Penulis: Irohima | Pegiat Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– “Sosial Justice and Decent Work for All” menjadi tema yang diusung pada perayaan Hari Buruh tahun ini. Meski berbagai persoalan yang menimpa para buruh makin kompleks ataupun nasib buruh yang makin terpuruk, namun ritual perayaan Hari Buruh atau juga biasa disebut May Day tetap saja berlangsung tiap tahunnya.
Penetapan tema perayaan Hari Buruh selalu disesuaikan dengan isu global yang sedang terjadi. Saat ini, tema Social Justice and Decent Work for All ditetapkan secara resmi karena mengacu pada laporan ILO ( Internasional Labour Organization ) tentang tren ketenagakerjaan dan sosial 2024 yang menyoroti tingkat pengangguran global yang tinggi dan kesenjangan sosial yang semakin melebar.
Seperti yang sedang terjadi di Bangka Belitung saat ini, gelombang PHK tengah mengancam karyawan Smelter. Langkah penyitaan lima smelter yang dilakukan kejaksaan agung terkait kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP milik PT Timah Tbk periode 2015-2022 dengan taksiran kerugian lingkungan sebesar Rp 271 triliun dinilai Junaedi Saibih, selaku Ketua Departemen Hukum Acara Universitas Indonesia sebagai langkah yang bisa mendatangkan gelombang PHK, sebab tidak ada produksi yang bisa dilakukan perusahaan.
Sekitar 400 orang pegawai outsourcing telah di PHK oleh salah satu smelter yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT). Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah mengingat masih terdapat smelter lain yang akan mengambil kebijakan serupa ( INews, 26/04/2024 ).
Jumlah pengangguran akan mengalami ledakan sebab terdapat hal lain selain PHK yang membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, salah satunya ketiadaan peluang. Menurut survei yang didasari oleh Laporan Talent Acquisition Insight 2024 oleh Mercer Indonesia telah menunjukkan bahwa sekitar 69 persen perusahaan di Indonesia berhenti merekrut karyawan baru. Dari jumlah 69%, 67% merupakan perusahaan besar seperti industri perbankan, perhotelan, dan farmasi (CNNIndonesia, 26/04/2024).
Secara umum, persoalan yang menimpa kaum buruh hampir sama setiap tahunnya. Upah yang rendah, kerja yang tidak layak, kurangnya lahan pekerjaan dan maraknya PHK adalah masalah yang seolah menjadi tradisi dan sulit untuk diselesaikan. Tidak heran jika sering terjadi aksi tuntutan kaum buruh pada setiap perayaan May Day ataupun di hari lain.
Tuntutan buruh juga masih berkutat pada soal kesejahteraan. Fakta kehidupan buruh yang makin keruh dan tidak sejahtera tak bisa dipungkiri, ditambah lagi dengan berbagai kebijakan tentang tenaga kerja yang tidak memihak buruh seperti Omnibus Law UU Cipta Kerja menambah runyam kehidupan para buruh.
Sejatinya, semua persoalan yang menimpa para buruh adalah dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi, kapitalisme memiliki pandangan untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
Kapitalisme selalu mengusahakan biaya produksi yang seminimal mungkin, dan karena buruh merupakan bagian atau faktor dari produksi maka buruh seringkali diperlakukan dengan tidak layak, seperti diupah dengan rendah, dan hak-hak mereka sebagai pekerja sering diabaikan.
Keadaan ini diperparah dengan tidak adanya jaminan dari negara, karena dalam kapitalis, peran negara sebagai pelindung pekerja seperti hilang. Negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah jika ada konflik terkait hak-hak dasar karyawan dan upah antara perusahaan dan buruh.
Negara dalam sistem kapitalisme menyerahkan sepenuhnya nasib para buruh pada perusahaan hingga buruh terpaksa pasrah karena mereka berada dalam kondisi yang serba sulit, jika tidak bekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan, namun bekerja juga kerap menerima upah rendah dan tak sesuai.
Untuk berhenti kerja juga bukan pilihan tepat mengingat peluang kerja yang sempit sementara lahan pekerjaan yang minim dan persaingan antara sesama pencari kerja begitu sengit. Mereka benar-benar berada dalam kebingungan, sementara tempat untuk mengadu dan berlindung juga tak jua mendukung.
Pandangan kapitalisme yang menganggap buruh hanya sekadar bagian dari produksi hingga tak peduli dengan kesejahteraan mereka sangat bertolak belakang dengan Islam. Dalam Islam, buruh adalah bagian dari masyarakat yang memiliki hak untuk dilindungi dan diri’ayah. Kesejahteraan mereka akan dipastikan oleh negara seperti halnya kesejahteraan warga negara yang lain.
Negara dalam konsep Islam menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu. Kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan akan diberikan secara percuma hingga tak memberatkan rakyat. sementara untuk memenuhi kebutuhan dasar yang lain semisal pangan, sandang dan papan, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya.
Islam juga akan mengatur hubungan antara pihak bekerja (pekerja) dengan pihak penyedia kerja (individu/perusahaan). Islam menetapkan akad yang jelas dan sesuai syara terkait jenis pekerjaan, jam kerja, jaminan keselamatan, upah dan lain sebagainya.
Islam juga mengatur hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja secara adil yang membuat keduanya ridha satu sama lain. Upah dalam Islam ditentukan berdasarkan ridha antara kedua belah pihak, namun Islam juga memiliki standar upah sesuai manfaat yang diberikan pekerja, durasi kerja, jenis pekerjaan, dan risiko yang ditentukan oleh para ahli (Khubara ).
Pengaturan yang jelas tentang hak dan kewajiban antara pekerja dan pihak yang memberi pekerjaan, serta adanya jaminan dari negara terkait kesejahteraan dan peri’ayahan serta perlindungan akan membuat kehidupan rakyat menjadi stabil, keadilan dan kesejahteraan pun merata hingga kita tak perlu perayaan May Day yang menjadi ritual tahunan belaka. Wallahu a’lam bishawab. []
Comment