RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Komunikasi dan informatika adalah salah satu urusan pemerintahan harus dikerjakan oleh Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan nasional. Saat kampanye Pilpres 2014 lalu sesungguhnya tidak secara langsung dan tersurat memberikan janji kampanye tentang komunikasi dan informatika.
RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) tahap ke-3 mengkaitkan komunikasi dan informatika. Prioritas tahap ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan menyeluruh di berbagai bidang dgn menekankan pencapaian daya saing kompetetif perekonomian berlandaskan keunggulan SDA dan SDM berkualitas serta kemampuan Iptek terus meningkat guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia.
Khusus pembangunan sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2015-2019 (RPJMN 2015-2019 Sektor Pembangunan Sarana dan Prasarana TIK), sasaran utama, yaitu:
Pertama, berkurangnya blank spots layanan komunikasi dan informasi. Rincian sasaran (a). Jangkauan layanan akses telekomunikasi universal dan internet mencapai 100 % di wilayah USO; (b). Jangkauan siaran LPP RII dan LPP TVRI terhadap populasi masing2 mencapai 90 % dan 88 %.
Kedua, dibangun akses internet berkecepatan tinggi (broadband) dgn jaminan ketahanan dan keamanan informasi. Rincian: (a) Terhubung jaringan tulang unggung serat optic nasional di seluruh pulau besar dan Kabupaten/Kota; (b). Tingkat penetrasi akses tetap pitalebar (fixed broadband) di perkotaan mencapai 71 % rumah tangga dan 30 % populasi (di perdesaan 49 % rumah tangga dan 6 % populasi); (c) Tingkat penetrasi akses bergerak pitalebar (mobile broadband) dengan kecepatan 1 Mbp di perkotaan mencapai 100 % dan perdesaan 52 %.
Ketiga, optimalnya pengelolaan spectrum frekuensi radio dan orbit satelit. Rincian: (a) Migrasi sistem penyeiaran televisi dari analog ke digital selesai (analog switch off).; (b) Tersedianya alokasi spectrum frekuensi yang mendukung layanan pitalebar.
Keempat, dimanfaatkan Teknologi Informatika Komunikasi (TIK) secara optimal untuk mendukung peningkatan daya saing nasional dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Rincian: Tingkat literasi TIK mencapai 25 %.
Kelima, terwujudnya sistem back office pemerintah lebih solid. Rincian sasaran: (a) Indeks e-government nasional mencapai 3,4 (skala 4,0); (b) Jumlah pegawai pemerintah paham TIK mencapai 100 %.
Selanjutnya, mengacu pada Renstra 2015-2019 Kementerian Komunikasi dan informatika, sasaran strategis pembangunan komunikasi dan informatika yakni:
Pertama, meningkatkan kualitas layanan komunikasi dan informatika utk mendukung fokus pembangunan pemerintah sebagai wujud kehadiran negara dalam menyatakan kedaulatan dan pemerataan pembangunan. Pada 2016 (LAKIP 2016) lokasi terlayani komunikasi dan informatika dan lokasi diprioritaskan. Capaian utk parameter ini 72,4 5 % (tidak tercapai).
Kedua, terwujudnya ekosistem broadband nasional. Pada 2016 target tercapai (LAKIP 2016).
Ketiga, meningkatnya tata kelola komunikasi dan informatika yang efisien, berdaya saing, dan aman. Pada 2016 target parameter ini tercapai (LAKIP 2016).
Keempat, terciptanya budaya pelayanan, revolusi mental, reformasi birokrasi dan tata kelola Kementerian Komunikasi dan Infromatika yang berintegritas, bersih, efetif dan efisien. Pada 2016 (LAKIP 2016) ternyata Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Kemkominfo tergolong WDP (Wajar Dengan Pengecualian), tidak tercapai target WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
Bagaimana kondisi urusan komunikasi dan informatika setelah 3 tahun Jokowi sebagai Presiden RI?
Jumlah pengguna internet Indonesia belum mencapai setengah dari seluruh total populasi. Hal ini tidak jauh berbeda dgn kondisi tahun 2014. Hasil survei Assosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna indonesia baru mencapai 88,1 juta (34,9 %), dari total populasi 252,4 juta. Setengah pengguna internet ini berada di Pulau Jawa (52 juta pengguna), diikuti Sumatera (18,6 juta), %), Sulawesi (7,3 juta), Nusa Tenggara, Papua dan Maluku 5,9 juta), terakhir Kalimantan (4,2 juta).
Jumlah rumah tangga pengguna internet juga masih rendah. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2014. Berdasarkan NRI dari World Economic Forum, rumah tangga pengguna internet masih sekitar 6,5 %. Indonesia menempati peringkat 117 dunia, tertinggal jauh dibandingkan Singapura (87,7 %), Brunei (72,4 %), Malaysia (64,7 %), Filipina (18,9 %), Thailand (18,4 %), Vietnam (15,6 %).
Pengguna paling sering mengakses internet dengan menggunakan telepon seluler. Hal ini tidak jauh beda dgn kondisi 2014. Hasil survei APJII, 85 % pengguna menggunakan telepon seluler (Pulau Jawa dan Bali terbanyak, 92 %). Sisanya menggunakan laptop/neetbook (32 %), komputer (14 %), dan tablet (13 %).
Sementara itu, harga rata2 layanan internet tergolong mahal. Kondisi ini tidak jauh berbeda tahun 2014. Berdasarkan perhitungan Household Value Index oleh Ookla, tarif layanan internet di Indonesia berada di angka USD 17,19 per MBps, peringkat 59 dari 62 negara dihitung. Posisi Indonesia masih jauh di bawah Vietnam (USD 1,56, peringkat 11), Thailand (USD 2,25,peringkat 16), Singapura (USD 2,58, peringkat 22), dan Malaysia (USD 10,13, peringkat 57). Indonesia sedikit lebih murah ketimbang Filipina (USD 18.17, peringkat 60).
Kini Presiden Jokowi telah berkuasa lebih 3 tahun, masih ada sekitar 1,5 tahun lagi untuk memperbaiki dan menyempurnakan kerja urus komunikasi dan informatika agar dapat dinilai memiliki kinerja baik dan sukses memenuhi sasaran dan rincian sasaran telah ditentukan. Namun, kegagalan urus komunikasi dan informatika sudah di depan mata.
Di mata publik kinerja Jokowi urus komunikasi dan informatika ini lebih populer dengan kerja pemblokiran portal dan situs media sosial (Medos). Pemblokiran ini acapkali dinilai tindakan sepihak dengan dalih penegakan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Bagi rezim kekuasaan, pemblokiran ini sifatnya pencegahan. Bahkan, Jokowi meminta adanya penegakan hukum tegas dan keras untuk hal ini. Baginya, harus ada evaluasi media online sengaja memproduksi berita bohong tanpa sumber jelas, dengan judul provokatif, mengandung fitnah.
Di mata aktivis dan penggiat pro demokrasi tentu saja kerja pemblokiran ini justru kontra produktif bagi percepatan demokratisasi, dan ancaman bagi demokrasi itu sendiri. Bagi mereka, hak menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan dijamin oleh konstitusi. Begitu pula hak berekspresi di depan umum, hak berkumpul dan berserikat, adalah hak setiap warga negara. Di lain fihak, rezim kekuasaan masih juga belum berhasil memblokir tuntas pornografi di internet. Kinerja Jokowi urus komunikasi dan informatika masih belum membuktikan “keberhasilan”, jika tak boleh menyebutkan “kegagalan”.[Nicholas]
Penulis adalah Ketua sudi NSEAS
Comment