Oleh : Irohima, Aktivis Muslimah
_________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Setelah sempat ramai kasus KDRT yang menimpa pesohor negeri ini, kini kasus serupa mulai bermunculan tak henti menghiasi berita dalam negeri dan menambah panjang daftar kelam catatan Komnas HAM.
Mirisnya, seperti dikutip liputan6.com, kekerasan yang dilakukan oleh pelaku pun menjurus tindak kriminal berbahaya. Seperti yang dilakukan seorang suami di Depok yang membabi buta membacok istri dan anak dengan menggunakan parang. Akibat perbuatannya, anak perempuannya yang berinisial KPC (13) meninggal dunia, sementara istri pelaku masih mengalami krisis hingga saat ini.
Kasus KDRT atau domestik violence di Indonesia terbilang sangat tinggi bahkan meningkat tajam sejak pandemi Covid -19.
Menurut data KemenPPPA, hingga Oktober 2022 terdapat sekitar 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan. Data KemenPPPA juga menunjukkan bahwa KDRT tak hanya menimpa perempuan tapi juga laki-laki sebanyak 2.948 orang.
Jadi mengidentikkan korban KDRT selalu perempuan adalah salah karena kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak kekerasan yang bisa dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu atau sebaliknya. Begitupun isteri terhadap suami.
KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam ruang lingkup rumah tangga. Pelaku KDRT biasanya adalah orang yang dikenal baik oleh korban.
Ada banyak hal yang menjadi penyebab munculnya kasus kekerasan. Mulai dari tingginya beban hidup, gaya hidup yang buruk, lemahnya kemampuan mengendalikan diri dan makin hilangnya nilai moral, etika dan agama dalam kehidupan.
Ketidak setaraan gender yang selama ini diarahkan sebagai penyebab timbulnya kekerasan sangat tak beralasan, karena pada faktanya banyak terjadi kekerasan dengan korban yang sama gendernya, bahkan dengan nasib yang lebih mengenaskan.
Salah satu faktor pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga yaitu hilangnya fungsi qawwamah pada laki-laki. Seorang suami dikatakan sebagai Qawwam dalam rumah tangga yaitu pemimpin yang mempunyai kelebihan dengan tanggung jawab untuk menjaga, menafkahi, mendidik dan memelihara keluarganya.
Laki-laki yang mempunyai tanggung jawab yang besar dalam keluarga tentu akan lebih berperan besar atau juga dominan dalam rumah tangga, dan inilah yang sering disalah pahami oleh sebagian besar orang yang menganggap bahwa konsep seperti itu merupakan diskriminasi terhadap perempuan.
Islam tidak pernah merendahkan perempuan. Perbedaan hukum ataupun perlakuan yang diterapkan adalah semata mata karena Allah telah menempatkan laki-laki dan perempuan sesuai kodrat dan fitrahnya serta tidak bermaksud untuk merendahkan atau meninggikan salah satunya.
Justru ide kesetaraan gender yang menempatkan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki laki telah banyak menimbulkan permasalahan di antaranya tertukarnya peran suami dan istri dalam hal mencari nafkah.
Saat ini perempuan telah banyak mengambil alih tugas seorang suami. Keadaan ini diperparah oleh kondisi ketiadaan lapangan kerja bagi laki-laki dan gerakan kampanye pemberdayaan perempuan yang begitu gencar mengajak kaum perempuan terutama ibu untuk ikut menjadi roda penggerak ekonomi keluarga bahkan bangsa.
Banyaknya kaum perempuan yang keluar dari ranah domestik membuat perannya sebagai jantung sebuah rumah tak tertunaikan secara maksimal. Lambat laun, peran sebagai pengelola rumah tangga tergantikan oleh sang suami. Dari sinilah persoalan bisa muncul, karena ketiadaan pemahaman akan hak dan kewajiban.
Jika komunikasi antar keluarga juga tak tercipta dengan baik, gesekan-gesekan akan rentan terjadi. Apalagi jika nilai agama pun tak ditanamkan dalam keluarga maka kondisi ini akan sangat berpeluang menimbulkan kekerasan, baik secara verbal atau fisik.
Kekerasan dalam rumah tangga yang kerap terjadi tentu sangat memprihatinkan. Tindak kekerasan ini sebenarnya muncul karena tidak adanya perlindungan baik oleh negara, masyarakat maupun keluarga, juga aturan dan sanksi yang baku di masyarakat.
Miris, di negeri mayoritas muslim, nilai agama semakin jauh dari masyarakat. Manusia membuat aturannya sendiri dan makin kehilangan gambaran bahwa Islam merupakan solusi dan landasan dalam berpikir dan bertingkah laku.
Maraknya kasus kekerasan adalah bukti betapa rapuhnya tatanan moral masyarakat akibat tidak adanya aturan baku yang mengatur manusia. Ini menjadi bukti gagalnya bangunan sosial politik berdasarkan ideologi kapitalisme sekuler yang selalu menelurkan aturan-aturan sesuai selera dalam mengatur manusia.
Hanya Islam yang memiliki solusi mendasar dan menyeluruh terhadap persoalan ini. Dalam Islam, negara wajib menjaga keamanan seluruh rakyat. Baik laki-laki ataupun perempuan, tua-muda, anak-anak ataupun dewasa, kaya-miskin, muslim-nonmuslim sebab negara melalui pemimpinnya yaitu Imam, akan diminta pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.
Perlindungan Islam terhadap anggota keluarga akan dibebankan kepada kepala keluarga, walinya, atau mahramnya untuk perempuan. Islam juga telah mengatur peran laki-laki dan perempuan sebagaimana mestinya, sesuai dengan fitrah dan tak akan menimbulkan permasalahan seperti saat ini. Wallahualam bisshowab.[]
Comment