Oleh: Winda Primarita S.Psi, Aktivis Dakwah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi masyarakat. Namun, sayangnya, belakangan ini terjadi kelangkaan stok minyak terutama minyak bersubsidi, Minyakita di retail modern dan juga berbagai pasar tradisional. Akibat kelangkaan tersebut harga minyak pun merangkak naik hingga Rp. 17.000 per liter. Padahal, harga untuk Minyakita dijual harus sesuai Harga Eceren Tertinggi (HET) yakni Rp 14.000 per liter.
Minyakita merupakan minyak goreng kemasan bersubsidi yang diproduksi sendiri oleh perusahaan-perusahaan minyak goreng dalam rangka memenuhi kebijakan domestic price obligation (DMO) serta untuk mendapatkan izin kuota ekspor crude palem oil (CPO) dari pemerintah.
Minyak goreng tersebut diluncurkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Juli 2022 lalu, sebagai upaya menekan harga minyak goreng yang melambung tinggi dan langka. Namun ternyata upaya tersebut belum begitu efektif menekan harga minyak goreng di pasaran.
Penyebab Kelangkaan
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan seperti ditulis kompas.com (03/02/2023) mengakui banyak aduan kepada dirinya terkait Minyakita yang langka di pasaran. Kelangkaan ini pula yang membuat harga Minyakita jadi naik hingga Rp 17.000 per liter.
Menurut Zulkifli Hasan, kelangkaan Minyakita disebabkan penjualannya yang ternyata banyak dilakukan secara online di platform digital, juga di ritel modern. Padahal seharusnya minyak goreng kemasan bersubsidi itu dijual di pasar tradisional. Selain itu, kelangkaan disebabkan pula oleh tingginya permintaan Minyakita, padahal kuota yang ditetapkan pemerintah sebanyak 300.000 ton per bulan. Maka, ketika banyak kalangan yang justru mengonsumsi Minyakita, pasokannya pun menjadi cepat habis.
Ia juga menyebutkan penyebab kelangkaan Minyakita adalah implemntasi B35. B35 campuran biodiesel antara bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit dengan BBM diesel.
Tidak sejalan dengan yang dikatakan oleh Zulkifli Hasan, pernyataan terkait hal ini dibantah oleh Mentri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato. Ia mengatakan, justru implementasi B35 akan meningkatkan jumlah pasokan minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku minyak goreng di dalam negeri.
Menurutnya, kelangkaan Minyakita terjadi karena lemahnya permintaan di dalam negeri. Lemahnya permintaan ini lantaran adanya kampanye deforestasi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga berpendapat penyebab kelangkaan ini disebabkan keengganan para produsen untuk memproduksi Minyakita karena harganya saat ini “tidak menutup biaya produksi” mengingat biaya pengemasannya pun sudah mahal. Perubahan biaya produksi itu, kata Sahat, disebabkan perubahan regulasi yang diterapkan pemerintah terkait distribusi.
Laman BBC.com, (02/02/2023) menulis bahwa sejakawal kemunculan Minyakita, peraturan yang ada mengharuskan distributor mengambil stok minyak dari pabrik. Namun, sejak pemerintah mengubah aturan itu pada November 2022 lalu, produsen diharuskan mengantarkan Minyakita ke lokasi para distributor sehingga “ongkos angkut jadi lebih mahal”.
Salah Kelola Sistem Kapitalis
Distribusi yang tidak baik, sebetulnya ini lah yang menjadi problem kelangkaan minyak goreng khususnya minyak goreng bersubsidi, Minyakita.
Seperti upaya pemerintah dalam pelarangan penjualan Minyakita di platform digital atau retail modern jelas tidak akan memberikan solusi terhadap kelangkaan minyak goreng tersebut.
