RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Bank Dunia baru saja mengeluarkan laporan dengan tajuk Aspiring Indonesia, Expanding The Middle Income Class.
Laporan tersebut membahas kelas menengah di Indonesia yang dinilai menjadi motor penggerak ekonomi RI. Indonesia memiliki 52 juta penduduk yang masuk dalam kelas menengah. Jumlah ini artinya satu dari lima penduduk Indonesia masuk ke dalam kelas menengah.
Menurut Bank Dunia, ada beberapa hal menarik dari kalangan menengah di Indonesia. Pertama, umumnya masyarakat kelas menengah di Indonesia diisi oleh pekerja di sektor formal dengan upah mahal.
Kedua, para masyarakat kelas menengah merupakan pembayar pajak di masa depan. Ketiga, kehadiran kelas menengah memberi pengaruh pada proses jalannya pemerintahan di Indonesia.
Namun, Bank Dunia mencatat ada 115 juta penduduk yang masuk dalam kategori ‘Aspiring Middle Class’. Kategori ini bisa diasumsikan sebagai kelas menengah ‘tanggung’ atau di ujung jurang.
Pada kelas ini rentan kembali menjadi miskin. Melihat kelas tersebut, Bank Dunia memiliki tiga rekomendasi yakni meningkatkan kualitas pendidikan menengah, memberikan jaminan, cakupan kesehatan menyeluruh kepada masyarakat, memperbaiki kebijakan dan administrasi pajak.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eni Sri Hartati memaparkan kaum rentan miskin berpotensi langsung ‘goyang’ jika ada perubahan harga kebutuhan dari mulai BBM, listrik hingga kebutuhan pokok.
Dia menilai bansos dan bentuk bantuan lainnya untuk kaum miskin, hanya membantu secara angka statistik. Melihat hal itu, kunci memberantas kemiskinan adalah lapangan kerja. Jika lapangan kerja tersedia memadai dan banyak sektor formal yang terbuka. Maka, menurutnya kemiskinan akan dengan sendirinya menurun, bukan diturunkan ke anak cucu.
Salah satu contoh lapangan kerja adalah ‘hidupnya’ sektor UMKM. Eni memisalkan UMKM dapat menyerap 1-2 tenaga kerja, sehingga jika ada jutaan maka banyak tenaga yang dapat terserap.
Namun, sayangnya saat ini UMKM justru tidak ada akses karena dikuasai oleh konglomerasi dan perusahaan besar yang melakukan penetrasi hingga tingkat UMKM.
Sejalan dengan itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai informasi dari Bank Dunia tidak mengejutkan.
Pasalnya, klaim menurunkan jumlah penduduk miskin memang harus dikritisi. Piter pun mengungkap lapangan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat rentan miskin. Sebab, ketersedian lapangan kerja akan mendorong laju perekonomian.
Dengan membuka lapangan kerja dan mengubah struktur ekonomi, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan dari komoditas dan memperkuat fundamental ekonomi. Ujung-ujungnya, percepatan pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup masyarakat dapat terwujud (cnnindonesia.com, 31/01/2020).
Kemiskinan, sebuah kata yang terus saja mencuat ke permukaan. Kata selalu ada ketika sebuah sistem tidak dilandaskan pada sebuah kebenaran.
Setiap tahun selalu saja kembali terulang dan kerap kali menjadi program ketika pemilihan tiba. Namun dari dahulu sampai sekarang, kemiskinan terus saja ada dan mengemuka. Seolah menjadi momok menakutkan bagi para pemimpin negeri ini.
Melihat rekomendasi yang dipaparkan olen bank dunia di atas, tampak bahwa solusi yang disampaikan hanya seputaran masalah cabang dari kemiskinan itu sendiri.
Tidak mencakup pada akar masalahnya. Kerap kali untuk setiap tahunnya selalu ada solusi yang disertai program untuk dijalankan. Namun, apa hasilnya? Tetap saja angka kemiskinan itu ada dan lumayan tinggi.
Jika kita lihat, point yang disampaikan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut mencakup perbaikan pada wilayah pendidikan, perpajakan, kesehatan, dan memberikan jaminan. Lantas jika kita melhat pada negeri ini, bagaimana sistem pendidikan yang ada, kemudian dari segi kesehatan maka karut marut yang terjadi.
Ditambah lagi pajak yang kini makin mencekik masyarakat, apakah dengannya akan membuat kemiskinan menurun drastis atau hilang. Tentu tidak, semua itu berasal dari konsep membangun sebuah negeri.
Artinya sistem yang diterapkan dalam negeri ini masih belum mampu mengatasi seluruh problematika masyarakat, termasuk pula kemiskian di dalamnya. Sehingga, haruslah mengubah sistrm yang ada sehingga masalah-masalah yang muncul akhirnya mampu diatasi dengan baik dan benar.
