Mutiara Putri Wardana, S.Ak: Kapitalisme Tumbuh- Suburkan Gerakan Halu

Opini648 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belakangan marak di Indonesia fenomena kelompok masyarakat yang penuh dengan halusinasi dan mulai muncul satu per satu ke permukaan.

Sebut saja yang masih menjadi perbincangan hangat, yaitu Keraton Agung Sejagat dan tak lama berselang disusul lagi oleh Sunda Empire.

Jika menengok sedikit ke belakang, fenomena ini bukanlah hal baru sebab sudah ada kasus serupa yang juga menghebohkan khususnya di negara ini seperti Kerajaan Ubur-ubur, Gafatar, Kerajaan Eden, dan lainnya.

Masyarakat masih banyak yang dengan mudahnya termakan tipu muslihat kelompok-kelompok ini padahal mereka dituntut untuk mengeluarkan sejumlah uang yang tak bisa dibilang sedikit.

Swperti dalam contoh kasus Keraton Agung Sejagat, para pengikut yang ingin bergabung diwajibkan membayar uang Rp 3.000.000,- juta sebagai biaya pendaftaran anggota kerajaan.

Setelah membayar uang pendaftaran, Keraton menjanjikan para anggota akan mendapat gaji dalam bentuk dolar tiap bulan. (https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200116093538-12-465811/keraton-agung-sejagat-antara-cuan-dan-mitos-ratu-adil)

Tak mengherankan gerakan seperti ini masih laku ‘dijual’ sebab dianggap menawarkan jalan keluar bagi kebuntuan zaman di tengah frustasi sosial dan ekonomi yang dialami masyarakat dan didukung pula dengan kurangnya iman dan pengetahuan masyarakat tersebut.

Padahal realitanya gerakan tersebut dikemas sedemikian rupa dengan kegiatan kebudayaan atau bahkan keagamaan hanya untuk menarik simpati para pengikutnya.

Masyarakat yang tertarik dan bergabung dengan gerakan atau kelompok ‘halu’ tersebut didominasi oleh faktor kebuntuan mencari jalan keluar dari himpitan hidup yang kian dilematis.

Mereka akhirnya gampang tergiur tawaran tidak rasional dan tanpa disadari hanya dimanfaatkan oleh kalangan tertentu untuk mencari keuntungan sepihak.

Seharusnya pemerintah mengambil tindakan tegas dan antisipatif mengingat ini bukan fenomena yang baru terjadi di tengah masyarakat bahkan terus berulang hanya dengan kemasan berbeda.

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang berimbas pada keonaran di masyarakat serta pasal 378 KUHP tentang penipuan yang menjerat raja dan ratu Keraton Sejagat pun tidak cukup dikatakan sebagai tindakan tegas.

Sanksi itu tidak dapat memberikan efek jera karena terbukti dengan terus bermunculan gerakan-gerakan serupa dan pemerintah belum mampu mengantisipasinya.

Gerakan atau kelompok semacam ini bukan lah sebuah lelucon yang ke depan hanya dianggap angin lalu saja.

Dengan menangkap para pendirinya maka dianggap permasalahan ini sudah beres. Gerakan ini sudah terbukti meresahkan masyarakat dan sudah banyak korban yang mengalami kerugian materil.

Fenomena semacam ini menjadi bukti bahwa negara gagal mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya dan melanggar nilai – nilai pancasila yang mereka dengungkan sehingga memberikan ruang bagi mereka untuk membentuk kekuasaan baru yang nyeleneh dikarenakan mereka sudah tak lagi sepenuhnya percaya dengan sistem yang diterapkan saat ini.

Seperti yang sudah diketahui sistem yang masih dijadikan dasar bernegara hingga saat ini adalah kapitalisme, yang sangat identik dengan sebutan negara korporasi di mana negara hanya dijadikan alat untuk memupuk kekayaan para penguasa dan pengusaha semata.

Sementara kepedulian terhadap rakyat hanya omong kosong, beban rakyat makin berat dengan berbagai kebijakan yang tidak populis terlebih rakyat dipaksa menopang dan mencari jalan keluar sendiri dari segala permasalahan yang terjadi.

Kapitalisme dengan kaidah sekulernya pun turut andil menjauhkan masyarakat dari Dzat yang Mahapencipta.

Ini terbukti, masyarakat masih percaya terhadap hal konyol seperti itu melebihi kepercayaan terhadap-Nya. Padahal kelompok-kelompok tersebut sudah jelas bukan bagian dari Islam.

Negara sekuler akan terus melahirkan rakyat yang sekuler pula dan meningkatkan pemikiran yang bergelimang halusinasi sebab tidak ada arah tujuan hidup yang hakiki, sehingga melakukan suatu perbuatan tanpa mempedulikan lagi hukum Allah.

Akar masalah dari segala permasalahan yang terjadi saat ini ada pada penerapan sistem cacat yang digenggam erat sehingga rakyat terus terjebak dan sulit terlepas dari kekejaman tuntutan biaya hidup.

Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang jauh lebih baik daripada kapitalisme sekuler yang sangat pro kapitalis dan mengabaikan kebutuhan rakyat.

Hanya dengan penegakkan syari’at Islam secara kaffah lah kesejahteraan rakyat dapat terealslisasi, sebab dalam sistem Islam kesejahteraan rakyat menjadi prioritas negara. Wallahua’lam.[]

Comment