Miras,  Tidak Sesuai Dengan Ideologi Pancasila

Opini764 Views

 

 

Oleh : Widya Soviana, ST, M.Si,
Dosen dan Pemerhati Masalah Sosial

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah telah menetapkan minuman keras (miras) sebagai salah satu Daftar Positif Investasi (DPI) dalam bidang usaha terbuka pada tahun 2021 (kompas.com, 28/02/21).

Sebelumnya miras diketahui sebagai salah satu daftar bidang usaha tertutup, yakni bidang usaha yang dilarang sebagai kegiatan penanaman modal baik oleh penanam modal asing maupun dalam negeri.

Adapun pertimbangan penetapan kebijakan atas dasar kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup dan keamanan nasional serta kepentingan nasional lainnya.

Beberapa bidang usaha tertutup dimaksud antara lain budi daya ganja, perjudian/kasino dan industri minuman beralkohol.

Setelah mengeluarkan miras dari bagian daftar usaha tertutup dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, miras juga diizinkan untuk diperdagangkan hingga ke level pedagang kaki lima dengan syarat memiliki lapak secara khusus.

Berita ini langsung mendapat dukungan dan sambutan baik oleh Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol (APMBI) yang dikonfirmasi oleh detikcom (Senin, 01/03/21), di mana ketua APMBI menyebutkan “Pokoknya kebijakan yang sudah diambil dan diputuskan, saya siap mendukung”.

Berbeda halnya dengan penolakan yang dilontarkan oleh perwakilan Gerakan Perempuan Anti Miras dan Narkoba di Papua yang menyebutkan bahwa miras adalah pembunuh generasi muda Papua.

Kepada Republika.co.id (Jum’at, 26/02/21) dengan lugas Dorius Mehue mengungkapkan, “Kami menolak dengan tegas. Jika mau investasi di Papua, silahkan, tapi bawa yang baik-baik. Jangan yang membunuh generasi muda Papua”.

Dorius juga menyebutkan bahwa kekerasan banyak muncul diawali dengan adanya kegiatan warga untuk minum-minum kemudian mabuk. Papua merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat kegiatan usaha miras di samping tiga wilayah lainnya yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara.

Secara umum mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat pada empat wilayah yang menjadi target penanaman modal usaha miras memang bukan beragama Islam. Namun, miras tetap ditolak oleh DPR dan warga setempat (Papua).

Miras dinilai sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan banyak kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Pertikaian hingga perceraian dalam rumah tangga kerap terjadi disebabkan oleh miras yang sifatnya candu tersebut.

Kebijakan penetapan miras sebagai usaha terbuka diklaim sebagai kebijakan yang kontroversi.

Tidak heran bila kemudian penetapan tersebut ditolak oleh banyak khalayak dan organisasi masyarakat. Majelis Ulama Indonesai (MUI) melalui ketuanya M. Cholis Nafis mengatakan, “Tidak bisa dengan nama kearifan lokal” lantas miras menjadi pilihan untuk menghasilkan pendapatan negara, dengan masyarakat yang menjadi korbannya (tirto.id, 02/03/21).

Miras hanya akan menguntungkan bagi investor tetapi akan merugikan kehidupan masyarakat dan bangsa. Berbagai tokoh masyarakat terus bersuara untuk menolak Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal tersebut.

Penolakan juga dilontarkan oleh Pengurus Organisasi Nahdhatul Ulama (PBNU) yang menyebutkan bahwa Indonesia bukan negara sekuler karena masyarakatnya adalah orang yang beragama.

Sehingga kebijakan ini perlu dipertimbangkan kemudharatannya. Terkait isu kearifan lokal Sekretaris PBNU mengatakan masih banyak produk lain yang unggul yang dapat dilakukan untuk kegiatan usaha (tirto.id, 02/03/21).

Bertolak dari pandangan agama dan dampak keburukan bagi kehidupan masyarakat, lantas bagaimanakah miras dalam ideologi Pancasila?

Bukankah selama ini seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara harus sejalan dengan ideologi Pancasila?

Bahkan sanksi tegas dijatuhkan kepada siapa saja yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Jazilul Fawaid menyebutkan bahwa miras bertentangan dengan Pancasila dan tujuan bernegara (kompas.com, 01/03/21). []

_____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment