Jenderal (Pur) Anton Tabah Digdoyo |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Viral pernyataan MUI Provinsi Sumbar yang mengharamkan pilih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) karena statemen partai tersebut telah menolak Perda Syariah. Bolehkah MUI Daerah membuat fatwa dan bagaimana fatwa tersebut?
Untuk klarifikasi seputar hal tersebut, redaksi mencoba meminta tanggapan dan penjelasan yang valid dari pengurus MUI Pusat, Jenderal Anton Tabah , Selasa 20/11/2018
Lebih lanjut Anton menjelaskan MUI daerah boleh membuat fatwa karena bukan monopoli MUI Pusat, disesuaikan dengan kebutuhan, didukung fakta serta data akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Fatwa haram memilih partai PSI yang menolak perda syariah syah-syah saja.
Sekarang yang mengharamkan memilih PSI itu bukan hanya MUI Sumbar tetapi banyak dari kalangan ormas dan kelompok lain. Hanya saja ormas-ormas tersebut tidak memiliki otoritas membuat fatwa.
“MUI pusat tidak dalam setuju atau tidak setuju terhadap fatwa MUI Sumbar tersebut. Karena hal itu merupakan kewenangan otonom daerah. Fatwa MUI Sumbar ini juga tidak bertentangan dengan fatwa MUI Pusat yang mengharamkan sekulerisme dan Liberalisme tahun 2005. Tahun 2009 MUI Pusat juga telah mengharamkan memilih pemimpin yang tidak jelas tentang keislaman dan keimanannya yang tidak membela Islam dan apa lagi menolak Perda Syariah.” Jelas Anton.
Perda Syariah tambahnya, tidak bertentangan dengan falsafah NKRI Pancasila. Konstitusi NKRI UUD 45 dan Dasar NKRI KeTuhanan Yang Maha Esa, Pasal 28 dan 29 UUD 45.
Bahkan Perda Syariah itu perkuat hukum positif. Di Indonesia sudah dipraktekkn sejak pra kemerdekaan dan terus disosialisasikan pemerintah hingga kini seperti, ekonomi syariah, bank syariah, fitness syariah, hotel syariah, bisnis syariah, rumah sakit syariah dll.
Pancasila dan UUD 45 lanjut Anton T Digdoyo, Wakil Komisi Hukum MU Pusat ini, juga bermuatan syariah yang mengatur ketaatan kepada Tuhan, membangun bangsa berakhlakul karimah dsb.
“Contoh konkrit era Bung Karno lahir UU Nomor1 Th 65 ttg Penodaan Agama era Pak Harto lahir UU nomor1 Th 1974 tentg perkawinan secara Islam, Th 2000 kluar UU ttg Halal Haram, itu adlh UU berbasis syariah sesuai amanah UUD 45. “Imbuh mantan Jendral Polri ini.[]
Comment