Mr. Kan Hiung, Pengamat sosial, hukum dan politik |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Menurut pengamatan saya, penambahan hutang luar negeri atau HLN tidak ubahnya seperti gali lubang untuk menutup lautan. Demikian dikatakan Mr.Kan melalui rilis ke redaksi, Selasa (16/10/2018).
Kan menambahkan, sejak Oktober 2014 sampai dengan Juli 2018 jumlah penambahan hutang luar negeri pemerintah pusat rata-rata menambah Rp.36,5 triliun per bulan, belum lagi penambahan hutang porsi BUMN dan swasta.
“Warisan hutang luar negeri porsi pemerintah pusat di rezim SBY selama 10 tahun atau sampai dengan Oktober 2014 berjumlah Rp.2.608,78 triliun. Sebelumnya di tahun 2004 rezim pemerintahan Megawati Soekarnoputri meninggalkan warisan hutang luar negeri sebesar Rp.1.298 triliun.” Beber Pengamat hukum dan politik ini.
Di rezim kepemerintahan presiden Joko Widodo yang belum genap 4 tahun atau per Juli 2018, lanjutnya, jumlah hutang luar negeri porsi pemerintahan pusat sudah mencapai Rp.4.253 triliun. Jika ditambah jumlah hutang BUMN dan swasta sudah pasti hutang Indonesia di atas Rp.9.000 triliun.
“Menurut data yang disampaikan oleh pihak kementerian keuangan negara Republik Indonesia per Desember 2017 hutang Indonesia untuk porsi pemerintah pusat dan BUMN saja sudah mencapai total Rp.8.540 triliun. Angka ini pun hanya dikurs dengan Rp.13.492 per dollar AS dan bila di kurs dengan Rp.15.250 per dollar AS hutang Indonesia sudah jadi berapa?” Seloroh Kan.
Jumlah hutang Indonesia sebesar Rp.8.540 triliun itu pun bebernya lagi, belum termasuk jumlah hutang swasta, dan juga sekarang sudah Oktober 2018, tentu sudah lebih bengkak lagi dan ini tidak ubahnya gali lubang untuk menutup lautan.
“Yang ingin saya tanyakan, kapan bayarnya? Pakai apa bayarnya? Siapa saja yang harus bertanggung jawab? Apa saja konsekuensinya jika negara gagal bayar hutang? Apakah ada pembukuan yang dibuka secara transparan atau terbuka sepenuhnya dan secara keseluruhannya? Kemana saja uang sebanyak itu? belum lagi termasuk pendapatan APBN, dana BPJS ketenagakerjaan sebesar Rp.73 triliun yang sudah dipakai, dana haji hampir Rp.100 triliun kemana saja di investasikan? dan lain sebagainya, ini semua angkanya sangat besar dan banyak.” Ujarnya.
Kan melanjutkan, perlu kita sadari juga, sejak di jaman SBY, dirinya melihat negara sudah gali lobang tutup lobang, artinya negara tidak lagi mampu bayar hutang luar negeri, karena jumlah hutang luar negeri terus bertambah banyak dan tidak berkurang.
“Sementara kita melihat perusahaan milik negara yakni BUMN sebagian besar terus dijual dan atau diserahkan ke pihak asing untuk dikelola, BUMN yang belum terjual pun sering kali mengalami kerugian yang cukup besar dan keuntungan hanya sedikit, lebih banyak rugi daripada untungnya.” Jelasnya.
Tentunya pemasukan deviden negara sudah tidak sesuai dengan modal yang sudah dikeluarkan. Berapa modal yang dikeluarkan? Berapa persen keuntungan yang didapatkan? apalagi terkadang BUMN sampai merugi belasan triliun rupiah hanya per satu perusahaan BUMN. Seperti kerugian yang pernah di alami oleh PERTAMINA Rp.12 triliun, PLN rugi Rp.6 triliun, GARUDA rugi Rp.3,7 triliun, Pelindo II berindikasi rugi Rp.4,08 triliun ditemukan oleh BPK dan lain sebagainya.
Persoalan Hutang Luar Negeri (HLN) ini Mr. Kan juga mengkritisi dari sisi produktifitas yang tidak signifikan.
“Kemudian saya melihat soal penambahan hutang luar negeri, selain bagaikan gali lobang tutup lautan, juga tampak tidak produktif.” Ujar Kan.
Ditambahkannya bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2017 yang hanya mencapai 5,07%, cadangan devisa negara hanya dalam waktu 8 bulan saja menurun tajam, terhitung CADEV RI periode January 2018 berjumlah 131,98 miliar dollar AS turun menjadi 114,8 miliar dollar AS dibulan September 2018, artinya CADEV mengalami penurunan sebesar 17,18 miliar dollar AS atau setara dengan Rp.261,99 triliun, kurs dollar AS hingga hari ini sudah naik tinggi hingga mencapai angka Rp.15.222 per dollar AS, dan lain sebagainya
“Berdasarkan pengamatan saya, rezim kepemerintahan Presiden Joko Widodo sudah mengalami kegagalan besar dalam pengelolaan keuangan dan perekonomian negara.” Tegasnya.
Sebagai rakyat Indonesia yang cinta akan negara kesatuan republik Indonesia, papar Kan, dirinya sangat prihatin terhadap kondisi keuangan dan perekonomian negara yang terus menurun atau memburuk. Saya rasa permasalahan negara seperti ini sudah tidak lagi sederhana.
“Jika kondisi keuangan dan perekonomian negara terus memburuk dan pemerintah RI tidak memiliki kemampuan untuk segera memperbaikinya secara cepat dan tepat, maka saya sangat khawatir negara sudah berpotensi tinggi untuk mengarah suatu kehancuran yang sangat mengerikan.” Imbuh Mr. Kan.[]
Comment