RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Jagat maya baru-baru ini dihebohkan oleh unggahan foto kontroversial salah satu aktris tanah air. Foto tersebut sengaja diunggah dengan mengekspos tubuh sang aktris untuk mengkampanyekan body positivity.
Aksi body positivity sendiri mengacu bahwa semua orang berhak memiliki citra tubuh yang positif terlepas dari bagaimana orang lain melihat tubuh mereka dan mengajak orang khususnya perempuan untuk mencintai dan percaya diri dengan tubuhnya.
Pesan dan kampanye tersebut nampaknya bermuatan positif maka tak sedikit netizen merespon unggahan tersebut dengan nada positif pula.
Namun, sangat disayangkan pesan positif tersebut tidak dibarengi dengan cara penyampaian yang benar. Tubuh seorang wanita yang merupakan aurat seharusnya dijaga bukan justru diumbar dan menjadi konsumsi publik.
Konten seperti inilah yang justru bisa merusak pemikiran dan akhlak generasi muda. Mengatasnamakan kepedulian dengan membenarkan sesuatu yang salah, body positivity lebih berdampak negatif pornografi.
Dalam masyarakat liberal makna pornografi sudah bergeser terlampau jauh. Segala sesuatu terbebas dari muatan pornografi jika mengatasnamakan seni, budaya, HAM, dan sebagainya. Seolah itu adalah hal yang biasa dan dianggap kebebasan berekspresi tanpa memperhatikan nilai nilai agama, etika dan budaya bangsa.
Kampanye dengan muatan positif jika tidak melalui cara yang benar bisa mendatangkan salah kaprah di tengah masyarakat. Cara yang benar, tentunya mengacu pada nilai nilai agama, etika dan budaya, bukan dari sudut pandang manusia saja.
Bagaimana bisa dikatakan membangun body positivity jika wanita sudah tak malu lagi bahkan dengan bangga mengumbar tubuhnya?
Tak menutup kemungkinan, body positivity yang dianggap positif itu justru melahirkan body negativity dikarenakan para wanita malah sibuk dengan membanding-bandingkan diri di kalangan mereka.
Body positivity ini merupakan akibat penetrasi gaya hidup liberal yang menganggap perempuan berhak secara bebas memamerkan tubuhnya dengan beragam pembenaran.
Liberalisasi membuahkan pemikiran dan tingkah laku generasi liberal menjadi akar permasalahan yang sejatinya merendahkan kaum perempuan.
Body positivity yang digadang secara bebas justeru melahirkan body negativity seperti pelecehan seksual dan body shaming.
Maka tak heran selagi terus berkubang dalam jeratan liberalisme hal-hal negatif semacam ini akan terus terjadi. Sebab paham ini memberikan ruang kepada penganutnya untuk bertindak sesukanya tanpa batasan yang jelas dalam bertindak.
Didukung arus media yang membakukan standar fisik wanita, liberalisme menyebabkan manusia menjadi para pemuja fisik, kemolekan dan kecantikan.
Tambahan pula, kurangnya kontrol dan kehadiran negara terhadap konten konten negatif dan pornografi di berbagai media.
Pornografi, bahkan dianggap seni sehingga pelakunya terbebas dari jeratan hukum dan inilah letak masalahnya.
Saat undang-undang buatan manusia dijadikan landasan kehidupan manusia, maka salah atau benar bisa diatur tergantung dari sudut pandang manusianya bukan lagi halal atau haram.
Hal ini sangat jauh berbeda jika manusia mengacu kepada hukum yang Mahapencipta manusia sebagai landasan hidup dan kehidupan.
Allah yang telah menciptakan manusia memberi aturan yang komprehensif melalui Islam yang dibawa oleh para Nabi mulai dari Adam hinggga Muhammad SAW.
Islam datang ke tengah umat manusia untuk membebaskan wanita dari belenggu kezaliman di masa jahiliyah. Kedudukan wanita pra Islam sangat mengenaskan. Laki laki boleh memperistri lebih dari 8 perempuan, perempuan menjadi aib hingga kelahirannya menjadi sesuatu yang memalukan dalam keluarga. Bahkan lebih sadis lagi, bayi bayi perempuan dikubur hidup hidup demi membuang malu.
Islam datang menghancurkan pandangan keliru yang telah merendahkan kedudukan perempuan pada masa pra Islam. Muhammad SAWsebagai Nabi akhir zaman itu meluruskan pemikiran sesat yang merendahkan kaum perempuan dan mengumandangkan kedudukan perempuan yang mulia dan sama dengan kaum Adam di hadapan Allah SWT.
Namun aneh, di zaman sekarang, nampaknya manusia justru berbondong-bondong untuk kembali ke masa jahiliyah pra Islam, di mana wanita bisa dijadikan konsumsi publik, tubuh wanita seakan tak berharga dan jauh dari kata mulia. Sebuah fakta yang sangat menyedihkan.
Kemuliaan seorang wanita dimulai dari bagaimana ia memuliakan dirinya sendiri. Salah satu upaya menjaga harga diri, martabat dan kemuliaan perempuan adalah dengan menutup aurat.
Dengan cara inilah tak ada celah bagi pelaku body shaming untuk menghina tubuh orang lain.
Selain itu, demi menjaga kelmuliaan dan martabat perempuan itu, Islam perintahkan kaum Adam menundukan pandangan terhadap aurat perempuan, baik secara langsung ataupun melalui tontonan dan media lain yang memungkinkan dorongan insecurity.
Negara harus maksimal mengontrol segala bentuk pornografi dan menindak tegas pelakunya berdasarkan hukum bukan hanya sekedar membuat pasal-pasal karet yang bisa dipermainkan.
Allah menjadikan Islam sebagai sebuah sistem yang sempurna, yang dengannya harkat dan martabat wanita terjaga.
Body positivity akan terbangun dengan sendirinya sebab Islamlah yang dijadikan landasan berpikir, sehingga mampu menggeser standar image cantik dengan tolak ukur fisik sebagaimana paham liberal.
Tak ada celah bagi para wanita terkhusus muslimah untuk mengukur kecantikan diri dengan bertolak pada standar kecantikan fisik wanita lain sebab para wanita akan senantiasa menjaga aurat dan menundukan pandangannya.
Islam membangun paradigma body positivity yang mampu menumbuhkan rasa self-love dan self-confidence yang terbangun berdasarkan pola pikir dan pola sikap yang Islami sehingga akan membentuk kepribadian yang Islami pula.
Jadi jelas bahwa yang harus dibenahi di sini adalah bagaimana pemikiran masyarakat saat ini, sebab bangkitnya seseorang terletak pada bagaimana pemikirannya. Jika pemikiran kita senantiasa terjebak dalam paham liberal maka dapat dipastikan body positivity akan mustahil terbangun sebab liberalisme itu sendiri lah akar permasalahannya. Wallahu a’lam.[]
Comment