Dari sisi perpajakan saja, ini salah satu buktik bahwa negara berlepas tangan dari tugasnya melayani. Rakyat dipaksa untuk menghidupi negara dengan pajak, sementara sumber daya alam yang melimpah ruah dikeruk habis oleh korporasi atas izin penguasa. Sungguh kebijakan yang tak memihak rakyat.
Dalam Islam telah jelas bahwa sandaran utama sebuah negara adalah pada aqidah Islam. Setidaknya ada beberapa point yang harus dilakukan agar permasalah ini dapat terurai dengan sempurna. Dan hal ini yang akan membedakannya dengan sistem lain. Adapun pandangan Islam terkait dengan solusi tuntas tentang jerat kemiskinan adalah sebagai berikut.
Yang pertama adalah Islam berdiri di atas landasan yang kokoh yaitu aqidah Islam. Dengan adanya pondasi tersebut membuat manusia akhirnya mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang begitu luar biasa.
Segala tindak tanduknya selalu sesuai dengan Islam dan tentunya tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Sebut saja riba, yang sekarang ini masih mencuat ke permukaan dan menjadi alternatif bagi manusia untuk memiliki harta duniawi.
Ketika iman dan taqwa tadi sudah kuat, maka semanis apapun tawaran dari riba ia tak akan pernah mau mengambilnya. Karena dalam Islam sudah jelas dengan hukum riba yang haram.
Dari sisi pemerintah, dengan landasan aqidah Islam tadi maka membuat negara akhirnya paham betul terkait dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan. Negara pun akhirnya megetahui bahwa tugasnya adalah sebagai pelayan yang melayani rakyatnya. Segala kebutuhan pokok berarti wajib dipenuhi oleh negara.
Kebutuhan pokok itu mencakup sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Wajib pula bagi negara untuk mengecek per individu rakyatnya apakah sudah menerima kebutuhan pokok tersebut atau belum?
Yang kedua adalah sektor usaha harus berbasis sektor produktif. Perlu kejelasan dalam hal perdagangan, utamanya terkait dengan pasar saham. Di dalam Islam pasar saham itu tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Termasuk di dalamnya adalah adanya perputaran barang yang tidak jelas dalam hal kepemilikannya.
Yang ketiga adalah kejelasan tentang pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada serta dalam hal kepemilikannya. Islam telah menetapkan bahwa ada tiga kepemilikan barang (milik pribadi, negara, atau umum).
Jika SDA tersebut termasuk dalam kategori umum seperti api (dalam hal ini adalah bahan bakar). Pengelolaannya wajib diserahkan kepada negara dan hasilnya dikembalikan ke rakyat untuk dimanfaatkan dengan baik.
Keempat adalah pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan atau memberikan lapangan pekerjaan kepada rakyat yang dipimpinnya. Dalam hal ini banyak cara yang bisa ditempuh oleh negara untuk memenuhinya.
Misalnya negara memberikan pelatihan-pelatihan bagi para suami agar mempunyai keahlian yang nantinya dapat digunakan. Dapat pula pemerintah memberikan lapangan pekerjaan untuk dimasuki oleh para rakyat yang membutuhkan. Dengan begitu maka para suami-suami tidak bingung lagi untuk mencari pekerjaan.
Kelima adalah sistem moneter berbasis emas dan perak. Dalam hal ini mata uang yang digunakan adalah dinar dan dirham. Dengan begitu maka angka inflasinya tidak akan pernah ada karena mata uang yang digunakan tentunya sangat aman alias stabil.
Keenam, pengelolaan keuangan serta pemasukan negara ditampung pada baitul mall. Pos pendapatan negara amat beragam sehingga diperlukan sebuah lembaga atau tempat untuk menyimpan baik sementara atau lama terkait dengan harta negara. Tentunya nanti akan dibagi-bagi sesuai dengan pos pengeluarannya.
Dengan menerapkan Islam secara kaffah tadi, maka point-point yang dijelaskan tadi akan dengan mudah dilakukan. Sehingga kata kemiskinan itu tidak akan mendekat kepada kaum Muslim.
Berbeda dengan sistem kapitalis-sekuler yang kian mengakar di negeri kaum Muslim makin mencekik dan mewujudkan kesenjangan sosial yang tinggi. Ditambah lagi keuntungan yang menjadi konsep dasarnya.
Itulah yang akhirnya memacu pada tingkat kemiskinan rakyat. Menjadi pepesan kosong jika masih mempertahankan sistem sekarang. Sudah saatnya kita bangkit dan beralih kepada sistem yang benar adanya serta berasal dari Sang Pencipta yaitu Allah Swt.
Dengan menerapkannya insyaAllah akan berjalan dengan baik, termasuk kemiskinan tidak akan muncul. Semoga masa itu akan segera kembali dan hadir ditengah-tengah kita. Wallahu A’lam Bishshowab.[]
*Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga
Comment