapitalisme distribusi bahan pokok dikendalikan oleh korporasi. Negara tidak lagi berfungsi sebagai pengurus dan penjamin terpenuhinya kebutuhan bagi rakyatnya.Tapi negara berfungsi hanya sebagai regulator yang kebijakannya hanya mementingkan urusan para kapital.
Lain halnya dengan Islam, menegaskan haramnya penimbunan sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Nidzom Al-Iqtishody karya Syeikh Taqiyudin An Nabhani “Penimbunan (Al-ikhtikar) secara mutlak adalah Haram secara syar’i karena adanya larangan tegas dalam pernyataan hadist secara gamblang”.
Telah diriwayatkan dalam shohih Muslim, dari said Al-Musayyib, dari Mu’ammar abdullah bin al-‘Adawi, Bahwa Rasulullah saw bersabda : ” Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan (dosa)”. (HR.Muslim)
Dalam hadits Lain, “Rasulullah saw melarang makanan ditimbun”. ( HR. Al-Hakim dan ibnu abi syaibah). Hadits-hadits tersebut menyebutkan keharaman untuk menimbun. Al-Muhtakir (penimbun) artinya orang pengumpulan barang menunggu harganya mahal lalu ia menjual dengan harga yang tinggi hal itu akan menimbulkan masyarakat akan kesusahan membelinya.
Masalah penimbunan bahan makanan pokok hanya bisa terselesaikan dengan keberadaan negara yang memiliki aturan yang paripurna yakni sistem Islam, Islam akan mencegah adanya praktik perdagangan haram melalui strategi kedaulatan dan ketahanan pangan oleh negara.
Terkait dengan kejahatan penimbunan dalam kekacauan stok penyediaan pangan negeri ini maka pembenahan kebijakan distribusi pangan dengan ketersediaan pangan dan pemberian jaminan kesejahteraan pangan dari negara. Islam memandang manusia sebagai individu yang harus dipenuhi kebutuhan primernya secara menyeluruh.
Penataan distribusi kekayaan sistem Islam dilaksanakan pada seluruh sistemnya mulai dari penentuan harta kekayaan pengelolaannya dan juga pendistribusiannya yang diperuntukan bagi kemaslahatan warga negaranya.
Bahkan apabila masyarakat mengalami kesenjangan antar individu, maka penguasa diwajibkan untuk memecahkan keseimbangan kekayaan rakyatnya, dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Semua itu dilakukan dengan mekanisme yang cepat dan merata sehingga seluruh individu masyarakat mudah untuk memperoleh haknya terutama dalam aspek vital kebutuhan pokok mereka.
Adapun kejahatan seperti penimbunan kartel dan perdagangan haram lainnya tidak memiliki tempat, sebab negara akan menciptakan pasar yang sehat dan kondusif mengawasi rantai tata niaga dan menghilangkan penyebab distorsi pasar. Lalu jika ditemukan kejahatan pasar maka, para pelakunya akan disidang dalam pengadilan hisbah dan diganjar hukuman berat dalam islam. Sistem ini akan berjalan efektif karena islam telah menutup semua celah para pejabat negara yang berkolaborasi dengan pengusaha dalam mengeksploitasi kebutuhan umum.
Pelaku penimbun akan di jatuhi hukuman ta’zir dan pelaku akan dipaksa untuk menjual dagangannya dengan harga yang sesuai pasar bukan dengan harga yang dipatoknya. Tapi dipatok oleh negara sebab dalam sistem Islam penentuan harga mengikuti mekanisme pasar.
Demikianlah syariat Islam secara paripurna mengatasi persoalan pangan dengan menjamin ketersediaan pangan yang cukup dan merata, wallahua’lam bishowab.[]
Comment