Pasalnya, sistem ekonomi liberal yang lahir dari kapitalisme membebaskan para spekulan untuk memainkan harga. Seperti yang terjadi belakangan ini, Satgas Pangan Bareskrim Polri bersama Mendag berhasil membongkar penimbunan 555 ribu liter MinyaKita di salah satu gudang di Kawasan Cilincing Jakarta Utara. Ratusan ribu ton minyak telah berada di gudang sejak Desember tahun lalu akibat DMO yang tertahan.
Lemahnya pengawasan pemerintah terhadap harga jual di pasar juga memberikan dampak kesalahan dalam tata kelola pengaturan perniagaan pangan. Sehingga memberikan tempat bagi mafia minyak goreng. Dalam sistem kapitalisme, terjadinya spekulasi sulit dihilangkan karena pengusaha tampaknya lebih berkuasa daripada penguasa. Pada akhirnya, penimbunan minyak goreng mengakibatkan kelangkaan dan melonjaknya harga.
Berbagai kebijakan yang pemerintah buat malah memfasilitasi korporasi untuk menguasai bisnis hajat pokok orang banyak. Mustahil terwujud kestabilan harga dan barang tidak langka jika korporatisasi masih masif pada sektor ini.
Selain itu , sudah jelas bahwa sebagai mafia korporasi, produsen minyak goreng jelas lebih mementingkan keuntungannya daripada terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah seolah membiarkan mafia minyak goreng menimbun barang tanpa adanya sanksi tegas. Distribusi minyak goreng diserahkan pada swasta sehingga kondisi kelangkaan dan harga yang mahal selalu kembali terjadi.
Islam Mengatasi Problem Kelangkaan
Islam menjadikan negara sebagai raa’in, yaitu pihak yang memenuhi kebutuhan rakyat. Maka kebijakan yang dibuat pun untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan menggunakan politik ekonomi Islam.
Negara tidak tersandera oleh kepentingan para pemilik modal sebagaimana dalam sistem kapitalis. Dengan demikian negara mampu memenuhi kebutuhan rakyat dengan harga murah, sehingga kondisi harga pun terkendali dan stok pun mencukupi .
Ada enam mekanisme yang dilakukan oleh sistem pemerintahan Islam untuk menjaga stabilisasi harga dan kelangkaan barang:
Pertama, menjaga pasokan produksi dalam negeri dengan mendukung sarana produksi dan infrastruktur penunjang.
Kedua, menciptakan pasar sehat dan kondusif, mengawasi rantai tata niaga, serta menghilangkan penyebab distorsi pasar.
Ketiga, mengawasi penentuan harga mengikuti mekanisme pasar.
Keempat, badan pangan (seperti Bulog atau BUMD) benar-benar menjalankan fungsi pelayanan, bukan menjadi unit bisnis. Pendanaan bagi lembaga ini ditanggung oleh Baitul Maal.
Kelima, tidak membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan.
Keenam, memberi sanksi tegas bagi penahan/penimbun.
Dari Said al-Musayyib, dari Mu’ammar bin Abdullah al-‘Adawi bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah melakukan penimbunan, kecuali orang yang berbuat kesalahan.” (HR Muslim).
Dalam Islam, penimbun merupakan pelaku dosa lagi bermaksiat karena menyusahkan orang banyak untuk mendapatkannya. Pelakunya akan mendapatkan sanksi takzir oleh khalifah. Pelakunya pun akan dipaksa untuk menawarkan dan menjual barangnya ke para konsumen dengan harga pasar, bukan harga patokan negara.
Masalah kelangkaan pun tersolusi dan rakyat menjadi mudah menjangkau harga pangan.
Sistem pemerintahan dan ekonomi Islam merupakan solusi tuntas terhadap persoalan yang menimpa umat Islam. Tidak hanya perkara harga dan jaminan ketersediaan pangan, tetapi juga seluruh urusan masyarakat akan di-riayah secara baik.
Kesejahteraan dan keamanan akan dijamin sepenuhnya oleh negara. Kewajiban ini diberikan langsung oleh Allah pada penguasa. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad dan Bukhari). Wallahualam.[]
Comment