Naiknya Harga Gas, Dampak Liberalisasi Migas

Opini602 Views

 

Oleh : Anggraeni, S.E, Instruktur Sekolah Alam

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Tercekik itulah kata yang tepat mewakili masyarakat saat ini. Belum selesai masalah mahal dan langkanya minyak goreng, kini ditambah dengan kenaikan gas LPG. Harga LPG non subsidi resmi naik pada Minggu (27/2/2022) lalu.

Padahal pada akhir Desember 2021 seperti dikutip tribune news.com,  pemerintah baru saja menaikan harga gas LPG nonsubsidi. Pertamina menyebutkan, penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas.

Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina Irto Ginting memastikan, penyesuaian harga ini telah mempertimbangkan kondisi serta kemampuan pasar LPG non subsidi.

“Harga ini masih paling kompetitif dibandingkan berbagai negara di ASEAN,” imbuh Irto.

Berbagai alasan disampaikan sebagai pembenaran menaikan kembali harga gas LPG hanya dalam rentang 2 bulan. Padahal indonesia merupakan salah satu negara penghasil gas alam terbesar di dunia. Tahun 2000, Indonesia menjadi negara Asia paling tinggi dan peringkat ke-6 dunia dalam memproduksi gas alam. Total produksi kala itu mencapai 70,5 juta m3/tahun.

Sementara pada 2018, produksi gas alam Indonesia mencapai 73,7 juta m3, kendati secara peringkat turun ke posisi 11, namun dari sisi produksi volumenya meningkat sebesar 3.2 juta m3 (http://manajemen.uma.ac.id/2021/01)

Tentu hal ini sangat miris bahwa negara mampu menghasilkan gas alam dalam jumlah besar namun penentuan harga harus mengikuti harga pasaran internasional. Hal ini menjadi wajar karena Pertamina (BUMN) bukanlah satu-satunya perusahaan yang mengolah sumber daya alam migas di Indonesia. Cevron, Total dan ConocoPhillips adalah beberapa perusahaan besar yang turut andil dalam mengeruk kekayaan alam.

Berhasilnya swasta bermain di bagian hulu dan harga migas yang harus mengikuti ketentuan dunia adalah buah masuknya UU Migas yang bernuansa liberal. Kalau sudah begini, kaum kapitalislah yang akan meraup untung. Sedangkan bangsa sendiri mendapat buntung. Ujung-ujungnya rakyat juga yang merasakan dampak buruknya.

Islam telah mengatur bahwa gas termasuk milik rakyat. Rasululloh SAW bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Hadits tersebut menyebutkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak di kuasai negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Oleh karenanya, haram dimiliki atau dikelola perorangan apalagi asing. Negara juga diharamkan mengambil keuntungan darinya kecuali sekedar untuk menutup biaya operasional saja.

Gas LPG, misalnya, karena berhubungan dengan kebutuhan umat, sudah seharusnya tidak ada perbedaan antara rakyat. Kaya atau miskin berhak mendapatkan pelayanan yang sama. Jikalau yang satu mendapat gas dengan harga murah atau bahkan gratis, yang lain pun harus demikian.

Hanya saja, pengelolaan yang demikian hanya akan terwujud jika negara mengambil Islam dan mencampakkan hukum liberal. Sebagaimana dilakukan Khilafah selama 13 abad yang menerapkan hukum Islam dan mampu menjadi negara independen sebagai pelayan rakyat.[]

Comment