Nanik Farida Priatmaja, S.Pd |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pertemuan dengan teman lama alias reuni biasanya marak dilakukan ketika lebaran tiba. Momen lebaran dinilai tepat buat mengadakan reuni sebagai ajang silaturahmi baik antar keluarga, kerabat senasab, tetangga, teman sekolah, teman kerja dan sebagainya. Reuni dinilai mampu mempererat silaturahmi yang selama ini terputus serta sebagai ajang temu kangen.
Ada pula yang menjadikan reuni sebagai ajang bisnis. Dengan menjual aneka produk yang dipakai saat acara reuni berlangsung. Ada pula yang memanfaatkan sebagai ajang mencari jodoh bagi yang belum menikah atau sebagai perantara jodoh. Apapun alasannya untuk mengadakan reuni, pastinya akan berdampak baik jika tak ada norma yang dilanggar. Akan tetapi reuni akan menjadi pintu masuk keburukan jika tak sesuai norma yang ada. Misalnya maraknya kasus perceraian usai mengikuti reuni dengan teman sekolah.
Angka perceraian usai Iebaran di Pengadilan Agama Makassar tercatat sudah 76. Angka tersebut berdasarkan data mulai dari tangga 10 sampai 14 Juni 2019, ada 76 perkara yang masuk.(Bonepos.com, 16/06/19)
Melonjaknya angka perceraian usai lebaran kemungkinan berhubungan dengan adanya reuni yang mengakibatkan cinta lama bersemi kembali(CLBK) dengan mantan kekasih. Entah berapa banyak yang mengalami CLBK yang pasti terdapat fakta yang demikian. Misalnya si istri menggugat cerai suami akibat CLBK dengan mantan pacarnya yang bertemu saat reuni dan semakin mengeratkan hubungan komunikasi dari sebelumnya. Meski dipungkiri terjadi ketidakharmonisan dalam rumah tangga sebelumnya, sehingga adanya reuni semakin memperkeruh keadaan dan terjadilah perceraian.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati ketika menghadiri reuni. Reuni keluarga sebenarnya sangatlah bermanfaat untuk mengenalkan nasab pada anggota keluarga yang satu dengan lainnya yang masih senasab yang disebut silaturahmi. Berbeda halnya dengan reuni dengan teman sekolah(SD, SMP, SMA, kuliah) yang mana tak ada hubungan senasab dengan mereka. Sehingga perlu adanya interaksi yang harus dibatasi. Terdapat aturan yang mengikat ketika terjadi interaksi dengan yang bukan senasab. Misalnya harus terpisah tempat duduknya dan tak ada kepentingan untuk berbincang. Jika aturan interaksi tak ada batasan, pastinya akan terjadi hal-hal negatif. Misalnya adanya saling ketertarikan dengan teman(lawan jenis) yang belum halal ataupun sama-sama telah menikah. Hal inilah yang menjadikan ajang reuni menjadi mengerikan.
Terjadinya CLBK, perselingkuhan dan perceraian merupakan buah tak adanya aturan yang jelas dalam pergaulan. Interaksi yang tak ada aturan yang membatasi inilah yang mengakibatkan terjadinya perselingkuhan, dan sesuatu yang dibenci oleh Allah yaitu perceraian.
Tak akan ada momen reuni jika setiap individu dan negara mampu memahami aturan interaksi dan pergaulan dalam masyarakat. Sangat disayangkan sesuatu yang mulia(menyambung silaturahmi) dinodai dengan berakhirnya sesuatu yang buruk akibat buruknya interaksi.
Islam mengatur interaksi laki-laki dan perempuan dalam ranah pribadi dan publik. Dalam ranah publik, seorang perempuan wajib menutup aurat secara sempurna. Harus meminta ijin mahram jika keluar rumah bahkan harus ditemani mahram jika melakukan perjalanan tertentu. Seorang laki-laku mempunyai kewajiban menundukkan pandangan mata ketika berinteraksi dengan perempuan asing di ranah publik. Tak ada interaksi yang tak berkepentingan (pendidikan, kesehatan, peradilan, dan sebagainya). Hal ini sangat berbeda dengan yang saat ini terjadi dimana laki-laki dan perempuan bebas berinteraksi tanpa batas. Laki-laki bebas bertemu dengan teman perempuan di tempat umum tanpa aturan dan kepentingan.
Hal inilah yang menjadikan kerusakan. Ditambah lagi masyarakat yang tak peduli dan membenarkan sesuatu yang tak dibenarkan syariat(tak pernah peduli dengan kemaksiatan). Serta tidak adanya aturan interaksi yang diberlakukan oleh negara. Bahkan negara memberikan kebebasan dalam berinteraksi. Sangat berbeda dengan sistem Islam atau khilafah yang sangat mengatur segala bidang termasuk interaksi laki-laki dan perempuan dalam ranah publik serta memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku kemaksiatan sehingga mampu mencegah segala perbuatan yang akan mengarah pada kemaksiatan. Hal ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem khilafah.[]
Comment