Nanik Farida Priatmaja, S.Pd: Monsterisasi Nikah Dini Bukan Solusi

Opini775 Views

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Pernikahan di usia dini atau biasa disebut nikah dini, saat ini banyak dikritisi berbagai pihak sehingga menimbulkan kontroversi. Pasalnya mereka menilai nikah dini atau nikah usia muda zaman now banyak merugikan kaum perempuan dan anak. Misalnya maraknya kasus perceraian, KDRT, tingginya angka kematian ibu, melubernya jumlah penduduk dan sebagainya.

Negara telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah nikah dini, dengan melakukan edukasi melalui berbagai media agar seluruh masyarakat memahami bahwa pernikahan dini menimbulkan banyak masalah. Misalnya melalui iklan di media elektronik, sinetron, serta film-film yang mengisahkan buruknya kehidupan rumah tangga yang dilakukan saat usia dini.

Pemerintah, Badan Legislatif dan Panitia Kerja DPR akhirnya bersepakat batas usia nikah perempuan dan laki-laki disamakan, yakni 19 tahun. Inilah revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini disambut gembira para aktivis PSI. Partai tersebut telah menyuarakan revisi pasal 7 ayat 1 terkait pembatasan usia pernikahan sebagai kemenangan besar bagi kaum perempuan dan anak.

Di mata internasional hingga saat ini Indonesia dinilai gagal merealisasikan target Millenium Development Goal’s (MDGs) 2015, dan dalam merealisasikan target Sustainable Development Goal’s (MDGs) 2030. Misalnya goals tentang penghapusan segala bentuk praktik berbahaya terhadap anak seperti pernikahan dini, sunat perempuan, nikah paksa. Padahal seluruhnya dianggap berkaitan dengan tujuan-tujuan lain seperti kesehatan (goal 3), pendidikan (goal 4) dan eliminasi kemiskinan (goal 1).

Pro kontra terhadap usia pernikahan di negeri ini berawal sejak adanya konferensi internasional terkait pembatasan usia anak yaitu 18 tahun, yangmana Indonesia ikut menandatangani petisi tersebut. Padahal secara fitrah, batas usia anak adalah saat tercapai aqil baligh(wanita saat sebelum mengalami haid dan laki-laki saat sebelum mengalami mimpi basah).

Sungguh miris, jika negara hanya sibuk mengikuti arahan perjanjian Internasional tanpa menempatkan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia.

Pembatasan usia dini yang dinilai merugikan kaum perempuan dan anak layak dikritisi. Pasalnya disatu sisi telah terjadi banyak kebobrokan yaitu maraknya seks bebas yang dilakukan para remaja usia sekolah.

Kemenkes mengungkapkan, sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah, 20% dari 94, 270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari usia remaja. 21 % diantaranya pernah melakukan aborsi. Kasus HIV/AIDs dalam rentang 3 bulan terdapat 10.203 kasus, dan 30% penderitanya berusia remaja.

Keringnya ajaran agama di dalam kurikulum pendidikan. Kalaupun ada mata pelajaran agama, hal itu hanya teori tanpa praktek. Ajaran agama hanya dipelajari sebagai ilmu pengetahuan semata, serta tak pernah membahas aturan pergaulan yang sesuai dengan norma keagamaan. Padahal disisi lain, media massa(baik cetak ataupun elektronik) sangatlah marak mengkampanyekan konten-konten pornografi pornoaksi tanpa perlu izin.

Di tengah-tengah masyarakatpun tak pernah memberlakukan aturan sosial yang sehat. Budaya liberal dan permissif dianggap hal biasa yang tak perlu diatur dalam kehidupan. Pacaran, perselingkuhan, perzinahan, bahkan kumpul kebo dianggap urusan pribadi yang tak layak dicampuri banyak pihak ataupun dibawa ke ranah hukum.

Hamil diluar nikah saat ini seolah menjadi hal biasa. Bahkan akan diedukasi terkait sex yang aman, jika terjadi kehamilan maka akan dilakukan aborsi yang aman pula. Hal ini dilakukan dengan alasan demi menyelamatkan kesehatan si ibu.

Sungguh miris, ketika membatasi usia nikah atau nikah dini dengan melakukan monsterisasi nikah dini sebagai solusi maraknya isu kasus perempuan dan anak. Padahal kasus sosial(sek bebas) di negeri ini masih saja sulit dibendung.

Rasulullah Saw bersabda, “ Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu negeri, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri” (HR al Hakim, al Baihaqi dan at Thabrani).

Maraknya berbagai kasus sosial akan terus saja terjadi sepanjang pemerintah menerapkan aturan yang tak sesuai fitrah manusia, menyingkirkan aturan agama dalam kehidupan.

Dalam ajaran islam ketika seorang anak memasuki masa baligh(saat haid bagi wanita dan saat mimpi basah bagi laki-laki) maka saat itulah ia harus mampu atau wajib melaksanakan aturan Islam secara individu, misalnya bersuci, sholat wajib, menutup aurat, dan sebagainya. Bahkan seorang anak laki-laki yang telah baligh wajib dipersiapkan untuk mandiri atau mampu menafkahi dirinya sendiri. Seorang anak perempuan selayaknya diajarkan tentang bagaimana menjadi sosok perempuan yang siap menjadi seorang istri ataupun ibu. Sehingga telah siap memasuki gerbang rumah tangga. Tak perlu menunggu usia di atas 17 tahun atau saat ini 18 tahun usia yang disebut layak untuk menikah. Jika diusia remaja misalnya 11 tahun, akan tetapi ia telah disiapkan dengan matang baik dari segi ilmu agama, ilmu rumah tangga ataupun ilmu pengetahuan maka telah layak jika ia menikah.

Bunda Aisyah ra telah dinikahi Rosulullah SAW saat usia belia bahkan saat itu beliau belum baligh. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra ayah bunda Aisyah ra, beliaulah sosok orang tua teladan yang telah mengajarkan dan membimbing Aisyah ra kecil dengan akidah islam sehingga menyiapkan putrinya menjadi wanita mulia yang siap menjadi pendamping Rosulullah SAW dan berperan besar dalam perjalanan dakwah islam. Sosok bunda Aisyah dikenal sebagai perempuan yang cerdas, memiliki daya ingat yang kuat, berwawasan luas, berilmu tinggi serta sangat luhur budi pekertinya. Hal inilah bukti keberhasilan Islam mendidik generasi sepanjang hayat. Islam membimbing dan mengkondisikan generasi sejak dini sehingga siap mengarungi kehidupan tanpa batasan usia. Sehingga terjagalah generasi Islam yang mulia tanpa perlu monsterisasi nikah dini.

Sesungguhnya negara ini butuh aturan yang peduli terhadap keberlangsungan hidup manusia yang menjamin perlindungan bagi seluruh manusia tak sekedar perempuan dan anak. Hak-hak manusia akan terpenuhi seluruhnya.

Hanya dengan sistem Islam manusia akan dimuliakan. Sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat, sistem pergaulan Islam akan mengatur interaksi di masyarakat yang kondusif, sistem sanksi yang menjamin keamanan, dan sebagainya.

Penerapan aturan Islam secara sempurna dalam kehidupan akan menjadikan anak-anak menjadi generasi emas, yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami serta bervisi misi hidup yang jelas sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.[]

Comment